JAKARTA, KOMPAS – Enam anak di bawah umur nekat mencuri barang berharga di rumah warga, Jumat (25/1/2019). Mereka adalah pecancu obat golongan G yang sedang membutuhkan uang untuk membeli barang tersebut.
“Awalnya, mereka diberikan oleh orang yang lebih dewasa satu butir Tramadol. Setelah itu dilihat reaksinya pusing-pusing, kemudian ditambah lagi jadi dua. Kemudian anak-anak ini disuruh mencuri,” kata Kepala Kepolisian Sektor (Polsek) Kembangan Komisaris Polisi Joko Handoko, Kamis (31/1/2019).
Awalnya, anak-anak berinisial AS (12), PA (14), MR (14), MY (14), RR (14), dan FR (13) itu disuruh mencuri makanan dan minuman di warung-warung. Setelah berhasil, mereka juga disuruh memasuki rumah warga.
Lantaran sering minum obat jenis G, anak-anak itu menjadi kecanduan. Sementara untuk memperolehnya dari AN, orang yang pertama kali memberikannya Tramadol, mereka membutuhkan uang. Untuk diketahui, obat golongan G tidak dijual secara bebas, harus dengan resep dokter. Karena itu, hanya melalui AN mereka dapat bebas membelinya.
Sementara untuk memperoleh uang, mereka bekerja menjadi tukang parkir dan “Pak Ogah”. Tidak cukup, mereka lanjut mencuri ke rumah-rumah warga. Untuk menambah keberaniannya, mereka meminum Tramadol 5-10 butir per orang. Tidak lupa, mereka membawa senjata tajam berupa celurit.
Malang bagi mereka, pada Jumat (25/1/2019) lalu, aksinya ketahuan warga saat memasuki rumah kosong di sekitar Lapangan Bola Porsekem Kembangan Utara, Kecamatan Kembangan, Jakarta Barat (Jakbar). Warga kemudian melaporkan kejadian itu kepada polisi.
Selain keenam anak itu, polisi juga mengamankan barang bukti berupa dua celurit, enam setrip Tramadol, dan hasil curian berupa sepeda serta pakaian. Setelah diinterogiasi, diketahui bahwa keenamnya telah mengonsumsi Tramadol sejak dua tahun terakhir. Mereka juga telah putus sekolah dan jarang pulang ke rumahnya.
Karena masih di bawah umur, polisi hanya memanggil orang tua mereka. Lalu polisi bersama ustaz setempat dan Pusat Pelayanan Terpadu Perempuan dan Anak melakukan pembinaan kepada enam anak itu. Setelahnya, mereka dikembalikan ke orang tua masing-masing.
Menanggapi kejadian ini, kriminolog Universitas Indonesia Kisnu Widagso mengatakan proses sosialisasi anak yang perlu diperhatikan, baik itu di dalam keluarga, sekolah, dan masyarakat. Terlebih lagi mereka tidak bersekolah, sehingga proses sosialisasinya makin tidak lengkap.
“Mereka hanya memperoleh sebagian penananaman nilai (membedakan baik dan buruk) dari yang seharusnya. Jadi, mereka gampang melakukan apa yang orang dewasa paksakan. Sama dengan kejadian di Amerika zaman dulu, setiap geng anak-anak itu bersentuhan dengan geng orang dewasa,” kata Kisnu. (SITA NURAZMI MAKHRUFAH)