LONDON, RABU — Parlemen Inggris menggelar pemungutan suara pada Selasa (29/1/2019) waktu setempat untuk memilih rencana lain yang disebut ”Rencana B” terkait Brexit. Hasilnya, mayoritas anggota parlemen setuju menolak keluarnya Inggris tanpa kesepakatan dengan Uni Eropa.
Mereka juga ingin ada negosiasi ulang tentang kebijakan backstop yang mengatur penetapan perbatasan antara Irlandia dan Irlandia Utara. Kebijakan itu termasuk kebijakan yang telah disepakati Inggris dan UE pada November 2018. UE pun tampaknya tidak ingin melakukan negosiasi itu lagi.
Batas waktu implementasi Brexit ditetapkan pada 29 Maret atau kurang dari dua bulan lagi. Namun, hingga sekarang, anggota Parlemen Inggris masih belum sepakat pelaksanaan Brexit secara konkret.
Pada November 2018, Perdana Menteri Inggris Theresa May dan Uni Eropa telah menyetujui dan menandatangani kesepakatan pelaksanaan Brexit. Namun, kesepakatan itu ditolak mayoritas anggota Parlemen Inggris pada 15 Januari 2019.
Setelah penolakan itu, anggota Parlemen Inggris diberi kesempatan menyarankan amendemen kesepakatan Brexit atau Rencana B. Pada Selasa waktu setempat, ada tujuh amendemen yang diizinkan untuk dilakukan pemungutan suara oleh anggota parlemen.
Dari tujuh amandemen, hanya dua yang dipilih mayoritas anggota parlemen. Pertama, menolak implementasi Brexit tanpa kesepakatan dengan UE. Kedua, negosiasi ulang kebijakan backstop atau penetapan perbatasan antara Irlandia Utara, yang merupakan bagian dari wilayah Inggris, dan Irlandia, yang merupakan bagian dari wilayah UE.
Dari tujuh amandemen, hanya dua yang terpilih mayoritas anggota parlemen. Pertama, menolak implementasi Brexit tanpa kesepakatan dengan UE. Kedua, negosiasi ulang kebijakan backstop.
Kebijakan backstop mencegah adanya penetapan perbatasan yang ketat antara Irlandia dan Irlandia Utara. Kebijakan itu merupakan bagian penting dari proses perdamaian yang disetujui pada 1998.
Kesepakatan itu berhasil mengakhiri puluhan tahun terjadinya kekerasan antara kelompok sektarian dan menjaga hubungan perdagangan tanpa konflik. Namun, sejumlah pihak menganggap, kebijakan backstop akan mengikat Inggris pada aturan UE dalam jangka waktu tanpa batas.
Alternatif
Amendemen yang diajukan Graham Brady, anggota Parlemen Inggris dari kubu Konservatif, menekankan agar kebijakan backstop diganti dengan ”kesepakatan alternatif”. Belum ada penjelasan secara lebih detail tentang ”kesepakatan alternatif” itu. Apabila usulan itu dapat dilaksanakan, Parlemen Inggris akan mendukung kesepakatan Brexit yang telah ditandatangani May dengan UE pada November lalu.
Hasil Riset Litbang Kompas terhadap sejumlah pemberitaan media luar negeri menyebutkan, dalam krisis Brexit di Parlemen, usaha terakhir yang dapat dilakukan May adalah melakukan konsolidasi di dalam partainya, Konservatif, terutama terhadap 118 anggota parlemen dari partai Konservatif yang menolak hasil keputusan May dengan Uni Eropa.
Selain itu, May harus membujuk 10 anggota parlemen dari DUP yang juga menentangnya. Walaupun dalam referendum 2016 mayoritas Irlandia Utara memilih tetap berada di Uni Eropa, DUP khawatir bahwa backstop akan membuka peluang bagi mereka yang menginginkan reunifikasi Irlandia, apalagi jika Brexit terjadi tanpa kesepakatan. Selain itu, akan lebih banyak peluang bagi warga Irlandia Utara memunculkan ide unifikasi. Inilah penyebab DUP menentang persetujuan May.
Untuk mendapatkan dukungan dari DUP, May harus meyakinkan bahwa tidak akan terwujud pos lintas batas di kemudian hari. Untuk itu, May berencana mengubah perjanjian Good Friday menyangkut Irlandia Utara.
Dalam perjanjian Good Friday yang disetujui pada 1998, Inggris berkomitmen untuk tidak memberlakukan pos lintas batas di perbatasan Republik Irlandia dan Irlandia Utara. May berencana untuk merevisi perjanjian Good Friday dengan menambahkan beberapa teks yang lebih fleksibel.
Dengan memenangkan suara Parlemen, May berusaha untuk mengamankan jalan Brexit yang semakin tak tentu arah. Namun, para politisi yang telah dibuat mabuk oleh Brexit tidak akan begitu saja mendukung May karena krisis Brexit adalah momentum bagi mereka untuk merebut kekuasaan.
UE menolak
Terkait polemik di Inggris, Brussels berulang kali menegaskan menolak negosiasi ulang kesepakatan Brexit yang telah ditandatangani 27 pemimpin negara anggota UE.
Menanggapi hasil pemungutan suara pada Selasa, Presiden Dewan Eropa Donald Tusk menyatakan, backstop merupakan bagian dari kebijakan yang disepakati antara May dan UE. Kesepakatan itu tidak bisa dinegosiasikan lagi.
Sependapat dengan Tusk, Presiden Perancis Emmanuel Macron turut menolak negosiasi ulang kesepakatan Brexit. Macron mendesak Inggris menyampaikan usulan yang kredibel.
Melalui pesan Twitter, anggota Parlemen Inggris dari kubu Partai Buruh, Wes Streeting, menyatakan, ”Dengan kembali ke Brussels untuk negosiasi ulang, May menentang kesepakatan yang ia setujui (dengan UE). Mayoritas anggota parlemen menolak Brexit tanpa kesepakatan. Namun, hal tersebut malah meningkatkan kemungkinan Brexit terjadi tanpa kesepakatan.”
Apabila anggota Parlemen Inggris tidak bisa saling sepakat hingga waktu tenggat yang ditetapkan mengenai implementasi Brexit, Inggris akan keluar dari UE tanpa kesepakatan. Kemungkinan itu sangat disayangkan para pelaku usaha karena dapat merusak hubungan bisnis antara Inggris dan UE.
Parlemen Inggris kembali akan melakukan pemungutan suara lagi pada pertengahan Februari 2019 untuk memilih ”Rencana C”. (AP/AFP/Reuters)