Jika Waktu Berulang, Basuki Tetap Ingin Masuk Penjara
Oleh
Andy Riza Hidayat
·4 menit baca
Sejak keluar dari penjara, pada 24 Januari lalu, mantan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias BTP belum pernah sekali pun melakukan wawancara resmi dengan media. Harian Kompas berkesempatan secara eksklusif mewawancarai Basuki saat dia mengunjungi sahabatnya, Banu Astono, wartawan Kompas yang tinggal di Cimanggis, Kota Depok Jawa Barat, Rabu (30/1/2019).
Kepada Banu, Basuki menuturkan, hidup di penjara tidak membuat pikirannya terpenjara. Dia merenungi perjalanan hidupnya setelah berada di sana. Tidak ada yang perlu disesali. Basuki justru mensyukuri sempat hidup di penjara. Bahkan, jika waktu bisa diputar ulang, dia tetap ingin hidup di penjara.
Mengapa demikian? Simak bagian kedua wawancara eksklusif dengan Basuki.
Pelajaran apa yang Anda dapat selama di penjara?
Di penjara itu ibarat mengikuti program master. Ada teman bertanya, apakah mau jadi gubernur lagi jika waktu diputar ulang? Jujur saya bilang, jika waktu diputar balik dan menjadi gubernur pun, saya mau pilih masuk penjara.
Jika jadi gubernur, saya hanya menguasai Balai Kota Jakarta dalam lima tahun. Mungkin tambah percaya diri, tambah arogan, tidak sempat baca buku, tidak sempat berpikir holistik. Saya kerja dari 04.00 hingga 23.00, belum lagi bangun dini hari mengecek pasukan biru dan pasukan oranye melalui telepon genggam. (Sebagai gubernur) Saya mesti menyapa mereka. Selamat pagi, hati-hati kerja. Itu yang saya sampaikan setiap hari.
Tetapi, jika di penjara saya bisa menguasai diri sendiri. Jika tidak dapat menguasai diri, hidupmu akan sesak. Sebab, banyak hal yang tidak akan kamu terima. Seperti saya, jika tidak menguasai diri, saya akan terus bertanya, apa salah saya masuk penjara. Mana ada gubernur aktif ditangkap masuk penjara. Ini cuma ada di agresi militer Belanda. Memang saya penjahat? Jika dipikir panjang, ini tidak masuk akal. Jika saya ada kebencian, saya tidak akan datang ke rumah ini. Karena itu, jika Anda menghadapi kesulitan, harus dihadapi dengan perspektif yang benar. Ini penting.
Apakah Anda menaruh dendam kepada mereka yang pernah ikut andil memenjarakan Anda?
Tidak.
Bagaimana Anda bisa berpikir seperti itu?
Saya banyak belajar dari orang-orang yang datang ke penjara, dari buku, dan dari perenungan saya. Sekarang saya tidak perlu berpikir macam-macam menghadapi perbedaan pandangan. Buat apa saya meladeni, untungnya apa.
Misalnya, ada perdebatan antara sebuah gagasan. Dahulu (sebelum masuk penjara), saya dulu tertantang untuk meminta penjelasan orang yang berbeda pendapat dengan lawan debat berjam-jam. Sekarang tidak lagi. Buat apa.
Jika cara berpikirnya berbeda, buat apa diperdebatkan.
Apakah ada buku yang menginspirasi Anda terkait pandangan Anda saat ini?
Saya banyak baca buku, salah satunya buku yang bercerita tentang biksu. Dia dituduh membunuh tetangganya. Orang-orang menuding biksu itu pembunuh tetangganya sendiri. Tetapi, dia tidak membantah tudingan itu. Dia hanya mengatakan, ”Baiklah.” Hingga kemudian terbukti orang yang membunuh tetangganya bukan si biksu itu. Orang yang dulu menuduhnya meminta maaf kepada biksu. Biksu tetap seperti sikapnya semula, ”Baiklah.”
Saya banyak belajar dari orang-orang yang datang ke penjara, dari buku, dan dari perenungan saya. Sekarang saya tidak perlu berpikir macam-macam menghadapi perbedaan pandangan. Buat apa saya meladeni, untungnya apa
Apa artiya ini?
Jika Anda difitnah, pasti itu atas seizin Tuhan. Jika Anda menggugat, Anda lama-lama akan menggugat telur burung unta pertama kali di mana, kasih tahu saya. Ini tidak akan selesai. Makanya, ada pertanyaan dalam diri saya apakah mau belajar atau tidak? Buku-buku itu membuat saya tercerahkan.
Hal apa yang sekarang ada dalam pikiran Anda?
Saya berusaha untuk mengurangi kebencian. Jika dibiarkan, nanti sesak hidup ini. Di salah satu buku yang saya baca, ada kalimat yang mencerahkan saya. Jika kamu memaafkan seseorang, sebenarnya kamu melepaskan seseorang dalam penjara, dan tahanan itu adalah kamu sendiri. Saya pikir ini benar.
Sekarang, saya sedih tidak terlalu sedih, seneng tidak terlalu seneng, wajar-wajar saja. Saat di penjara, saya tidak pernah lihat TV. Setelah keluar, keluarga membelikan TV baru, anehnya saya tidak ingin melihat TV, apalagi bingung memainkan tombol remote.
Dulu saya sering lihat HP (telepon seluler) jika jalan. Sekarang saya pusing lihat HP jika jalan di mobil. Saya pakai jam tangan yang bisa nyambung dengan sistem HP.
Apa saja rencana Anda dalam waktu dekat ini?
Saya mau jalan-jalan, berangkat Februari pulang akhir April atau awal Mei. Paling lama saya akan pergi ke Jepang. Saya, kan, dipenjara 21,5 bulan. Saya pergi selama itu wajar dong. Di Jepang mau lihat bunga sakura mekar, di Malaysia mau makan durian. Sebelumnya, saya mau pulang ke Belitung dan periksa gigi. Saya sekarang sudah punya SIM jadi mau mencoba mobil baru dulu.
Tidak terasa obrolan kami berlangsung 1 jam 30 menit, padahal hari itu Basuki berencana ingin menemui sejumlah orang. Banu Astono selaku tuan rumah meminta maaf tidak dapat menyambut kebebasan Basuki dari Mako Brimob. Namun, dia yakin persahabatan tak lekang oleh waktu. Basuki akan menemui para sahabatnya pada kesempatan berikutnya.