Kontribusi Investasi Asing Langsung Jadi Harapan
JAKARTA, KOMPAS
Pertumbuhan ekonomi tak bisa hanya mengandalkan kebijakan fiskal dan moneter sebagai pendorongnya. Sebab, ruang ekspansi fiskal dan moneter terbatas.
Pemerintah menargetkan pertumbuhan ekonomi 5,3 persen dalam APBN tahun ini.
Keterbatasan ruang fiskal antara lain disebabkan penurunan harga komoditas secara global, terutama batubara, yang berdampak terhadap penerimaan negara bukan pajak (PNBP).
Sementara, dari sisi moneter, Bank Indonesia belum memasuki periode penurunan suku bunga acuan, kendati siklus pengetatan suku bunga segera berakhir. Kondisi ini terkait dengan suku bunga kredit.
Oleh karena itu, kontribusi investasi asing langsung mesti ditingkatkan.
“Sumber pertumbuhannya harus datang dari situ, tetapi kalau fiskal sulit ekspansi dan moneternya terbatas, mau tidak mau harus dari sektor riil,” kata Advisory Board Mandiri Institute M Chatib Basri dalam sesi panel Mandiri Investment Forum (MIF) 2019 di Jakarta, Rabu (30/1/2019).
Akan tetapi, berdasarkan data Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), investasi langsung berupa penanaman modal asing (PMA) pada 2018 hanya 82,3 persen dari target. Realisasi PMA pada 2018 yang sebesar Rp 392,7 triliun itu lebih rendah 8,8 persen dari realisasi PMA pada 2017 yang mencapai Rp 430,5 triliun.
Secara keseluruhan, target investasi langsung pada 2018 yang sebesar Rp 765 triliun hanya tercapai 94,3 persennya, yakni Rp 721,3 triliun.
Menurut Chatib, swasta berperan penting mendorong investasi sektor riil karena dapat mengundang investor ke lokasi investasi. Salah satu sektor riil yang potensial adalah pariwisata dan industri kreatif. Langkah itu dilakukan PT Bank Mandiri (Persero) Tbk kepada investor asing yang menjadi nasabahnya.
Secara terpisah, Head of Industry and Regional Research Department Office of Chief Economist Bank Mandiri Dendi Ramdani berpendapat, ada tiga sektor yang dapat ditingkatkan investasinya. Sektor itu adalah yang berorientasi pada pasar domestik, yaitu industri makanan dan minuman, farmasi, serta petrokimia.
“Sektor lain adalah yang memanfaatkan sumber daya alam, seperti perkebunan, serta pertambangan yang memanfaatkan proses mineral, nikel, dan tembaga. Sektor terakhir adalah manufaktur, khususnya di bidang tekstil dan otomotif,” kata Dendi.
Dendi menegaskan, untuk memaksimalkan daya tarik investor asing, sejumlah hal mesti dilakukan, antara lain melengkapi infrastruktur dan perizinan.
"Permasalahan soal perbedaan sistem antara pemerintah pusat dengan pemerintah daerah harus terus dibenahi secara bertahap,” kata Dendi.
Untuk memaksimalkan daya tarik investor asing, sejumlah hal mesti dilakukan, antara lain melengkapi infrastruktur dan perizinan.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati di MIF 2019, menyebutkan, pemerintah telah menerbitkan insentif kebijakan untuk menarik investasi, antara lain pembebasan pajak penghasilan (PPh) badan atau tax holiday, mini tax holiday, dan insentif bagi kawasan ekonomi khusus. Tahun ini akan diterbitkan insentif untuk industri yang melakukan pelatihan vokasi dan penelitian.
Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil menambahkan, pemerintah daerah berperan penting dan strategis dalam menarik investasi. Selain mengimplementasikan fasilitas insentif, kepala daerah harus proaktif mendatangi investor.
Meyakinkan
Head of ASEAN and India Research at Institute of International Finance (IIF) Reza Y Siregar mengatakan, di negara berkembang, porsi PMA mesti lebih besar dari investasi portofolio. Akan tetapi, porsi kedua jenis investasi itu di Indonesia pada 2017-2018 nyaris berimbang. Kondisi ini mengakibatkan fundamen ekonomi rentan terhadap tekanan global.
Menurut Reza, keyakinan dan kepercayaan investor asing mesti ditumbuhkan.
Kepala BKPM Thomas Trikasih Lembong menambahkan, pemerintah menargetkan realisasi invetasi tahun ini Rp 792,3 triliun. Dari jumlah ini, diharapkan 55 persen dari PMA dan 45 persen dari PMDN.
Menurut Thomas, faktor eksternal yang menyebabkan PMA turun pada 2018 adalah perang dagang AS-China. Investor global mengurangi investasi karena daya beli turun.
Adapun faktor internalnya berupa transisi perizinan ke sistem perizinan berusaha terintegrasi secara elektronik (OSS). (Sharon Patricia)