JAKARTA, KOMPAS — Nahdlatul Ulama, sebagai salah satu organisasi keagamaan, diharapkan menjadi pemelihara persatuan bangsa. Peran organisasi ini seharusnya bisa mengatasi perpecahan dan menangkal radikalisme yang mengancam hingga saat ini.
Harapan itu disampaikan beberapa tamu yang hadir dalam acara Konsolidasi Organisasi Jelang Satu Abad Nahdlatul Ulama (NU) Dalam Rangka Hari Lahir NU Ke-93, di Jakarta Convention Center, Jakarta, Kamis (31/1/2019).
Di awal acara, Presiden Joko Widodo mengungkapkan kekhawatirannya pada suasana komunikasi di dunia maya. Ejekan, fitnah, dan berita bohong dinilainya semakin menjadi dan terbawa ke ruang publik.
”Orang sudah banyak lupa dengan nilai-nilai keagamaan, etika Islami, yaitu akhlakul karimah (perilaku yang mulia), dan sopan santun. Untuk itu, saya menitipkan kepada NU, yang memiliki komitmen keagamaan, sekaligus komitmen kebangsaan,” ucap Joko Widodo.
Menurut dia, perbedaan yang hadir di tengah kehidupan bernegara dan berbangsa harus dijaga dan dirawat agar tidak menjadi sumber perpecahan. Baik pengikut NU maupun umat Islam, ia harapkan terus mendukung dan mengembangkan sikap persaudaraan, kerukunan, dan saling menghargai.
Ketua Umum Pengurus Besar NU periode 2010-2020 Said Aqil Siroj mengatakan bahwa NU selama ini telah berkontribusi besar dalam mengawal keutuhan persatuan Republik Indonesia. Selain itu, NU juga menjaga kekuatan, eksistensi budaya, jati diri Islam Nusantara, dan antiradikalisme, terlebih ekstremisme dan terorisme.
”Dengan segala suka-duka, kita menjaga amanat luhur ini sesuai firman Allah. Terhadap kebenaran, kita berani mengatakan ya. Terhadap kebatilan, walau orang lain diam atau ketakutan, kita berani tolak apa pun resikonya,” ujarnya.
Penyejuk
Untuk memastikan dapat berperan sebagai pemersatu bangsa dan mencegah radikalisme, NU harus menunjukkan sisi Islam sebagai agama sejuk. Hal ini disampaikan Kepala Kepolisian Daerah Metro Jaya Inspektur Jenderal Gatot Eddy Pramono, yang mewakili Kepala Polri Jenderal (Pol) Tito Karnavian, dalam sesi lain di acara tersebut.
”Islam masuk ke Indonesia dengan cara yang lembut. Indonesia jadi contoh bagi dunia bahwa Islam di Indonesia ini Islam yang sejuk, yang rahmatan lil alamin (rahmat dan kesejahteraan bagi seluruh alam semesta),” katanya saat mengisi ceramah dengan topik ”Identifikasi Ancaman terhadap Islam Moderat dan Stabilitas Keamanan Nasional”.
Islam sejuk dan moderat, menurut dia, bisa menangkal radikalisme yang mulai menyusup dalam sejumlah pemahaman masyarakat. Hal itu ia tunjukkan dalam berbagai survei beberapa tahun terakhir.
Survei Alvara Research Center, misalnya, menyebut lebih dari 23 persen pelajar Indonesia terpapar radikalisme. Hal serupa juga ditemukan Pusat Pengkajian Islam dan Masyarakat (PPIM) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang menyebut, sekitar 50 persen guru memiliki opini intoleran pada minoritas.
Kondisi tersebut, diharapkan Gatot, dapat ditangkal dengan pemahaman Islam moderat atau jalan tengah. Islam moderat adalah Islam yang ditempatkan dalam kerangka iman yang proporsional dan adil, yaitu mengakui dan menghormati perbedaan dalam semua aspek kehidupan.
Fungsi strategis
Para pemimpin agama, khususnya umat Islam, diharapkan menjadi contoh baik. Hal ini karena, menurut dia, mayoritas masyarakat Indonesia masih mengacu pada pola patron klien, yaitu situasi di mana pengikut patuh pada apa yang disampaikan pemimpin.
”TNI dan Polri adalah pilar pemersatu bangsa. Namun, NU juga menjadi pilar, penjaga dan perekat NKRI karena pengikutnya tersebar di seluruh Indonesia, dari tingkat kecamatan hingga desa,” ujar Gatot.
Pada kesempatan yang sama, Kepala Pusat Pembinaan Mental (Kapusbintal) TNI Laksamana Pertama Budi Siswanto yang mewakili Panglima TNI berharap NU dapat menjalankan fungsi strategisnya sebagai organisasi keagamaan terbesar di Indonesia.
”NU dan umat Islam di Indonesia harus mengokohkan peran dan fungsi strategisnya terhadap NKRI di tengah dinamika yang dihadapi bangsa saat ini,” kata Budi yang membacakan sambutan dari Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto.
NU dinilai harus mampu menjadi kekuatan sosial dalam melakukan upaya pengembangan dan pemberdayaan bagi masyarakat. NU dan umat Islam adalah komponen strategis dalam membangun dan menciptakan stabilitas nasional di berbagai bidang.
”Untuk menghadapi tantangan ke depan, sudah saatnya perjuangan NU tidak terbatas pada dimensi yang bersifat ideologis. NU harus bisa membawa masyarakat ke arah yang lebih cerdas dan sejahtera melalui pengembangan dalam aspek pendidikan dan ekonomi,” tuturnya. (ERIKA KURNIA)