JAKARTA, KOMPAS -- Burhanuddin (63), warga RW 01, Harapan Jaya, Bekasi Utara, mengatakan, sepanjang Januari 2019 tidak ada aktivitas juru pemantau jentik (jumantik) di lingkungan setempat. Begitu pula bertahun-tahun sebelumnya. Ia dan warga lain tidak mengenal kegiatan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) oleh kader jumantik.
“Petugas hanya datang ketika ada warga yang terserang demam berdarah dengue (DBD)," kata Burhanuddin di Bekasi, Rabu (30/1/2019).
Di wilayah lain, PSN oleh kader jumantik dilakukan rutin. Namun, frekuensinya cukup renggang. “Petugas itu datangnya setiap bulan sekali,” kata Sumiah (55), warga RW 12, Perwira, Bekasi Utara.
Di gang rumah Sumiah yang lebarnya 1,5 meter, terdapat sejumlah kaleng, ember, dan gelas tidak terpakai yang digenangi air. Saluran air selebar 20 sentimeter di sepanjang jalan tersumbat sampah.
Penanganan dan antisipasi penyakit demam berdarah dengue di Jabodetabek belum optimal. Hingga kini, pemberantasan sarang nyamuk dan edukasi kepada warga untuk antisipasi DBD juga belum merata.
Wawan (37), warga RW 01, Harapan Jaya, mengatakan, ia dan warga setempat belum mengetahui ciri-ciri orang yang terjangkit DBD. “Sekitar tiga tahun lalu anak tetangga saya meninggal karena orangtuanya tidak tahu kalau anaknya DBD,” ujar dia.
Selama ini, penyuluhan atau sosialisasi dari kader jumantik maupun Dinas Kesehatan masih minim.
Kepala Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinas Kesehatan Kota Bekasi Dezi Syukrawati mengatakan, PSN oleh kader jumantik memang belum optimal. Jumlah kader terbatas, mereka pun terkendala karena PSN belum menjadi aktivitas sehari-hari.
Padahal, dalam Instruksi Wali Kota Nomor 440/289/Dinkes Tahun 2017 diinstruksikan agar setiap warga melaksanakan PSN setiap pekan. Pada 2018, di Bekasi Utara terjadi 129 kasus dengan satu korban tewas. Di Bekasi Barat, 107 orang terjangkit DBD. Di Bekasi Barat 69 kasus. Di luar tiga wilayah itu, ada satu korban tewas di Jatiasih.
“Sepanjang Januari 2019, sudah terjadi 75 kasus DBD,” ujar Dezi. Jumlah itu meningkat signifikan dibandingkan Januari 2019, yaitu 49 kasus.
Di Kabupaten Tangerang, kini juga diberlakukan program satu rumah satu jumantik untuk mengantisipasi merebaknya DBD. Sampai Rabu, di kabupaten ini tercatat ada 36 kasus DBD dan belum ada laporan pasien meninggal.
Sekolah siaga
Sekolah Menengah Pertama Negeri 231 Jakarta di Kelurahan Semper Barat, Kecamatan Cilincing, Jakarta Utara, mengandalkan kebersihan lingkungan untuk cegah DBD.
“Dari guru, ada yang menjadi anggota kelompok kerja (pokja) jumantik, dan secara berkala memeriksa ada-tidaknya jentik-jentik nyamuk di lingkungan sekolah,” ucap guru sekaligus pembina usaha kesehatan sekolah (UKS) SMPN 231, Mersiana S.
Selain itu, sekolah juga mewajibkan 594 siswanya membersihkan kelas sepekan sekali. Petugas kebersihan sekolah menjaga agar tidak ada genangan. Mersiana meminta siswa yang merasa pusing, tidak enak badan, dan demam segera ke dokter. “Jika demam dua hari, saya minta siswa segera ke puskesmas terdekat,” ucapnya.
Kesiagaan serupa diharapkan muncul di semua sekolah juga di tiap rumah tangga.
Aplikasi teknologi
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menggunakan teknologi untuk memrediksi dan mengawasi kasus demam berdarah. Dua teknologi ini adalah DBD Iklim atau DBDKlim yang bisa diakses di dbd.bmkg.go.id dan sistem pengawasan berbasis web di surveilans-dinkesdki.net.
DBDKlim yang diluncurkan di Balaikota DKI Jakarta kemarin, memrediksi angka insiden DBD selama tiga bulan ke depan di lima kota di DKI. Prediksi terbukti cukup akurat dihitung berdasarkan prediksi kelembapan dan curah hujan dan data surveilans Dinas Kesehatan DKI.
Dalam prediksi tiga bulan itu disebutkan tiga kota berstatus kuning atau mempunyai potensi kenaikan DBD cukup tinggi, yaitu Jakarta Selatan, Jakarta Timur dan Jakarta Barat. Saat ini, tiga kota itu mempunyai angka insiden DBD tinggi dibanding Jakarta Pusat dan Jakarta Utara.
Per 28 Januari 2019, angka insiden DBD di DKI sebanyak 662 kasus dengan Jakarta Selatan paling tinggi. Jumlah ini jauh lebih tinggi dari Januari 2018 sebanyak 198 kasus.
Kepala Dinas Kesehatan DKI Jakarta Widyastuti mengatakan, prediksi kejadian DBD ini disampaikan agar dapat diambil langkah-langkah antisipasi sedini mungkin oleh semua pihak terkait.
“Saat ini antisipasi untuk membasmi jentik nyamuk sudah dilakukan di tingkat wilayah. Langkah yang masif dilakukan adalah gerakan satu rumah satu jumantik. Pengasapan atau fogging dilakukan untuk membasmi nyamuk dewasa,” katanya.
Pengawasan berbasis web merupakan situs yang memantau secara langsung tren kasus DBD di tiap rumah sakit dan Puskesmas. Sistem ini menghimpun data penyakit dari 160 rumah sakit dan Puskesmas di seluruh Jakarta secara real time.
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengapresiasi inovasi-inovasi ini. Pihaknya meminta respon cepat hingga ke tingkat camat dan lurah untuk mengantisipasi DBD.