MAKASSAR, KOMPAS — Proses pembersihan sumur warga dan distribusi air bersih terus dilakukan di lokasi-lokasi bekas banjir bandang di Kabupaten Jeneponto, Sulawesi Selatan. Pascabanjir pada pekan lalu, banyak warga kehilangan akses terhadap air bersih karena sumur-sumur dipenuhi lumpur.
Kondisi tersebut membuat warga kesulitan memenuhi kebutuhan air bersih untuk konsumsi. Hal itu juga menyulitkan warga dalam upaya membersihkan rumah yang dipenuhi endapan lumpur dan material lain sisa banjir bandang. Sebagian warga terpaksa menyedot air dari sawah untuk menyiram lantai dan dinding rumah.
”Kami memang menyalurkan air bersih melalui tangki-tangki air dan untuk sumur. Kami dibantu PMI (Palang Merah Indonesia) membersihkan menggunakan alat untuk menyedot lumpur. Ini agar proses pembersihan bisa berjalan lebih cepat,” kata Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Jeneponto Anwaruddin saat dihubungi, Kamis (31/1/2019).
Sejak Kamis, PMI menyalurkan bantuan air bersih untuk warga Jeneponto yang terdampak banjir. Selain itu, PMI juga menurunkan peralatan untuk menyedot lumpur di sumur-sumur warga.
Buka akses
Banjir bandang yang menerjang delapan kecamatan di Jeneponto, pekan lalu, juga menyebabkan setidaknya 15 jembatan putus. Ini membuat sejumlah desa hingga kini masih sulit ditembus.
”Kami membuat jembatan darurat yang setidaknya bisa dilalui kendaraan roda dua. Memang masih ada beberapa desa yang aksesnya sulit, tetapi kami berusaha secepatnya membuka akses. Selama masa tanggap darurat ini, selain distribusi bantuan logistik dan air bersih, pembersihan dan pembuatan jembatan darurat menjadi prioritas,” kata Anwar.
Berdasarkan data BPBD Jeneponto, banjir bandang menyebabkan lebih dari 300 rumah hanyut dan sekitar 400 rumah rusak berat. Sebanyak 40 bangunan SD, 8 SMP, dan belasan bangunan pendidikan anak usia dini (PAUD) ikut rusak. Kerugian ditaksir lebih dari Rp 180 miliar.
Sebelumnya, Gubernur Sulsel Nurdin Abdullah telah memperpanjang masa tanggap darurat bencana hingga tujuh hari, terhitung sejak Selasa (29/1/2019). Hal itu disebabkan masih ada daerah-daerah yang terisolasi akibat dampak banjir dan longsor.
”Evakuasi harus tuntas. Jangan sampai evakuasi dihentikan lantas masih ada warga belum terevakuasi,” kata Nurdin (Kompas, 30/1/2019).
Dengan status tanggap darurat diperpanjang, akses pemda ke anggaran belanja tak terduga yang sudah teralokasikan di APBD untuk kepentingan pemulihan pascabencana menjadi terbuka. Status itu juga membuka akses Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dalam mengerahkan personel dan logistik.
”Intinya status tanggap darurat diperpanjang agar penanganan dampak bencana dilakukan lebih cepat, tepat, dan akurat,” kata Nurdin.