Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia mendorong agar umat Islam dan bangsa Indonesia pada umumnya untuk menjaga persatuan di tengah perbedaan politik. Pemilihan umum tidak boleh merusak kehidupan berbangsa.
JAKARTA, KOMPAS— Dewan Pertimbangan Majelis Ulama Indonesia menyerukan agar umat Islam dan bangsa Indonesia pada umumnya menjadikan pemilihan umum sebagai sarana mencari pemimpin terbaik. Oleh karena itu, kontestasi demokrasi ini seyogianya juga dimaknai dalam bingkai persatuan dan kesatuan bangsa.
Terkait dengan hal itu, Majelis Ulama Indonesia (MUI) juga menganjurkan umat Islam untuk menggunakan kecerdasan politik dalam menghadapi Pemilu 2019. Dengan begitu, hak pilih digunakan berdasarkan keyakinan yang muncul dari pengetahuan politik dan hati sanubari.
Imbauan tersebut, antara lain, mengemuka setelah Dewan Pertimbangan MUI menggelar rapat pleno ke-34 di Kantor MUI Pusat, Jakarta, Rabu (30/1/2019). Rapat rutin bulanan itu membahas topik ”Umat Islam Menghadapi Pemilu atau Pilpres 2019”.
Rapat dihadiri anggota dewan yang mewakili puluhan organisasi masyarakat Islam. Acara dipimpin Ketua Dewan Pertimbangan MUI Din Syamsuddin, Wakil Ketua Dewan Pertimbangan MUI Didin Hafidhuddin, dan Wakil Sekretaris Dewan Pertimbangan MUI Natsir Zubaidi.
”MUI menganjurkan kepada seluruh bangsa, umat Islam khususnya, agar memiliki kecerdasan politik, literasi politik, agar meningkatkan kualitas demokrasi. Tidak memilih tanpa tujuan, tetapi memilih dengan keyakinan berdasarkan pengetahuan politik dan hati sanubari,” kata Din.
MUI juga menentukan kriteria subyektif dan obyektif calon pemimpin, baik legislatif maupun eksekutif, yang sebaiknya dipilih oleh umat Islam. Mereka harus secara sejati memperhatikan dan memperjuangkan kepentingan umat Islam. Lalu, mampu membawa bangsa pada kemajuan mencapai cita-cita bangsa dalam proklamasi kemerdekaan, terutama terkait dengan kedaulatan negara.
”Jadi, pilih mereka yang secara sejati memedulikan dan memperjuangkan aspirasi nasional, berdaulat secara politik, dan berkepribadian secara berbudaya. Bukan demikian hanya di narasi politik,” ujarnya.
Menjaga persatuan
Didin Hafidhuddin menambahkan, pemilu adalah sarana untuk mencari pemimpin dan perwakilan pemerintah terbaik. Pemilu, khususnya pemilihan presiden, diharapkan tidak menjadi penyebab kehancuran hubungan berbangsa.
”Kami menyerukan agar umat bangsa dan tokoh masyarakat mengedepankan persatuan dan kesatuan. Pesta demokrasi lima tahunan ini hanya alat dan sarana, jangan sampai ini menyebabkan kehancuran,” tuturnya.
Umat Islam juga diharapkan menguatkan persatuan dan kesatuan meskipun ada perbedaan dalam pilihan. Perbedaan, menurut Dewan Pertimbangan MUI, tidak boleh merusak ukhuwah Islamiyah atau persaudaraan dalam Islam karena hal tersebut merupakan keniscayaan dan kebutuhan.
Dewan Pertimbangan MUI juga menyerukan agar tokoh agama tidak mengumbar pernyataan yang mengundang konflik dan pertentangan. Demikian juga dengan pernyataan yang mengajak umat mengikuti pilihan pribadi atau kelompoknya dengan pernyataan yang tidak rasional.
”MUI menempatkan diri sebagai rumah besar umat Islam. MUI sebagai khadimul ummah atau pelayan umat dalam hal positif dan sodiqul hukumah atau pendamping penguasa dalam bagian untuk memberikan amar ma’ruf nahi munkar (menebarkan kebaikan dan menjauhi perbuatan keji),” ujarnya.
Setelah rapat pleno tersebut, MUI berencana dalam waktu dekat akan menyampaikan dan mendiskusikan rekomendasi pleno itu dengan dua pasangan calon presiden dan calon wakil presiden atau tim sukses, serta pimpinan Komisi Pemilihan Umum, Badan Pengawas Pemilu, TNI, dan Polri. (E02)