Komisi Pemilihan Umum menegaskan penyerahan laporan harta kekayaan penyelenggara negara merupakan syarat pelantikan bagi calon anggota legislatif yang terpilih di Pemilu 2019.
Oleh
PRADIPTA PANDU dan SATRIO WISANGGENI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Komisi Pemilihan Umum menegaskan penyerahan laporan harta kekayaan penyelenggara negara merupakan syarat pelantikan bagi calon anggota legislatif yang terpilih di Pemilu 2019.
Anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU), Pramono Ubaid Tanthowi, di Kantor KPU, Jakarta, Rabu (30/1/2019), menyampaikan, syarat penyerahan laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN) tersebut telah tertuang di dalam Peraturan KPU (PKPU) Nomor 20 Tahun 2018 tentang Pencalonan Anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota.
Di Pasal 37 disebutkan, dalam hal bakal calon anggota DPR, DPRD provinsi, dan
DPRD kabupaten/kota ditetapkan sebagai calon terpilih, yang bersangkutan wajib melaporkan harta kekayaan kepada instansi yang berwenang memeriksa laporan harta kekayaan penyelenggara negara.
Tanda terima pelaporan tersebut, wajib disampaikan kepada KPU paling lambat tujuh hari setelah diterbitkannya keputusan KPU tentang penetapan calon terpilih anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota.
Jika calon terpilih mengabaikan hal ini, KPU tidak akan mencantumkan nama yang bersangkutan dalam pengajuan nama calon terpilih yang akan dilantik kepada Presiden, Kementerian Dalam Negeri, dan gubernur. Dalam arti kata lain, calon terpilih tidak akan dilantik.
”Peraturan ini sudah disepakati. Semua caleg, entah itu petahana atau bukan, wajib menyerahkan LHKPN selama tujuh hari setelah ditetapkan sebagai calon terpilih. Jika tidak menyerahkan, tidak diajukan sebagai calon yang dilantik,” ujar Pramono.
Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Saut Situmorang menilai pelaporan LHKPN sebagai syarat pelantikan perlu diberikan agar para pejabat negara taat melaporkan harta kekayaannya. Syarat itu sekaligus diharapkan bisa menciptakan efek teguran yang kuat bagi para caleg.
”Kami tidak melarang orang untuk kaya. Kami hanya menjaga pribadi tersebut tetap berintegritas selama dan setelah masa jabatannya,” katanya.
Dia menambahkan, pihaknya akan berkoordinasi kembali dengan KPU untuk membahas lebih detail mengenai pelaporan LHKPN sebagai syarat pelantikan.
Pelaporan LHKPN sebagai syarat pelantikan tersebut sempat pula mengemuka dalam rapat dengar pendapat antara Komisi III DPR dan KPK di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (28/1/2019).
Dalam rapat, Wakil Ketua Komisi III DPR dari Fraksi Partai Demokrat Erma Suryani Ranik menyampaikan keberatan dengan syarat itu.
Dia meminta agar pelaporan LHKPN dilakukan setelah caleg dilantik. Alasannya, caleg terpilih belum tentu dilantik.
Caleg terpilih bisa tidak dilantik menurut dia karena masalah sengketa di internal partai ataupun sengketa di Mahkamah Konstitusi. Jadi, jika caleg terpilih dipaksakan membuat LHKPN sebelum dilantik, dia khawatir upaya caleg membuat LHKPN itu sia-sia dan justru merepotkan banyak pihak jika kemudian caleg terpilih tersebut tidak jadi dilantik.
”Pastikan seorang anggota legislatif itu sudah dilantik, kemudian baru lapor. Hal ini dapat berimplikasi panjang. Kalau sudah dilantik, caleg tidak akan ke mana-mana. Sebagai pimpinan Komisi III, saya ingatkan KPK, jangan aneh-aneh lagi ya,” kata Erma.
Sebaliknya, peneliti senior Jaringan Demokrasi dan Pemilu Berintegritas, Hadar Nafis Gumay, mendukung pelaporan LHKPN sebagai syarat pelantikan.
Pelaporan LHKPN sangat penting untuk mengukur pendapatan caleg terpilih sebelum dilantik. Kemudian, data itu menjadi dasar untuk membandingkannya dengan harta kekayaannya saat sudah menjadi penyelenggara negara.
Dengan demikian, peningkatan harta kekayaan secara ilegal bisa dicegah.
”Jadi memang sebaiknya LHKPN diserahkan calon terpilihnya ini sejak awal. Kalau ada caleg yang menolak berarti ada sesuatu yang ingin disembunyikan,” katanya.