Arus Investasi Asing ke Indonesia Diprediksi Makin Deras pada 2019
Oleh
ELSA EMIRIA LEBA
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Peluang Indonesia untuk menarik investasi asing dinilai makin besar pada 2019. Meredanya gejolak perekonomian global dan membaiknya fundamental perekonomian domestik bakal menjadi faktor pendorong masuknya investasi asing, baik dalam bentuk portofolio maupun investasi langsung (foreign direct investment/FDI).
Tekanan eksternal terhadap perekonomian Indonesia diprediksi berkurang pada 2019. Pasalnya, perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China sedikit mereda dan bank sentral AS, The Fed, menunda kenaikan suku bunga acuannya. Di saat bersamaan, fundamental perekonomian domestik terus membaik, terindikasi dari sarana infrastruktur yang makin lengkap, inflasi yang terkendali, dan iklim investasi yang terus dibenahi, salah satunya melalui perizinan berusaha terintegrasi secara elektronik.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam DBS Asian Insights Conference 2019 di Jakarta, Kamis (31/1/2019), mengatakan, pemerintah terus berupaya menarik investasi sehingga industrialisasi meningkat. Saat ini, pemerintah sedang mengkaji pemberian insentif pajak berupa pengurangan ganda (double deduction) bagi sektor usaha yang menyediakan fasilitas praktik kerja dan pemagangan serta melakukan riset dan pengembangan.
Program tersebut akan melengkapi sejumlah insentif pajak yang telah diberikan sebelumnya. Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat, program pengurangan pajak (tax allowance) telah diberikan kepada 132 wajib pajak dengan realisasi investasi mencapai Rp 63,5 triliun. Adapun rencana investasi mencapai Rp 138,32 triliun.
Sementara program pembebasan pajak (tax holiday) telah diberikan kepada 12 wajib pajak dengan rencana investasi Rp 210,8 triliun. Adapun investasi berasal dari China, Hong Kong, Singapura, Jepang, Belanda, Malaysia, dan Indonesia. Investasi menyerap 10.587 tenaga kerja pada infrastruktur ekonomi (ketenagalistrikan), industri logam dasar hulu, industri penggilingan baja, industri besi dan baja dasar, industri logam bukan besi, seta industri kimia dasar organik.
Menurut Sri Mulyani, pemerintah juga berupaya meningkatkan investasi yang merata di Indonesia. Pemerintah telah membuat skema insentif cukai untuk meningkatkan investasi dan pertumbuhan ekonomi, seperti bonded warehouse dan kawasan ekonomi khusus (KEK).
Deputi III Bidang Kajian dan Pengelolaan Isu-isu Ekonomi Strategis Kantor Staf Presiden (KSP) Denni Puspa Purbasari menambahkan, penarikan investasi langsung yang berorientasi pada ekspor dan padat karya adalah fokus pemerintah pada 2019.
”Pemerintah akan mendorong investasi serta peran swasta untuk penciptaan lapangan kerja dan inovasi daya saing produk. Di masa depan, kunci untuk bertahan adalah daya saing dan talenta,” tuturnya.
Managing Director dan Group Chief Economist DBS Bank Ltd Taimur Baig berpendapat, Indonesia dapat memanfaatkan momentum kembalinya arus modal asing untuk menarik investasi langsung. Indonesia cukup menarik di mata investor global karena kondisi perekonomian terus membaik, yang didukung oleh keputusan The Fed dan harga minyak dunia yang stabil.
”Untuk menarik investor, pemerintah perlu terus memperbaiki infrastruktur dan kualitas tenaga kerja guna meningkatkan kemudahan berbisnis (ease of doing business),” ucapnya.
Indonesia dapat memanfaatkan momentum kembalinya arus modal asing untuk menarik investasi langsung.
Memasuki 2019, kondisi perekonomian Indonesia diuntungkan dengan penundaan suku bunga acuan The Fed. Pada Rabu (30/1/2019) waktu setempat, kepala bank sentral Amerika Serikat, Jerome Powell, menunda kenaikan suku bunga acuan dan menyatakan penyesuaian suku bunga tidak akan agresif pada 2019. Saat ini, suku bunga AS berada pada kisaran 2,25-2,5 persen.
Managing Director Treasury and Markets PT Bank DBS Indonesia Bimo Notowidigdo menyampaikan, keputusan itu berdampak positif bagi Indonesia. Arus modal asing akan kembali masuk (capital inflow) dalam bentuk investasi portofolio saham dan obligasi serta investasi langsung.
”Pada investasi portofolio, investor akan mencari imbal hasil yang lebih tinggi sehingga mengalihkan dana ke emerging market, terutama Indonesia. Ini karena tingkat suku bunga surat utang negara (SUN) Indonesia lebih tinggi dibandingkan AS,” kata Bimo.
Baig melanjutkan, aliran modal asing masuk ke negara berkembang diperkirakan berlangsung hingga pertengahan 2019. Adapun DBS memproyeksikan The Fed akan menaikkan suku bunga pada Juni dan September 2019.
Ekonomi China
Denni mengatakan, tantangan Indonesia untuk bertumbuh pada 2019 adalah pelambatan ekonomi China. Pelambatan ekonomi China berpotensi memicu perlambatan ekspor Indonesia. China merupakan mitra dagang terbesar Indonesia.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), ekspor nonmigas Indonesia ke China mencapai 24,39 miliar dollar AS atau Rp 343,21 triliun pada 2018. Negara tujuan ekspor terbesar lainnya adalah AS sebesar 17,67 miliar dollar AS dan Jepang sebesar 16,31 miliar dollar AS.
Baig melanjutkan, dilihat secara kawasan, perlambatan ekonomi China akan sangat berdampak kepada Thailand, Malaysia, Singapura, dan Indonesia. Negara-negara tersebut termasuk dalam rangkaian rantai suplai global.
”Indonesia juga ada risiko. Namun, Indonesia adalah negara yang memiliki konsumsi domestik tinggi sehingga dampak perlambatan terhadap produk domestik bruto (PDB) tidak akan terlalu besar, hanya 0,1 persen,” ucap Baig.