JAKARTA, KOMPAS — Indeks reformasi birokrasi cenderung mengalami penurunan. Hal itu terjadi karena belum ada reformasi birokrasi hingga tingkat bawah. Padahal, di tataran itu, masyarakat secara langsung merasakan kualitas pelayanan publik.
Berdasarkan hasil evaluasi Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan dan RB) kepada seluruh instansi pemerintah di tahun 2018, indeks reformasi birokrasi cenderung stagnan, bahkan menurun. Adapun penilaian dilakukan di 83 kementerian/lembaga, 34 pemerintah provinsi, dan 518 pemerintah kabupaten/kota.
Penurunan indeks reformasi birokrasi terjadi di tingkat pemerintah pusat, dari 72,48 pada 2017 menjadi 72,15 pada 2018. Penurunan juga terjadi di pemerintah kabupaten/kota, dari 57,72 menjadi 53,54. Sementara itu, di tingkat pemerintah provinsi terdapat sedikit kenaikan, dari 61,75 menjadi 62,73. ”Penurunan indeks reformasi birokrasi ini disebabkan oleh penerapan sistem evaluasi yang lebih ketat,” ujar Menpan dan RB Syafruddin seusai acara ”Refleksi 2018 dan Resolusi 2019 Kemenpan dan RB”, di Jakarta, Kamis (31/1/2019).
Hadir pula dalam acara itu, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, Ketua Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) Sofian Effendi, serta Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Ardan Adiperdana.
Syafruddin menjelaskan, pengetatan sistem evaluasi baru dilakukan di tahun 2018 melalui perubahan Permenpan dan RB Nomor 14 Tahun 2014 menjadi Permenpan dan RB Nomor 30 Tahun 2018 tentang Pedoman Evaluasi Reformasi Birokrasi. Perubahan dilakukan untuk memberikan penajaman pelaksanaan reformasi birokrasi pada unit kerja di lingkungan kementerian, lembaga, dan pemda, secara khusus dalam hal pelayanan kepada publik.
”Salah satu fokus reformasi birokrasi yang belum selesai akan dilanjutkan pada 2019, antara lain secara konsisten mengakselerasi perbaikan pelayanan dasar dan perizinan kepada masyarakat dan dunia usaha. Jadi, penyelenggaraan pemerintahan harus lincah, efektif, dan efisien,” tutur Syafruddin.
Sri Mulyani menambahkan, semangat reformasi birokrasi harus dimiliki oleh seluruh aparatur sipil negara sebagai pelayanan publik. Melalui reformasi birokrasi, sistem penyelenggaraan pemerintah akan berjalan efektif dan efisien.
”Kalau reformasi birokrasi terjadi di institusi publik, ini tentu sangat menentukan kemajuan bangsa. Reformasi birokrasi menjadi tulang punggung dalam perubahan kehidupan berbangsa dan bernegara,” kata Sri Mulyani.
Berorientasi publik
Sementara itu, Deputi Bidang Reformasi Birokrasi, Akuntabilitas Aparatur, dan Pengawasan Kemenpan dan RB Muhammad Yusuf Ateh menjelaskan, dalam satu tahun terakhir, penilaian reformasi birokrasi memang berubah orientasi. Awalnya, penilaian hanya dilakukan kepada pejabat eselon 1 dan 2 di instansi pemerintahan, kemudian bergeser fokusnya pada unit-unit yang melayani langsung kepada masyarakat.
”Ujung-ujungnya, reformasi birokrasi itu, kan, diharapkan terasa di masyarakat. Dulu fokusnya di atas, sekarang di bawah. Kan, itu yang penting. Sekarang ini kami masuk dalam tahap peningkatan pelayanan publik karena orang sekarang tidak hanya mencari puas tetapi secara tak disadari masyarakat menuntut lebih tinggi dari itu,” tutur Ateh.
Adapun unit pelayanan yang menjadi penilaian di pemerintah pusat, contohnya imigrasi, lembaga pemasyarakatan, kejaksaan, kepolisian resor dan kepolisian sektor, serta pengadilan. Sementara di pemerintah daerah, seperti pelayanan terpadu satu pintu (PTSP), puskesmas, kecamatan, kelurahan, rumah sakit umum daerah (RSUD), serta dinas kependudukan dan pencatatan sipil (disdukcapil).
Meski demikian, berdasarkan indeks reformasi birokrasi tahun 2018, Ateh menilai, semangat reformasi birokrasi belum sepenuhnya dimiliki aparatur sipil negara di lapangan atau tataran bawah. Karena itu, tak dimungkiri indeks reformasi birokrasi cenderung tidak mengalami kemajuan, bahkan menurun.
”Kan, bagus sistem diperbaiki, tetapi belum baik pelayanan di bawah. Belum tentu juga masyarakat bilang (pelayanannya) baik karena masyarakat menilai dari cara melayani aparatur di sana, mulai dari depan pintu masuk sampai keluar parkir, itu harus benar-benar terjaga. Jangan sampai banyak calo atau preman,” tutur Ateh.
Percepatan
Untuk mempercepat pelaksanaan reformasi birokrasi itu, Kemenpan dan RB menerapkan zona integritas dengan memberikan predikat sebagai wilayah bebas dari korupsi (WBK) atau predikat wilayah birokrasi bersih melayani (WBBM).
”Nilai zona integritas ini memengaruhi nilai reformasi birokrasi karena akan melihat wilayah itu masih ada calo, penyimpangan, pungutan liar atau tidak,” ucap Ateh.
Oleh karena itu, menurut Ateh, keberhasilan instansi memiliki predikat zona integritas setidaknya bisa menjadi salah satu indikator bahwa para aparatur di instansi tersebut tidak permisif terhadap budaya korupsi.
”Paling tidak, kami menaruh sistem yang baik. Kami beda dengan KPK yang (pemberantasan korupsinya) mulai dari penindakan. Kami mulai dari bawah, menggugah kesadaran instansi dan pemda,” ujar Ateh.