BEKASI, KOMPAS — Presiden Joko Widodo memanen udang vaname di kolam budidaya udang vaname di Desa Pantai Bakti, Kecamatan Muara Gembong Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, Rabu (30/1/2019). Budidaya vaname dengan metode silvofishery ini bisa meningkatkan hasil panen hingga 20 kali lipat.
Presiden hadir di tambak Komunitas Mina Bakti ini untuk kedua kalinya. Sebelumnya, awal November tahun lalu, Presiden meresmikan perhutanan sosial dan menebar benih pertama.
Rabu pagi, Presiden kembali menyambangi kawasan Muara Gembong. Setelah bertolak menggunakan helikopter dari Lapangan Udara TNI AU Atang Sanjaya, Presiden mendarat di sekitar Kecamatan Muara Gembong. Selanjutnya, Presiden berjalan di pematang di antara tambak-tambak kemudian ikut memanen udang vaname dibantu beberapa petani tambak.
Suwandi, Koordinator Komunitas Mina Bakti di Desa Pantai Bakti, mengatakan, sebelumnya dia memiliki 10 hektar tambak untuk membudidaya udang pancet. Tambak dikelola secara tradisional. Namun, setiap kali panen, setelah tiga bulan menebar benih udang, hanya diperoleh sekitar 2 kuintal per hektar. Harga jual udang pancet sekitar Rp 50.000-Rp 80.000 per kilogram.
Dari pengelolaan tambak dari program perhutanan sosial, pada panen lalu dia mendapatkan 4,35 ton udang vaname per hektar. Harga jual vaname berkisar Rp 73.000 per kilogram. Adapun modal yang diperlukan untuk menebar benih Rp 185 juta yang dipinjam dari bank. Dengan demikian, masih ada keuntungan lebih dari Rp 100 juta.
Suwandi mengakui, dia baru akan mendapatkan panen ketiga. Pada panen pertama yang dimulai awal November 2017, hasilnya tidak begitu baik karena udang diserang virus. Namun, pada panen kali ini, panen ketiga, diharapkan udang yang diperoleh bisa mencapai 5 ton.
Presiden menegaskan, usaha tambak udang vaname memerlukan proses dan tidak serta-merta berhasil. Oleh karena itu, dari luas 80,9 hektar lahan perhutanan sosial yang disiapkan, baru belasan hektar yang sudah digunakan sebagai tambak.
Luasan tambak ini dijadikan sepuluh kolam yang dikelola 33 keluarga anggota Komunitas Mina Bakti. Pengelolaannya dilakukan dengan metode silvofishery. Lahan tambak dibagi 60 persen perikanan dan 40 persen mangrove.
Dirjen Perikanan Budi Daya Slamet Subiyakto menjelaskan, tambak ini dijaga aerasinya menggunakan kincir dan dikendalikan salinitasnya. Selain itu, penggantian air diupayakan sesedikit mungkin untuk mencegah penyebaran virus yang bisa menggagalkan panen. Secara umum, sejak benih ditebar sampai panen diperlukan 100 hari.
Setelah proyek percontohan ini berhasil, kata Menteri Kehutanan dan Lingkungan Hidup Siti Nurbaya Bakar, luasan lahan perhutanan sosial di Bekasi akan ditambah menjadi 800 hektar. Selain itu, program serupa akan direplikasi di Indramayu dan Tarakan.