Sektor Riil Berperan Besar
JAKARTA, KOMPAS
Sektor riil diyakini berperan besar dalam mendukung pertumbuhan ekonomi berkualitas. Untuk itu, Bank Indonesia terus membangun sinergi dengan instansi lain dalam menyusun bauran kebijakan.
“Kami optimistis ekonomi tahun ini lebih baik dengan pertumbuhan lebih tinggi. Kuncinya adalah sinergi dan bauran kebijakan. Kami akan terus bersinergi dengan pemerintah, Otoritas Jasa Keuangan, dan dunia usaha,” kata Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo dalam “Dialog Ekonomi Perbankan bersama Gubernur BI” yang diselenggarakan Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Rabu (30/1/2019), di Jakarta.
BI memproyeksikan pertumbuhan ekonomi 2019 berkisar 5-5,4 persen, dengan kecenderungan pada 5,2 persen.
Terkait sinergi dan bauran kebijakan, lanjut Perry, ada lima kebijakan yang menjadi fokus BI. Pertama, kebijakan moneter dilakukan untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah. Sementara, empat kebijakan lainnya dilakukan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, yakni kebijakan makroprudensial, sistem pembayaran, pendalaman pasar keuangan, dan ekonomi keuangan syariah.
Tahun lalu, BI telah merelaksasi besaran uang muka pembelian rumah yang merupakan kebijakan makroprudensial. BI juga mendukung kebijakan deregulasi terkait investasi, kebijakan pengurangan pajak, hingga penyederhanaan prosedur ekspor dan logistik.
Menurut Perry, promosi ekspor mesti terus dilakukan, misalnya untuk produk otomotif, garmen, dan baja. Ekspor mesti digenjot untuk mengurangi defisit transaksi berjalan.
BI juga mendukung pemerintah untuk melakukan reformasi struktural dengan membangun industri manufaktur. Dengan demikian, Indonesia tidak hanya bergantung pada komoditas.
“Kami sedang mengeksplorasi instrumen prudensial dalam rangka mendorong ekspor untuk mendorong pariwisata,” ujar Perry.
Di sektor moneter, meski tahun lalu rupiah terdepresiasi 5,8 persen, namun masih lebih baik dibandingkan dengan negara-negara berkembang lain. Tren nilai tukar rupiah terhadap dollar AS cenderung stabil dan diproyeksikan masih bisa menguat.
Berdasarkan kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate, nilai tukar per Rabu (30/1) sebesar Rp 14.112 per dollar AS. Adapun pada 2 Januari 2019, nilai tukar Rp 14.465 per dollar AS.
Suku bunga
Dalam kesempatan itu, ekonom Indef Aviliani mengatakan, untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, BI diharapkan berani menurunkan suku bunga acuan. Saat ini, suku bunga acuan BI 6 persen.
Menurut Aviliani, ke depan, perbankan akan menghadapi tantangan dalam persaingan mendapat likuiditas. Tidak hanya dari sesama bank, tetapi juga teknologi finansial. Oleh karena itu, bank mesti kreatif membuat produk yang dapat mendorong pendapatan berbasis jasa dan tidak hanya menggantungkan pendapatan bunga.
“Sekarang sekitar 43 persen adalah pasar generasi milenial yang ke depannya akan naik menjadi 70 persen. Pola ini berubah sehingga harus diantisipasi sejak sekarang. Bank akan tetap berfungsi tapi fungsinya turun sehingga bank harus kreatif membuat produk,” kata Aviliani.
Sementara, Presiden Direktur PT Bank Central Asia Tbk Jahja Setiaatmadja menyampaikan, riset terhadap beberapa perusahaan menunjukkan optimisme pada tahun ini. Namun, Jahja justru mengkhatirkan likuiditas di pasar keuangan. Apalagi, perbankan mesti bersaing dengan pemerintah yang menerbitkan surat utang.
Sementara itu, Ketua Komisi XI DPR RI Melchias Marcus Mekeng mengatakan, digitalisasi di segala bidang tidak terhindarkan. Perusahaan rintisan muncul dan mulai menggeser perusahaan konvensional. Dia berharap, instansi, seperti Otoritas Jasa Keuangan mengantisipasi kemungkinan negatif yang bisa timbul, semisal kegiatan peminjaman uang melalui perusahaan teknologi finansial.
“Perlu disiapkan aturan kalau nanti ada kreasi-kreasi baru, sehingga bisa didukung dan tidak terjadi resistensi,” kata Melchias. (NAD)