Isu guru honorer ditargetkan baru akan tuntas di 2023. Waktu yang lama dibutuhkan karena pemerintah tidak mungkin merekrut sedikitnya 736.000 guru honorer yang ada saat ini, menjadi pegawai aparatur sipil negara dalam waktu singkat.
Oleh
Ayu Pratiwi
·3 menit baca
PANGKAL PINANG, KOMPAS — Isu guru honorer ditargetkan baru akan tuntas pada 2023. Waktu yang lama dibutuhkan karena pemerintah tidak mungkin merekrut sedikitnya 736.000 guru honorer yang ada saat ini menjadi pegawai aparatur sipil negara dalam waktu singkat.
”Pemerintah tidak bisa mengangkat 736.000 guru honorer secara sekaligus sehingga kita rencanakan isu (honorer) ini selesai hingga 2023,” kata Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy saat meresmikan SMP Muhammadiyah Muntok dan Panti Asuhan KH Ahmad Dahlan di Muntok, Kabupaten Bangka Barat, Kepulauan Bangka Belitung, Kamis (31/1/2019).
Jumlah 736.000 guru honorer tersebut, sekitar 28 persen dari total 2,6 juta guru.
Hingga 2023, dia melanjutkan, ada dua cara yang ditempuh untuk menyelesaikan seluruh guru honorer menjadi ASN.
Pertama, melalui tes calon pegawai negeri sipil (CPNS).
Muhadjir memahami tidak semua guru honorer masih bisa memenuhi syarat untuk mengikuti tes CPNS. Salah satunya, syarat harus berusia di bawah 35 tahun. Oleh karena itu, bagi mereka yang tidak memenuhi syarat ini, ada opsi kedua yang diberikan pemerintah.
Opsi kedua itu adalah menjadi pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK). Di Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang ASN disebutkan, PPPK merupakan bagian dari pegawai ASN selain PNS.
Opsi untuk menjadi PPPK juga diberikan kepada para guru honorer yang tidak lolos dalam tes seleksi CPNS 2018.
Sebelumnya, Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Menteri PANRB) Syafruddin mengatakan akan ada perekrutan 150.000 orang untuk menjadi PPPK tahun ini. Dari total 150.000 yang akan direkrut menjadi PPPK, sekitar 50.000 di antaranya guru honorer.
Namun, jika tes CPNS ataupun PPPK tidak lolos juga, Muhadjir mengatakan, mereka tetap bisa menjadi guru honorer.
Bagi mereka ini, pemerintah sedang mengupayakan agar mereka memperoleh gaji setara dengan upah minimum regional. Selama ini, mereka hanya memperoleh upah yang besarnya di bawah Rp 1 juta per bulan.
”Pemerintah berupaya keras agar nasib guru, khususnya guru honorer, ditingkatkan kesejahteraannya selayaknya seorang guru. Guru adalah profesi termulia di dunia. Tidak ada satu pun profesi di dunia yang tidak lahir dari tangan seorang guru,” kata Muhadjir.
Untuk perbaikan kesejahteraan guru honorer itu, dia melanjutkan, ada kemungkinan uangnya akan diambil dari dana alokasi umum (DAU) serta anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) tempat honorer bekerja.
Tetap honorer
Sementara Gubernur Bangka Belitung Erzaldi Rosman Djohan berjanji akan meningkatkan gaji guru honorer di wilayahnya.
Saat ini, gaji guru honorer tingkat SMA dan SMK yang berada di bawah kewenangan pemerintah provinsi mencapai Rp 2,2 juta.
Adapun gaji guru honorer SD dan SMP yang berada di bawah kewenangan pemerintah kabupaten/kota lebih rendah, yaitu sekitar Rp 1 juta.
”Jangan sampai perbedaan kewenangan ini mengakibatkan gaji guru honorer yang jomplang,” kata Erzaldi.
Untuk itu, pihaknya mempertimbangkan mengalokasikan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Provinsi Bangka Belitung untuk menambah gaji guru honorer yang berada di bawah kewenangan pemerintah kabupaten/kota.
”Kalau gajinya ditambah, jangan sampai profesionalismenya berkurang. Semoga tambahan gaji ini menjadi kewajiban bagi para guru honorer meningkatkan kemampuannya, sejatinya seorang guru,” kata Erzaldi.