JAKARTA, KOMPAS — Pengoperasian jaringan jalur kereta ringan (LRT) lintasan Jakarta, Bogor, Depok, dan Bekasi mundur 22 bulan. Hal ini terjadi karena pengembangan angkutan publik ini terganjal pembebasan lahan di Bekasi Timur untuk depo. Karena itu, pemerintah menargetkan pembebasan lahan rampung 100 persen pada Maret 2019.
Pengembangan jaringan LRT Jakarta, Bogor, Depok, dan Bekasi (Jabodebek) dibahas dalam rapat koordinasi di Kementerian Koordinator Kemaritiman, Jakarta, Kamis (31/1/2019). Menteri Koordinator Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi, dan Direktur Utama PT Adhi Karya (Persero) Tbk Budi Harto hadir dalam rapat itu.
Selama jalannya pertemuan, forum rapat secara khusus menyoroti lambannya pembebasan lahan LRT Jabodebek. ”Agak terlambat karena pembebasan lahan untuk depo,” ucap Luhut saat ditemui setelah rapat.
Pembangunan depo tersebut krusial karena menjadi satu-satunya tempat parkir seluruh rangkaian kereta LRT dengan rute jaringan operasional Bekasi-Cawang, Cibubur-Cawang, dan Cawang-Dukuh Atas dengan lintasan sekitar 44 kilometer.
Depo itu nantinya akan menampung 32 rangkaian kereta yang masing-masing terdiri atas enam kereta untuk tiga jaringan tersebut. Adapun satu kereta berkapasitas 130 orang.
Budi Harto mengatakan, pembangunan depo membutuhkan waktu 20 bulan. ”Operasionalisasi terlambat 22 bulan dari yang ditargetkan. Oleh karena itu, pembebasan lahan ditargetkan rampung pada Maret 2019,” ujarnya.
Operasionalisasi LRT untuk ketiga rute ini, menurut Budi Harto, harus menunggu rampungnya depo guna menjamin keselamatan dan keamanan pengoperasian secara menyeluruh. Sistem pengoperasian kereta dirancang untuk keberangkatan antarkereta dengan waktu tiga menit sekali.
Operasionalisasi terlambat 22 bulan dari yang ditargetkan. Oleh karena itu, pembebasan lahan ditargetkan rampung pada Maret 2019.
Adapun lahan yang harus dibebaskan untuk depo merupakan permukiman seluas 10 hektar. Budi Harto menuturkan, saat ini sudah 60 persen yang masih dalam proses pembebasan dan pembiayaan. Sementara 40 persen sisanya tidak menyetujui pembebasan lahan.
Selain itu, potensi tambahan biaya untuk proyek LRT Jabodebek sebesar Rp 300 miliar untuk persiapan dan kebutuhan alat. Budi Harto menyebutkan, sebelumnya kebutuhan anggarannya berkisar Rp 26 triliun. Saat ini, dana yang masuk ke perseroan sekitar Rp 6,5 triliun.
Dalam pembangunan LRT Jabodebek, PT Adhi Karya bertanggung jawab di ranah pengembangan konstruksi dan infrastruktur. Nantinya, pengoperasian LRT akan dijalankan PT Kereta Api Indonesia (Persero).
LRT Cibubur-Bogor
Budi Harto juga memaparkan, desain untuk pembangunan jaringan LRT Cibubur-Bogor sudah jadi. ”Kami tinggal menunggu instruksi dari pemerintah pusat untuk memulai konstruksi,” katanya.
Panjang lintasan LRT Cibubur-Bogor berkisar 30 kilometer. Ia berencana, 70 persen dari lintasan menapak pada tanah karena di area itu masih banyak area yang lowong.
Biaya untuk membangun lintasan menapak pada tanah lebih rendah Rp 150 miliar-Rp 250 miliar dibandingkan jika melayang. Perbedaan itu disebabkan desain lintasan melayang membutuhkan pekerjaan sipil yang menyangkut pilar penyangga dan fondasi.
Budi Harto juga berencana menghindari pelintasan sebidang sepanjang jalur LRT Cibubur-Bogor. ”Kalau ada potensi pelintasan sebidang, kami akan bangun melayang,” ujarnya.