BPJS Tidak Mau Dituduh Berutang pada Perusahaan Farmasi
Oleh
PRAYOGI DWI SULISTYO
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan tidak mau dituduh memiliki utang sebesar Rp 3,6 triliun kepada perusahaan farmasi. Terkait utang tersebut, BPJS Kesehatan meminta perusahaan farmasi menagih kepada pihak rumah sakit.
Kepala Humas BPJS Kesehatan M Iqbal Anas Ma’ruf, Kamis (31/1/2019), di Jakarta, mengaku terkejut ketika BPJS Kesehatan dituduh belum melunasi utang Rp 3,6 triliun kepada sejumlah perusahaan farmasi.
”Kontrak kami dengan rumah sakit. BPJS membayar ke rumah sakit. Persoalannya, rumah sakit tersebut sudah membayar komponen obat kepada perusahaan farmasi atau belum,” kata Iqbal.
Ia merespons laporan perusahaan farmasi, Rabu (30/1), yang menyebutkan bahwa BPJS Kesehatan berutang sebesar Rp 3,6 triliun. Kondisi utang itu disampaikan kepada Wakil Presiden Jusuf Kalla di Kantor Wapres.
Iqbal menjelaskan, kontrak BPJS dengan rumah sakit telah disepakati sesuai dengan kerja sama antara Kementerian Kesehatan dan koordinator lapangan Jaminan Kesehatan Nasional (Jamkesnas). Dalam kontrak itu ada panduan, BPJS menyerahkan seluruhnya kepada rumah sakit, termasuk dalam urusan kerja sama dengan perusahaan farmasi.
Adapun daftar obat yang dipesan rumah sakit ada pada Formularium Nasional (Fornas). Di dalam Fornas terdapat e-katalog yang dijadikan sebagai panduan.
”Payung kontrak antara Kemenkes dan pengusaha obat ada di dalam Fornas sehingga kami tidak mengatur persoalan obat,” ujar Iqbal.
Menurut Iqbal, selama ini rumah sakit melakukan kerja sama bisnis dengan pengusaha obat. Karena telah menyerahkan seluruhnya kepada rumah sakit, BPJS tidak dapat mencampuri urusan keduanya.
Untuk mengetahui rumah sakit sudah dibayar atau belum oleh BPJS, Iqbal menyarankan agar pihak pengusaha obat mengecek di website BPJS.
Direktur Eksekutif Gabungan Perusahaan Farmasi Indonesia (GPFI) Darodjatun meminta agar BPJS Kesehatan tidak lepas tangan. ”BPJS seharusnya bertanggung jawab terhadap seluruh pelayanannya, termasuk fasilitas kesehatan, obat, dan alat medis,” kata Darodjatun.
Ia mengatakan, GPFI telah mengusulkan agar BPJS ikut mengatur distribusi obat. GPFI telah meminta BPJS mencari solusi atas permasalahan ini sebab, apabila kekurangan obat, pasien akan dirugikan.
Darodjatun meminta BPJS dan Kementerian Kesehatan bersama-sama menyelesaikan persoalan kurangnya biaya. ”Rencana terkait kebutuhan obat telah diatur Kemenkes melalui tender dan kami telah mengirimkan suplai sesuai kebutuhan, tetapi mereka tidak mau tahu persoalan pembayaran,” ujarnya.
Menurut dia, persoalan pembayaran telah terjadi sejak tahun 2017. Pembayaran kepada pengusaha farmasi sangat lama, bahkan ada yang lebih dari satu tahun tidak dibayar.
Darodjatun menyesalkan lamanya pembayaran obat yang dilakukan pemerintah. Persoalan itu mempengaruhi kelangsungan hidup orang banyak sebab mereka harus tetap membayar karyawan, pemasok, dan membayar pajak.
Persoalan keuangan
Guru Besar Kebijakan dan Ekonomi Kesehatan Universitas Indonesia Hasbullah Thabrany membenarkan, rumah sakit memiliki kewajiban untuk membayar obat kepada perusahaan farmasi. Dalam sistem Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), rumah sakit yang menentukan jenis obat yang dipilih. BPJS membayar ke rumah sakit termasuk biaya obat.
”Namun, perlu digali berapa utang BPJS kepada rumah sakit. Mungkin rumah sakit tersebut belum membayar obat ke perusahaan farmasi karena belum dibayar oleh BPJS,” ujar Hasbullah.
Ia mengatakan, persoalan keuangan yang ada pada BPJS terjadi karena persoalan arus kas. Apabila BPJS kesulitan keuangan, pemerintah seharusnya membayar kekurangan itu.
Menurut Hasbullah, permasalahan keuangan yang terjadi pada BPJS karena iuran yang tidak mencukupi. Ia menyarankan agar pemerintah menaikkan iuran dan batas upah. Selain itu, pemerintah harus mengeluarkan dana dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) untuk membantu keuangan BPJS.
”Apabila masih terjadi defisit, sebaiknya mengurangi pelayanan kesehatan yang dipandang dapat ditanggung sendiri oleh pasien,” kata Hasbullah. Ia juga berharap masyarakat mau bergotong royong menyukseskan program JKN.