JAKARTA, KOMPAS – Adanya regulasi untuk melindungi data pribadi makin mendesak. Gencarnya pemanfaatan data oleh korporasi di era digital, hingga ada sejumlah kasus penyalahgunaan data, membuat Rancangan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi perlu segera disahkan.
Hal itu mengemuka dalam diskusi “Proteksi Data Pribadi di Era Data Raksasa” di Jakarta, Rabu (30/1/2019). Dalam diskusi, hadir perwakilan dari pihak regulator, asosiasi, serta akademisi untuk membahas perihal pentingnya regulasi mengenai perlindungan data pribadi.
“Dengan data digital yang semakin sering digunakan oleh berbagai korporasi, membuat potensi penyalahgunaan data semakin tinggi,” kata Ketua Dewan Pembina Institut Pandya Astagina, Justisiari Kusumah, yang juga sebagai pihak penyelenggara acara.
Justisiari menjelaskan, saat ini berbagai perusahaan dari sektor perbankan, asuransi, hingga yang berbasis digital seperti e-dagang, telah menghimpun data pengguna yang diolah melalui agregasi data raksasa (big data). Data yang jumlahnya sangat banyak itu, dapat dimanfaatkan untuk berbagai kepentingan yang sifatnya komersial.
Sebagai gambaran, Ketua Asosiasi Big Data & AI (ABDI) Rudi Rusdiah menyebutkan ada sekitar 50 juta hingga 160 juta data pelanggan yang dimiliki korporasi besar. Data itu berkaitan dengan indentitas diri, domisili, hingga urusan finansial pengguna.
Kondisi tersebut, sayangnya, tidak diimbangi oleh adanya jaminan keamanan data pelanggan. Sebagai contoh, Pada November 2018, Lembaga Bantuan Hukum menerima ratusan laporan atas data nomor kontak pengguna yang diakses tanpa izin oleh perusahaan teknologi finansial pinjam-meminjam antar pihak.
Staf Perwakilan Departemen Penyidikan Sektor Jasa Keuangan Otoritas Jasa Keuangan, Ilhamsyah, mengatakan sebenarnya ada aturan yang melindungi pelanggan dari penyalahgunaan data, yaitu Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 13 Tahun 2018. Walau begitu, Ilhamsyah mengharapkan ada peraturan yang lebih komprehensif memayungi perlindungan data pribadi.
Upaya realisasi
Direktur Jenderal Penyelenggaraan Pos & Informatika Kementerian Informasi dan Komunikasi, Ahmad M Ramli, dalam diskusi mengatakan bahwa Rancangan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi telah masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas tahun 2019. Ia mengharapkan, aturan itu dapat disahkan selambat-lambatnya pada akhir tahun ini.
“Walau tahun lalu sempat tertunda, tapi tahun ini akhirnya masuk prioritas. Setelah ini, kami masih perlu meng-harmonisasi regulasi sebelum dikirim ke Dewan Perwakilan Rakyat,” kata Ramli.
Ramli mengatakan, aturan ini berkaitan dengan kepentingan nasional karena memayungi keberadaan berbagai aturan yang sebelumnya dibuat secara sektoral. Sebagai contoh, POJK Nomor 13 Tahun 2018, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik, dan Peraturan Menteri Kominfo Nomor 20 Tahun 2016 tentang Perlindungan Data Pribadi dan Sistem Elektronik.
Komisioner Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia (BRTI), Agung Harsoyo, mengatakan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi ini tidak hanya memberi perlindungan kepada konsumen. Pelaku bisnis yang memanfaatkan data digital juga turut dijamin keamanannya.
“Beberapa fokus peraturan itu, yakni perlindungan data individu dapat diatur baik secara daring maupun luring. Selain itu, ditentukan juga sejauh mana batasan pemanfaatan data dianggap sebagai aktivitas yang legal,” tutur Ramli.