Mantan Kepala Kepolisian RI periode 1978-1982 Jenderal (Pol) Awaloedin Djamin (Purn) menghembuskan napas terakhir, di Rumah Sakit Medistra, Jakarta, Kamis (31/1/2019). Kepolisian kehilangan figur yang dikenal sebagai peletak konsep dasar menuju polisi yang profesional dan modern.
Oleh
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia periode 1978-1982 Jenderal (Pol) Awaloedin Djamin (Purn) mengembuskan napas terakhir di Rumah Sakit Medistra, Jakarta, Kamis (31/1/2019). Kepolisian kehilangan figur yang dikenal sebagai peletak konsep dasar menuju polisi yang profesional dan modern.
Awaloedin meninggal di usianya yang ke-91 karena paru-paru basah. Direncankan, jenazahnya akan dimakamkan di Taman Makam Pahlawan Kalibatan Blok P 148 B pada Jumat (1/2/2019).
Saat ini, jenazah pria kelahiran Padang, Sumatera Barat, 26 September 1927 itu, disemayamkan di kediamannya, Jalan Daha III, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.
Adik Awaloedin, Zakri Djamin, saat ditemui di rumah duka, Kamis, mengatakan, Awaloedin sudah lama mengidap paru-paru basah.
Prosedur penyedotan cairan di paru-parunya sudah intens dilakukan setiap kali kakaknya mengeluhkan sesak napas. Tak hanya itu, dia pun sudah berulang kali masuk kamar perawatan rumah sakit.
Awaloedin kembali merasakan hal yang sama pada Senin (7/1/2019). Keluarga kemudian membawanya ke Rumah Sakit Medistra. Dua hari diopname, persisnya Rabu (23/1/2019), kondisi Awaloedin justru semakin memburuk dan membuatnya harus dilarikan ke Ruang Perawatan Intensif (ICU) Medistra. Namun, dia meninggal, Kamis.
”Sebelum meninggal, beliau masih aktif membaca dan menulis. Ia tidak mau dibantu sama sekali dalam melakukannya meskipun sedang sakit,” kata Indra.
Zakri menuturkan, almarhum adalah sosok yang disiplin. Ia selalu mengerjakan setiap tugas dan mengemban kepercayaan yang diberikan kepadanya dengan sungguh-sungguh.
Awaloedin juga seorang panutan di keluarganya. Almarhum kerap memberikan nasihat dan saran kepada saudara-saudaranya. ”Ia selalu mengingatkan kami untuk selalu memperlakukan semua orang secara adil,” ungkapnya.
Sementara Indratono, menantu Awaloedin, melihat mertuanya itu sebagai seseorang yang berdedikasi tinggi. Tak hanya itu, hingga akhir hayatnya, dia masih aktif berkegiatan. ”Bapak adalah idola kami sekeluarga,” katanya.
Ditemui di rumah duka, anggota Dewan Pertimbangan Presiden Agum Gumelar mengatakan, Awaloedin merupakan seseorang dengan karier yang lengkap. Ia pernah menjabat sebagai Kapolri, Menteri Tenaga Kerja pada masa Kabinet Ampera, dan Duta Besar Republik Indonesia untuk Jerman Barat.
Dengan meninggalnya sosok Awaloedin, dia melihat, dunia kepolisian akan kehilangan. ”Beliau merupakan seorang guru bagi institusi kepolisian dan juga negara,” kata Agum.
Awaloedin, menurut Agum, juga sosok pekerja keras dan pemikir ulung. Selain itu, dia selalu berusaha menularkan pemikiran positifnya terkait bangsa dan negara kepada generasi penerus.
Sementara kepala Polri periode 2001-2005, Jenderal Polisi (Purn) Da’i Bachtiar, melihat, Awaloedin adalah sosok kapolri yang luar biasa. Dia membuka cakrawala dan meletakkan konsep dasar menuju polisi yang profesional dan modern. Pengalaman dan wawasan yang luas juga digunakan untuk membenahi kepolisian sehingga dipercaya rakyat.
”Beliau peletak dasar Polri berbenah menjadi semakin profesional dan modern. Polri kehilangan tokoh besar. Sosok panutan yang berdedikasi tinggi,” ucap Da’i.
Da’i mengenang, dirinya termasuk yang merasakan manfaat dari kiprah Awaloedin. Ini terutama saat dia mengikuti program polisi bersekolah di luar negeri. Program yang diberikan kepada perwira muda Polri untuk belajar kepolisian di luar negeri. Program ini dikembangkan oleh Awaloedin.
”Saya masih perwira muda dengan pangkat Ajun Komisaris Polisi. Beliau mengirim saya sekolah ke Jerman selama dua tahun. Hasilnya, kami (polisi) berhasil mengungkap kasus Bom Bali I dengan mengolah TKP sesuai dengan yang dipelajari di luar negeri,” pungkasnya. (Lorenzo Anugrah Mahardhika/Fransiskus Wisnu Wardhana Dhany)