Impor Seharusnya Berdasarkan Data Produksi Nasional
Oleh
Khaerudin
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Keputusan pemerintah memutuskan impor jagung melalui rapat koordinasi antarkementerian dinilai sudah tepat. Namun, dasar dari keputusan impor jagung tersebut tetap harus dibenahi. Keputuan impor seharusnya berdasarkan data produksi jagung nasional. Pemerintah pun perlu membuat data akurat tentang produksi jagung nasional.
Guru Besar Pertanian Institut Pertanian Bogor (IPB) Dwi Andreas Santosa, ketika dihubungi dari Jakarta, Kamis (31/1/2019), menyatakan, keputusan rapat koordinasi terbatas antar kementerian merupakan keputusan nasional. “Jadi, jangan lagi dianggap itu keputusan sepihak kementerian teknis. Itu keputusan bersama yang harus dilaksanakan,” kata Dwi.
Pada November 2018, rapat koordinasi di Kementerian Koordinator Perekonomian menugaskan Perum Bulog mengimpor 100.000 ton jagung pakan. Turut hadir Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution, Menteri Perdagangan Enggartiasto Lukita, Menteri Pertanian Amran Sulaiman, dan Kepala Bulog Budi Waseso. Pada saat itu, Amran tak menjawab dengan lugas terkait impor jagung, sedangkan Enggartiasto tutup mulut soal ketersediaan jagung pakan. Demikian juga halnya dengan Budi Waseso.
Menurut Dwi, hal itu sebetulnya tidak perlu terjadi, sebab dasar dari keputusan impor itu adalah keputusan bersama. Ini pun bertujuan untuk menjaga harmonisasi antarkementerian.
Dwi menilai, dasar dari keputusan impor pemerintah harus diubah. Selama ini, kata dia, impor didasarkan pada pergerakan harga jagung di pasaran. Ketika harga naik, impor dilakukan. “Kalau polanya begitu terus kita pasti terlambat, karena perlu waktu untuk masuk ke Indonesia. Akibatnya, peternak tentu dirugikan,” kata dia.
Sebelumnya, Direktur pengadaan Perum Bulog Bachtiar menyatakan, total kuota impor Bulog sejak akhir tahun 2018 hingga hari ini 280.000 ton. Hingga awal Januari, sebanyak 99.000 ton jagung sudah berlabuh di Indonesia. Sementara pada pertengahan Maret, akan tiba sekitar 100.000 ton jagung. (Kompas, 29/1/2019).
Di saat bersamaan, banyak pengamat menilai panen jagung juga dimulai pada Maret dan April. Bahkan, jika mengacu ramalan Kementerian Pertanian, panen jagung pada triwulan I mencapai puncak pada bulan Februari dengan produksi jagung 4,84 juta ton.
Dwi melanjutkan, data akurat terkait produksi jagung nasional mutlak dibutuhkan. Data itulah yang nantinya dijadikan sebagai landasan untuk impor jagung.
Kementerian Pertanian mengklaim produksi jagung surplus pada tahun 2018. Produksi jagung mencapai 30,06 juta ton, sedangkan angka konsumsi 15,55 juta ton. walakin, pemerintah tetap impor di akhir tahun.
“Data itu kemungkinan tidak betul, sehingga itu membuat pemerintah memutuskan (impor jagung) berdasarkan pergerakan harga,” lanjut dia.
Kendali impor
Sekretaris Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Kementerian Pertanian Maman Suherman, menyatakan, sebelum terbit aturan Peraturan Menteri Perdagangan 21/2018 tentang Ketentuan Impor Jagung, impor jagung pakan mensyaratkan adanya rekomendasi dari Kementerian Pertanian. Namun, sejak aturan terbit, rekomendasi itu tidak lagi diperlukan.
Ia melanjutkan, harus ada regulasi yang mengendalikan impor jagung. Regulasi itu bisa saja ditambahkan pada aturan Permendag yang berlaku saat ini. (INSAN ALFAJRI)