Drama Pembangunan Hunian Tetap Warga Terdampak Gempa Lombok
Pembangunan hunian tetap (Huntap) bagi warga terdampak gempa Lombok, Nusa Tenggara Barat, bagaikan drama serial yang naskah dan gambarnya mengalami editing terus-menerus. Berbagai ketentuan terus silih berganti, sementara masyarakat sebagai obyek, mulai kehilangan kesabaran menunggu realisasi dana stimulan untuk membangun rumahnya.
Oleh
Khaerul Anwar
·4 menit baca
Pembangunan hunian tetap (Huntap) bagi warga terdampak gempa Lombok, Nusa Tenggara Barat, bagaikan drama serial yang naskah dan gambarnya mengalami editing terus-menerus. Berbagai ketentuan terus silih berganti, sementara masyarakat sebagai obyek, mulai kehilangan kesabaran menunggu realisasi dana stimulan untuk membangun rumahnya.
Suhardi (50), misalnya, kehilangan kata-kata mengutarakan persoalan rehabilitasi rumahnya yang rusak berat akibat gempa Lombok Juli-Agustus 2018. Empat bulan lamanya warga RT 1 Dusun Selat Barat, Desa Selat, Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat, ini menunggu, belum ada kabar dana stimulan terealisasi.
“Bikin Pokmas (kelompok masyarakat) sudah, buat rekening juga sudah. Kabarnya uang sudah di rekening masyarakat. Buktinya?” katanya.
Akibat gempa bermagnitudo 7,0 yang terjadi 29 Juli 2018, rumah Suhardi rusak berat. Sejak itu hingga akhir November 2018, ia mengungsi bersama warga di lapangan desa. Ia pun lantas membuat tempat berteduh darurat di atas pondasi rumahnya yang rata dengan tanah. Rumah darurat itu tidak akan ia bongkar, hingga ada kepastian dana stimulan dari pemerintah untuk pembangunan huntap.
“Ada beberapa tetangga yang bongkar rumahnya, tetapi huntap yang dijanjikan belum dibangun. Mereka kini numpang membangun rumah darurat di halaman rumah tetangga,” tutur Suhardi.
Desa Selat berpenduduk 6.233 jiwa atau 2.800 kepala keluarga. Saat gempa, ada sekitar 1.700 rumah rusak, 679 di antaranya rata dengan tanah. Di desa ini sudah terbentuk tiga kelompok masyarakat untuk rehabilitasi dan rekonstruksi rumah warag terdampak gempa. Sementara dana stimulan senilai Rp 50 juta, yang dijanjikan pemerintah untuk merehabilitasi rumah warga yang rusak berat, hingga kini belum terealisasi.
Pangkas
Selama enam bulan terakhir, persoalan yang dihadapi korban gempa adalah ribetnya pencairan dana stimulan. Untuk itu Presiden Joko Widodo memangkas atau menyederhanakan prosedur pencairan stimulan dari 17 tahap menjadi satu tahapan dengan tetap memperhatikan akuntabilitas.
Masyarakat pun mengikuti prosedur dan mekanisme pencairan dana stimulan itu. Warga menyerahkan KTP dan Kartu Keluarga untuk mendapatkan buku rekening di Kantor Bank, serta membentuk Pokmas yang dilengkapi fasilitator tenaga pendamping yang akan memilih kontraktor pengerjaan rumah. Dana stimulan akan ditransfer ke rekening Pokmas, yang akan mengusulkan kebutuhan warga ke penyedia material.
Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah NTB, M Rum, mengatakan, sejauh ini baru terbentuk sekitar 511 Pokmas yang menaungi 7.424 kepala keluarga. Dari jumlah itu, baru sekitar 3.900 kepala keluarga yang mengakses dana stimulan. Sementara huntap yang telah terbangun baru sekitar 130 unit. Jumlah itu jauh dari total 75.000 rumah rusak berat.
Dinas Perumahan dan Permukiman NTB, IGB Sugihartha, mengatakan, proses pembangunan rumah rusak sedang mencapai 4.000 unit dari 33.075 unit rusak sedang.
Lambannya penyelesaian pembangunan huntap, salah satunya disebabkan terbatasnya tukang bangunan dan tenaga fasilitator. Belakangan Wakil Presiden Jusuf Kalla menyetujui pelimpahan kewenangan alternatif rumah tahan gempa, penanganan rumah rusak berat, dan penunjukan fasilitator, menjadi kewenangan Kementerian PUPR. Sedangkan penanganan rumah rusak sedang dan ringan kewenangan Pemerintah Daerah.
Meski sudah ada pelimpahan sejumlah kewenangan, realisasi pembangunan huntap tidak kunjung selesai. Pemprov NTB malah menambah fasilitator, alih-alih mencarikan solusi terbatasnya tenaga tukang bangunan. Di pihak lain, warga ditawarkan lebih banyak pilihan model huntap, mulai dari rumah instan struktur baja (Risba), rumah Instan struktur baja ringan (Risbari), rumah cetak Indonesia (RCI), dan rumah instan tahan gempa. Pilihan itu menambah model yang ditawarkan sebelumnya yakni Rumah Instan Konvensional (Riko) dan Rumah Instan Sederhana Kayu (Rika).
Tidak perlu ada lagi saling menunggu, saling berdebat. Apa yang bisa dilakukan secepat mungkin, karena masyarakat sudah masuk bulan ke tujuh. Saya pikir akan muncul masalah sosial kalau masyarakat semakin lama
Adanya berbagai persoalan itu mengundang perhatian Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Doni Munardo. “Tidak perlu ada lagi saling menunggu, saling berdebat. Apa yang bisa dilakukan secepat mungkin, karena masyarakat sudah masuk bulan ke tujuh. Saya pikir akan muncul masalah sosial kalau masyarakat semakin lama (menunggu-red),” kata Doni pers sesuai Rapat Koordinasi percepatan rehabilitasi-rekonstruksi rumah terdampak gema Lombok, dengan jajaran Pemprov NTB, Jumat (18/1/2019) di Mataram. Doni menargetkan seluruh huntap di Lombok tuntas terbangun Maret 2019.
Untuk mempersingkat proses administrasi pencairan dana stimulan, dibentuk Tim Fasilitator Terpadu yang melibatkan 7.000 anggota TNI, 500 polisi, dan 1.000 fasilitator yang ditunjuk Pemprov NTB. Persyaratan administrasi pencairan dana juga dibuat lebih sederhana, misalnya desain gambar rumah cukup dari coretan tangan dan rencana anggaran biaya cukup ditulis tangan. Dengan cara ini proses administrasi birokrasi lebih cepat terselesaikan, dan masyarakat segera membangun huntap.
Drama pembangunan huntap diharapkan segera berakhir bahagia dengan penambahan fasilitasor dari anggota TNI/Polri itu. Semoga asa warga untuk kembali memiliki tempat berteduh yang layak, segera menjadi kenyataan.