Pengumuman Bekas Napi Korupsi Jangan Sekadar Formalitas
Oleh
Hendriyo Widi
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Langkah Komisi Pemilihan Umum mengumumkan daftar 49 calon anggota legislatif bekas narapidana korupsi diharapkan tidak hanya formalitas semata. Perlu ada mekanisme penyebaran informasi yang lebih masif agar tujuan pengumuman itu dapat ditangkap publik secara efektif.
KPU pusat bisa melibatkan KPU daerah. Selain itu, informasi rekam jejak para caleg bekas narapidana korupsi itu bisa ditempel di setiap tempat pemungutan suara.
Begitu beberapa poin yang diungkapkan sejumlah pengamat menanggapi dan mengapresiasi langkah KPU. Pada Rabu (30/1/2019) malam, KPU mengumumkan 49 caleg bekas narapidana korupsi.
Ketua Konstitusi dan Demokrasi Inisatif (Kode Inisiatif) Veri Junaidi mengatakan, langkah KPU itu membuat publik mendapatkan informasi cukup untuk mengidentifikasi calon perwakilan mereka di kursi legislatif.
”Namun, untuk efektivitas informasi tentu perlu lebih banyak mekanisme dan penyebaran informasi yang dilakukan oleh KPU. Jadi, ini tidak sekadar formalitas penyebaran semata,” kata Veri ketika dihubungi, Kamis (31/1/2019).
Peneliti Indonesia Corruption Watch, Almas Sjafrina, mengemukakan hal senada. Agar informasi rekam jejak caleg tersampaikan kepada publik secara efektif, KPU pusat dapat meminta KPU daerah turut menyebarkan informasi tersebut.
”KPU daerah bisa dilibatkan untuk penyebaran informasinya. Daftar tersebut juga bisa ditempel di papan informasi yang ada di TPS,” sarannya saat dihubungi terpisah.
KPU daerah bisa dilibatkan untuk penyebaran informasinya. Daftar tersebut juga bisa ditempel di papan informasi yang ada di TPS.
Kejujuran caleg
Caleg bekas narapidana yang statusnya telah dipublikasikan juga harus terbuka dan jujur menyebutkan statusnya saat berkampanye. Hal itu diatur Pasal 240 Ayat 1 Huruf g Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
Peneliti Institute for Criminal Justice Reform, Sustira Dirga, mengatakan, regulasi tersebut menyebutkan bakal calon anggota DPR, DPRD provinsi, dan DPRD kabupaten/kota adalah warga negara Indonesia dan harus memenuhi persyaratan. Salah satunya caleg tersebut tidak pernah dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, karena melakukan tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 tahun atau lebih.
”Pasal dan ayat dalam UU Pemilu tersebut menyebutkan juga caleg bekas narapidana itu bisa tetap maju apabila secara terbuka dan jujur mengemukakan kepada publik bahwa dirinya bekas terpidana,” katanya.
Caleg yang statusnya telah dipublikasikan juga harus terbuka dan jujur saat berkampanye.
Anggota KPU, Pramono Ubaid Tanthowi, yang ditemui di Jakarta, mengatakan, KPU juga akan mendata caleg terpidana kasus kejahatan lainnya dan akan dipublikasikan ke depannya.
”Nanti secara bertahap akan kami rilis. Ini merupakan bagian dari pendidikan politik agar masyarakat dapat memilih calon wakil rakyat yang tak punya catatan buruk, baik secara personal, publik, apalagi terkait penyelewengan keuangan negara,” ujarnya, Rabu.
Ini merupakan bagian dari pendidikan politik agar masyarakat dapat memilih calon wakil rakyat yang tak punya catatan buruk, baik secara personal, publik, apalagi terkait penyelewengan keuangan negara.
Saat ini, KPU meminta agar masyarakat fokus terlebih dulu pada nama-nama caleg bekas terpidana korupsi. Ke-49 caleg itu sebagian besar datang dari 12 partai politik yang mengikuti Pemilu 2019 dan mencalonkan diri sebagai anggota DPRD provinsi dan kabupaten/kota. Sementara, sembilan orang di antaranya mencalonkan diri sebagai anggota DPD. (ERIKA KURNIA)