Cilacap Butuh Bukit Penahan Tsunami di Kawasan Selatan
Oleh
MEGANDIKA WICAKSONO
·3 menit baca
CILACAP, KOMPAS – Pemerintah Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah didorong mengoptimalkan kesiapsiagaan setiap pemangku kepentingan dan warga untuk meminimalkan dampak bencana alam khususnya gempa bumi dan tsunami. Bukit terbuka hijau juga perlu dibangun di kawasan selatan untuk mengurangi kuatnya terjangan langsung gelombang tsunami.
“Dari sisi BPPT, potensi (bencana gempa dan tsunami) itu ada. Skalanya besar. Bagaimana mengenali potensi ini, menyiapsiagakan masyarakat yang ada di sini serta aset karena ada Pertamina dan (PLTU) pemasok listrik di Jawa. Bagimana menyiapkan kesiapsiagan ini menjadi langkah yang implementatif. Ada multi stakeholder yang harus dilibatkan. Semua penanganan ini leading sektornya ada di BPBD dan pemda,” kata Perekayasa Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) Widjo Kongko, Kamis (31/1/2019) di sela-sela Rapat Koordinasi Mitigasi Bencana di Cilacap.
Menurut Widjo, wilayah Cilacap di pesisir selatan Jateng membutuhkan bukit terbuka hijau untuk menahan ancaman gelombang tsunami. Bagian atas bukit akan ditanami tanaman keras seperti cemara laut. Widjo menyampaikan, bukit yang dapat menampung 10.000 orang ini membutuhkan dana hingga Rp 20 miliar.
Selain itu, juga perlu dibangun tanggul dengan tinggi 15 meter dan panjang mencapai 50-100 meter di pesisir Cilacap untuk menahan serta memecah kekuatan terjangan tsunami.
Widjo mengingatkan, ancaman potensi bencana di wilayah selatan Jawa cukup besar termasuk potensi gempa dan tsunami akibat megathrust. “Mega itu besar. Thrust itu sesuatu lempeng yang disodok naik,” tuturnya.
Potensi gempa yang dihasilkan bisa mencapai Magnitudo 8,7 dengan tinggi gelombang tsunami mencapai 12 meter. Menurut Widjo, edukasi kepada masyarakat perlu ditingkatkan terutama jika ada gempa dengan waktu cukup lama, air laut mendadak surut hingga 100 meter, serta terdengar suara keras seperti pesawat terbang melintas.
“Tidak perlu menunggu peringatan dini tsunami, warga harus langsung meninggalkan pantai,” tuturnya. Diperkirakan, waktu datangnya tsunami setelah terjadi gempa berkisar 30-40 menit.
Di Indonesia, pada 2010 teridentifikasi 80 sesar aktif. Akan tetapi, pada 2017 teridentifikasi lebih dari 250 sesar aktif. Adapun sejak 1629-2007 tercatat 167 kali tsunami dengan korban jiwa lebih dari 300.000 orang.
“Indonesia daerah gempa bumi dan tsunami pada masa lalu, kini, dan yang akan datang. Masih banyak kejadian bencana dan peninggalannya yang belum digali dan diteliti,” kata Widjo.
Untuk mitigasi, dia menambahkan, perlu dikenali karakteristik ancaman bencana yang unik di setiap daerah, selanjutnya mengadopsi kearifan lokal, penguatan kapasitas, serta sinergitas pemangku kepentingan.
“Indonesia daerah gempa bumi dan tsunami pada masa lalu, kini, dan yang akan datang. Masih banyak kejadian bencana dan peninggalannya yang belum digali dan diteliti,” kata Widjo.
Sementara itu, Kasubdit Pencegahan Badan Nasional Penanggulangan Bencana Berton SP Panjaitan menyampaikan, pihaknya terus mendorong tumbuhnya kota-kota tangguh bencana. Menurut dia, tangguh bencana adalah kota yang mampu menahan guncangan dan tekanan-tekanan dari ancaman bencana alam maupun iklim.
“Kota tangguh mampu memulihkan diri dari akibat bencana secara tepat waktu, efisien, sambil tetap mempertahankan struktur dan fungsi dasarnya,” papar Berton.
Berton menyebutkan, unsur-unsur yang perlu diperkuat untuk menuju kota tangguh bencana antara lain, organisasi dan koordinasi yang baik, pengkajian risiko bencana, rencana keuangan dan anggaran, pembangunan dan rancangan kota tangguh, kawasan penyangga, jasa-jasa ekosistem, infrastruktur pelindung, serta kesiapsiagaan dan tanggap bencana. Di Cilacap, menurut dia, unsur organisasi sudah baik dengan adanya BPBD, tetapi pada unsur infrastruktur pelindung masih kurang.
Sekretaris Daerah Kabupaten Cilacap Farid Ma’ruf mengatakan, peningkatan kapasitas sumber daya manusia untuk mitigasi bencana terus dilakukan di sekolah, perkantoran, maupun perusahaan. Alokasi dana untuk mitigasi bencana mencapai Rp 6 miliar. Terkait rencana pembuatan bukit terbuka hijau, pihaknya akan berusaha merealisasikan.
“Ruang terbuka hijau pada 2019 ini di daerah Kesugihan, baru membebaskan lahan Rp 4 miliar,” kata Farid. Selain itu, pemda juga akan mengusahakan kekurangan sirene peringatan dini. Dari total kebutuhan di Cilacap sebanyak 75 unit, saat ini baru ada 28 unit alat sirene yang aktif untuk total panjang garis pantai mencapai 102 kilometer.