MATARAM, KOMPAS — Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat melakukan validasi ulang jumlah rumah rusak berat akibat gempa. Data sebelumnya dinilai kurang akurat menyusul ditemukannya data ganda penerima bantuan stimulan untuk pembangunan hunian tetap warga terdampak gempa Lombok, Juli-Agustus 2018.
”Ada warga yang memiliki dua rumah rusak berat. Yang mendapat dana rehab-rekon (rehabilitasi-rekonstruksi) hanya satu yang mendapat dana stimulan,” ujar Kepala Dinas Perumahan dan Permukiman NTB IGB Sugiharta, Rabu (30/1/2019), memaparkan hasil rapat koordinasi jajaran Pemprov NTB dengan Kepala Badan Penanggulangan Bencana Nasional (BNPB) Letnan Jenderal Doni Monardo di Kantor Gubernur NTB, Mataram, Lombok.
Tidak disebutkan berapa banyak jumlah dana ganda penerima bantuan dana stimulan rusak berat sebesar Rp 50 juta. Sugiharta hanya mengatakan, data-data hasil validasi sebelumnya perlu divalidasi ulang. Proses validasi ulang membuat realisasi rehabilitasi rumah rusak berat berjalan lamban.
Dalam rapat itu juga terungkap, pengusaha yang tergabung dalam asosiasi Gapensi (Gabugan Pelaksana Konstruksi Nasional Indonesia) Asosiasi Jasa Konstruksi Nasional, Gapeksindo (Gabungan Perusahaan Konstruksi Nasional Indoensia), Real Estate Indonesia (REI) menyatakan siap membantu membangun rumah warga. Namun, ada keraguan dana stimulan cair tepat waktu. ”Selain karena dari dana stimulan keuntungannya relatif kecil,” ujar Sugiharta.
Warga juga masih mencari 11 model rumah tahan gempa yang ditawarkan, seperti rumah instan konvensional (riko), rumah instan kayu (rika), rumah instan baja (risba), rumah instan baja ringan (risbari), rumah cetak Indonesia (RCI), dan rumah instan tahan gempa (rista). Dari model rumah itu, warga umumnya memilih rika meski kayu harus didatangkan dari luar Lombok.
Berdasar hal itu, tutur Sugiharta, Pemprov NTB terus berupaya memberikan pemahaman kepada masyarakat. ”Bottle neck-nya di mana, itu yang terus kami cari dan temukan penyelesaiannya,” katanya. Itu dinilai penting mengingat selama Februari-Maret ditargetkan 58.000 rumah rusak berat selesai dibangun menjadi hunian tetap dan bisa ditempati warga. Dari 75.000 rumah rusak berat, 5.000 unit di antaranya dalam proses penyelesaian dan sudah ditempati warga.
Di pihak lain, warga terdampak gempa di Lombok Barat masih menunggu realiasasi bantuan stimulan. Andi, warga Desa Sesele, Lombok Barat, mengatakan, warga sudah membentuk kelompok masyarakat (pokmas), tetapi mereka belum mendapat buku rekening dari Bank BRI.
Adapun Fatoni, warga Perumahan Panorama Alam, Desa Sesele, yang rumahnya mengalami kerusakan ringan, belum bisa mendapatkan buku rekening bank karena harus memperbarui keterangan domisilinya. Ia masih mengantongi KTP dan kartu keluarga sebagai warga Lingkungan Karangpule, Kota Mataram.
Ketua RT dan Kepala Desa Sesele menyatakan, Fatoni warga perumahan itu meski Bank BRI tetap minta status domisilinya harus sesuai KTP dan kartu keluarga.
Ketua BPBD Lombok Barat M Nadjib mengatakan, ia tidak keberatan dibilang lamban merealisasikan pencairan dana ini. Sebab, pihaknya memegang prinsip akuntabel. ”Daripada esok lusa masyarakat dan petugas menghadapi persoalan hukum,” ujarnya.
Pemerintah memberikan dana stimulan rumah terdampak gempa sebesar Rp 50 juta untuk rumah rusak berat, Rp 25 juta untuk rumah rusak sedang, dan Rp 10 juta untuk rumah rusak ringan. Syaratnya antara lain warga membentuk pokmas dan memiliki fasilator (pendamping).
Uang itu dikirim ke rekening warga, lalu warga mentransfernya ke rekening pokmas, kemudian pokmas mentransfer lagi ke rekening aplikator (penyedia bahan bangunan) yang membelikan material kebutuhan untuk membangun rumah.
Fasilitator
Sebelumnya, Kepala BNPB Letjen Doni Monardo melepas tenaga fasilitas rumah rusak berat dalam rangka percepatan rehabilitasi-rekonstruksi pascagempa di NTB saat apel di halaman Kantor Gubernur NTB. ”Kepedulian sangat diperlukan untuk mendapatkan solusi, membantu membuat format administrasi pelaporan, guna mempercepat penyelesaian pembangunan hunian yang layak seperti sebelum gempa,” ujar Doni.
Menurut Doni, saat ini tercatat 1.500 fasilitator rumah rusak sedang dan rusak ringan terdiri atas unsur TNI-Polri dan masyarakat. Kemudian, perekrutan Kementerian PUPR berjumlah 766 fasilitator. Mereka sudah di lapangan sejak 12 Januari 2019.
Kementerian PUPR juga melakukan perekrutan baru sebanyak 523 fasilitator, yang 360 orang di antaranya telah mengikuti pelatihan dan bimbingan teknis (bintek). Adapun fasilitator dari TNI sebanyak 500 Babinsa, yang 105 di antaranya sudah mengikuti pelatihan dan bintek, sedangkan dari 500 polisi fasilitator, sebanyak 105 di antaranya telah mengikuti pelatihan dan bintek.
Total fasilitator rumah rusak berat sebanyak 2.280 orang yang 1.336 di antaranya telah mengikuti pelatihan dan bintek. Diperlukan 3.000 fasilitator untuk percepatan rehabilitasi-rekonstruksi rumah rusak berat. Sisa dari total kebutuhan tenaga fasilitator itu, Gubernur NTB diminta mengajukannya pada kesempatan pertama.