Kepala daerah selaku pejabat pembina kepegawaian yang tidak segera memberhentikan aparatur sipil negara (ASN) terpidana korupsi akan dikenai sanksi. Langkah itu diambil untuk mempercepat proses pemecatan ASN terpidana korupsi yang hingga kini belum tuntas.
Oleh
IQBAL BASYARI
·3 menit baca
SIDOARJAO, KOMPAS – Kepala daerah selaku pejabat pembina kepegawaian (PPK) yang tidak segera memberhentikan aparatur sipil negara (ASN) terpidana korupsi akan dikenai sanksi. Langkah itu diambil untuk mempercepat proses pemecatan ASN terpidana korupsi yang hingga kini belum tuntas.
Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN) Bima Haria Wibisana saat konferensi pers di Kantor Regional II BKN Surabaya di Sidoarjo, Jawa Timur, Kamis (31/1/2019) mengatakan, pemberian sanksi tegas dirumuskan dalam pertemuan antara BKN, Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan RB), Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP), serta Mahkamah Agung (MA) pada Selasa (29/1/2019).
Sanksi akan diberikan oleh Kementeian Dalam Negeri berupa teguran, skorsing. hingga pemecatan kepada kepala daerah selaku PPK di daerah. “Tindakan PPK yang tidak mau memecat ASN terpidana korupsi bukan hanya dianggap melakukan maladministrasi, namun juga berakibat pada tindak pidana merugikan negara,” kata Bima.
Pemberian sanksi kepada pejabat pembina kepegawaian (PPK) itu diambil karena hingga saat ini masih ada ASN terpidana korupsi yang belum dipecat. Padahal, dalam surat keputusan bersama (SKB) tiga menteri yang ditandatangani pada Kamis (13/9/2018) menyepakati bahwa batas akhir pemberhentian ASN yang sudah menjadi terpidana korupsi dilakukan paling lambat akhir Desember 2018.
Ketiga menteri itu adalah Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Syafruddin, serta Kepala Badan Kepegawaian Negara Bima Haria Wibisana. SKB tersebut menjadi pedoman para PPK di daerah dan pusat untuk memberhentikan 2.357 ASN yang menjadi terpidana korupsi.
Namun data yang dihimpun BKN hingga 29 Januari 2019 atau hampir satu bulan usai SKB itu dikeluarkan, baru 20,28 persen ASN yang dipecat. Dari total 2.357 ASN terpidana korupsi, baru 478 orang yang diberhentikan dengan tidak hormat. Mereka terdiri dari 49 ASN di kementerian/lembaga dan 429 ASN daerah.
Masih ada 1.879 ASN terpidana atau 79.72 persen yang kini tetap berstatus ASN. Mereka terdiri dari 49 ASN di kementerian/lembaga dan 1.830 ASN daerah. Sebelumnya dari data 2.357 ASN terpidana korupsi, sebanyak 98 ASN di kementerian/Lembaga dan 2.259 ASN daerah.
Meskipun saat ini ada sejumlah ASN yang melakukan uji materi Pasal 87 Ayat (4) huruf b Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negera di Mahkamah Konstitusi (MK), hal itu menurut Bima tidak menunda eksekusi karena putusan sudah berkekuatan hukum tetap. Oleh sebab itu, pemecatan harus terus dilakukan tanpa perlu menunggu putusan MK.
“Karena kami juga terlibat dalam proses uji materi, rasa-rasanya tidak ada sisi argumentasi yang bisa digunakan untuk menolak pasal ini yang sudah ada sejak 45 tahun lalu dan tidak melanggar Undang-Undang Dasar 1945,” ujar Bima.
Terkait batas waktu penyelesaian pemecatan ASN terpidana korupsi, Bima menyatakan pihaknya tidak akan memberikan batas waktu tambahan. Artinya, pemecatan harus segera dilakukan secepat mungkin agar PPK terhindar dari sanksi.
“Di samping itu, BKN mengapresiasi PPK yang telah memberhentikan 673 ASN terpidana korupsi di luar data awal 2.357, dengan rincian 75 ASN dari kementerian/lembaga dan 598 ASN daerah,” ucap Bima.
Sedangkan dari segi kerugian negara, BKN masih berkomunikasi dengan BPK. Mereka masih merumuskan usulan terkait kerugian negara akibat pemberian gaji kepada ASN yang seharusnya tidak berhak menerimanya.
Namun BKN, kata Bima, menilai, ASN tidak perlu mengembalikan gaji yang mereka terima. Besaran ganti rugi dinilai cukup besar dan memberatkan, serta mereka juga menerima gaji dan tunjangan saat bekerja di instansi masing-masing. “Ini masih sebatas diskusi, keputusan akhir nantinya disepakati bersama di tingkat pusat,” ungkap Bima.
Kepala BKN Regional II Surabaya Tauchid Djatmiko mengatakan, ada 142 ASN terpidana korupsi di wilayah Jatim. Dari jumlah tersebut, tinggal 12 ASN yang belum dipecat oleh PPK. “Mayoritas ASN terpidana korupsi di Jatim sudah dipecat,” ujarnya.