JAKARTA, KOMPAS — Anggota Badan Keamanan Laut RI menahan dua kapal, yaitu satu kapal tanker dan satu kapal ikan, karena diduga melakukan transaksi solar ilegal. Kapal tanker tersebut biasa menjual solar ke kapal-kapal di perairan Teluk Jakarta.
”Bakamla RI pasti mendukung semua kebijakan pemerintah, salah satunya adalah satu harga (bahan bakar minyak) dari Sabang sampai Merauke,” ucap Direktur Operasi Laut Badan Keamanan Laut (Bakamla) Laksamana Pertama Nursyawal Embun, Jumat (1/2/2019), saat meninjau kapal yang ditahan di Teluk Jakarta. Penahanan ini, menurut dia, merupakan bentuk upaya Bakamla menertibkan dan membina pemilik dan operator kapal terkait penggunaan bahan bakar minyak (BBM).
Kapal tanker itu bernama MT Sagaratama 1, sedangkan kapal ikan bernama KM Harapan Kita Jaya. Anggota Bakamla menangkap kedua kapal itu saat kapal tanker sedang mentransfer solar ke kapal ikan pada hari Kamis (31/1). Embun mengatakan, kapal tanker tersebut mengangkut HSD atau high speed diesel.
BBM itu dicurigai ilegal karena solar untuk transportasi yang dijual Pertamina wajib mengikuti ketentuan pemerintah dalam program B20, yaitu solar merupakan campuran 20 persen biodiesel (berbahan baku minyak kelapa sawit) dan 80 persen minyak solar. Meski demikian, kata Embun, pihaknya akan memastikan terlebih dahulu tentang boleh-tidaknya HSD dijual kepada kapal.
Namun, kecurigaan petugas bertambah karena nakhoda kapal tanker itu tidak langsung menunjukkan dokumen resmi muatan solar. ”Kalau legal, dalam hitungan jam saja dia sudah bisa menunjukkan (dokumen resmi muatan solar). Kami sudah cukup berpengalaman dengan modus-modus seperti itu,” ujarnya.
Kepala Subbagian Humas Bakamla Letnan Kolonel Mardiono menambahkan, kapal tanker tersebut dinakhodai warga negara Indonesia berinisial SF, dengan 10 anak buah kapal. Adapun kapal ikan, saat ditangkap, dikemudikan bukan oleh nakhoda, melainkan kepala kamar mesin (KKM), dan total awak kapal saat itu tiga orang di sana.
Kapal tanker waktu bertransaksi sedang berlayar dari Marunda menuju Muara Baru sekitar pukul 12.00. Saat diamankan, kapal sudah mentransfer 41 ton solar ke kapal ikan. Total bobot solar yang akan ditransfer direncanakan sebanyak 60 ton. ”Sisa muatan BBM di kapal tanker 30-35 ton,” kata Mardiono.
Menurut pengakuan pemilik kapal, BBM dibeli dari kapal-kapal nelayan, bukan dari Pertamina. Operator dan pemilik pun tidak bisa menunjukkan dokumen resmi jual-beli BBM dari Pertamina saat diperiksa.
Kapal ikan yang membeli BBM dari kapal tanker tersebut berencana berlayar dari Muara Baru menuju daerah penangkapan ikan di pesisir barat Sumatera. Kapal mengisi BBM terlebih dulu karena berencana menangkap ikan selama enam bulan ke depan. Sebelumnya, kapal ikan asal Pekalongan itu sudah berlayar selama setengah tahun dengan membawa hasil tangkapan 150 ton ikan cakalang.
Embun mengatakan, untuk saat ini, kapal akan tetap lego jangkar di tengah laut dan Bakamla memeriksa di sana. Pemeriksaan itu juga akan menentukan pihak-pihak yang berwenang menyidik selanjutnya. Berdasarkan Pasal 53 huruf b Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi, pengangkutan tanpa izin usaha pengangkutan dipidana penjara paling lama empat tahun dan denda paling besar Rp 40 miliar.
Embun juga melihat ada dugaan pelanggaran peraturan pelayaran. Sebab, kapal ikan dikemudikan oleh KKM, semestinya kapal senantiasa dipimpin oleh kapten saat sedang bergerak. Meski demikian, ia menjamin Bakamla mengedepankan asas praduga tak bersalah.