JAKARTA, KOMPAS – Persaingan usaha di era digital kian meredupkan industri ritel yang mengedepankan keberadaan toko fisik. Peritel konvensional harus jeli bersiasat dalam menghadapi perubahan perilaku konsumen agar industri tersebut terus berkembang.
Meredupnya industri ritel ditandai dengan penutupan sejumlah gerai fisik. Misalnya, PT Hero Supermarket yang menutup 26 gerainya pada awal 2019. Hal itu menyusul total penjualan pada kuartal III-2018 yang mencapai 9,85 triliun. Angka itu turun satu persen dari perolehan tahun 2017, yakni 9,96 triliun.
Direktur Panin Asset Management, Ridwan Soetedja menilai, redupnya usaha ritel lantaran industri tersebut kalah bersaing dengan toko daring yang menawarkan kemudahan dalam berbelanja.
“Maraknya toko daring dengan produk serupa otomatis memukul bisnis ritel. Apalagi, pemesanan barang lewat online bisa lebih mudah, bisa dilakukan kapan saja menggunakan gawai,” ujarnya dalam rangkuman diskusi bisinis radio Pas FM, yang diterima Kompas, Rabu (30/1/2019), di Jakarta.
Hal itu senada dengan Laporan Google dan Temasek Holdings pada November 2018 yang menemukan bahwa Indonesia mengalami pertumbuhan ekonomi digital terbesar di Asia Tenggara mencapai 49 persen. Pertumbuhan itu diprediksi akan mencapai 100 miliar dollar AS pada 2025.
Salah satu faktor utama pertumbuhan pesat itu adalah ketersediaan ponsel pintar, sehingga memudahkan masyarakat untuk mendapatkan berbagai layanan via internet, mulai dari pemesanan tiket pesawat secara daring, konten digital, teknologi finansial, dan e-dagang (Kompas, 23/1/2019).
Ridwan menambahkan, masyarakat juga beralih ke produk indsutri rumahan yang memiliki kualitas tak berbeda jauh, tetapi dengan harga lebih murah. Menurutnya, konsumen saat ini juga cenderung tidak memedulikan merek, terutama untuk barang kebutuhan sehari-hari.
Managing Director Sogo Indonesia Handaka Santosa mengatakan, pihaknya lincah berinovasi agar bertahan di era digital saat ini. Inovasi dilakukan dengan membuka layanan penjualan daring serta memberikan kupon belanja yang terintegrasi dengan sistem pembayaran dan penghitungan poin loyalitas.
Handaka menilai, persaingan usaha di industri digital memaksa peritel untuk meningkatkan kreativitas dalam mendorong penjualan produk. Sebab, peningkatan kreatifitas dan inovasi sebuah produk dianggap dapat menjaga loyalitas para konsumen dan memberi nilai tambah layanan.
Luring ke daring
Senior Associate Director Colliers Indonesia, Steve Subadi Sudijanto, mengatakan, tingkat hunian pusat perbelanjaan di Central Business District (CBD) masih tinggi. Terlebih, toko-toko yang berada di dalam mal juga memiliki toko secara daring.
"Kalau luring pelanggan harus datang ke mal dan biasanya memiliki kegiatan lainnya. Apalagi saat ini mal bukan hanya menjadi tempat belanja saja, tetapi juga tempat orang melakukan bisnis. Adanya human touch ini membuat belanja luring tetap menarik," pungkas Steve.
Sementara Vice President of Growth Blibli.com, Tatum Ona Kembara, mengatakan, kolaborasi antara peritel konvensional dengan platform daring sangat terbuka. Dengan demikian, para penjual konvensional dapat meraih pelanggan lebih luas. (DIONISIO DAMARA)