Kenaikan Harga Pangan Pokok Picu Inflasi Awal Tahun
JAKARTA, KOMPAS — Inflasi pada Januari 2019 sebesar 0,32 persen. Kontribusi terbesar dari inflasi pada awal tahun itu adalah kenaikan harga bahan pangan yang mudah bergejolak. Kendati lebih rendah dari dua tahun sebelumnya, ini tetap menjadi alarm pengingat bagi pemerintah agar mewaspadai dan menjaga harga pangan agar tidak membebani masyarakat.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, inflasi dari kelompok bahan makanan itu sebesar 0,92 persen. Andilnya terhadap inflasi awal tahun ini sebesar 0,18 persen. Komoditas pangan dominan memberikan sumbangan inflasi, yaitu ikan segar (0,06 persen) dan beras (0,04 persen).
Selain kedua komoditas itu, sejumlah bahan pangan lain yang berkontribusi terhadap inflasi antara lain adalah tomat sayur (0,03 persen), daging ayam ras dan bawang merah (0,02 persen), serta telur ayam ras dan cabai rawit masing-masing sebesar 0,01 persen.
Kepala BPS Suhariyanto dalam konferensi pers di Jakarta, Jumat (1/2/2019), mengatakan, bobot beras terhadap penghitungan inflasi cukup besar, yaitu 3,8 persen. Maka, jika terjadi perubahan harga sekecil apa pun, hal itu akan berdampak besar kepada inflasi.
Sebenarnya kenaikan harga beras itu wajar dan dapat dikatakan relatif stabil karena hanya terjadi di beberapa kota. Kondisi itu berbeda dengan Januari 2018 di mana beras menyumbang inflasi hingga 0,24 persen.
”Tak hanya beras, inflasi juga terpengaruh dari kenaikan harga telur ayam dan daging ayam ras. Sementara produk-produk pertanian tergantung dari cuaca. Hal itu perlu menjadi perhatian utama pemerintah karena harga pangan sangat dipengaruhi cuaca,” katanya.
Baca juga: 2019 Harus Jadi Momentum Perbaikan Produktivitas Beras
Suhariyanto menambahkan, inflasi sebesar 0,32 persen itu merupakan modal yang bagus di awal tahun. Angka inflasi itu jauh lebih rendah dibandingkan Januari 2016 dan 2017 yang masing-masing sebesar 0,62 persen dan 0,97 persen. Suhariyanto berharap tren baik ini diharapkan terus dipertahankan sehingga ke depan inflasi dapat tetap terkendali.
Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa Yunita Rusanti menambahkan, stabilisasi harga bahan makanan itu harus diutamakan. Hal itu dapat dilakukan dengan cara antara lain menjaga jangkauan harga, ketersediaan pasokan, kelancaran distribusi, dan komunikasi yang efektif.
”Tren ketersediaan beras di awal tahun ini bagus. Namun, walaupun suplai cukup, pemerintah tetap harus memperhatikan persoalan distribusi antardaerah. Apabila distribusi tidak seimbang, itu juga dapat menyebabkan kenaikan harga,” katanya.
Baca juga: Banjir Rendam 20.628 Ha Lahan Sawah
Walaupun suplai cukup, pemerintah tetap harus memperhatikan persoalan distribusi antardaerah. Apabila distribusi tidak seimbang, itu juga dapat menyebabkan kenaikan harga.
Harga tertingi
Litbang Kompas mencatat, rata-rata kenaikan harga gabah dan beras tertinggi selama lima tahun terakhir terjadi pada Januari 2015. Saat itu harga gabah naik sebesar 15 persen. Adapun rerata kenaikan harga beras sebesar 12,8 persen pada periode yang sama.
Pada tahun berikutnya, pemerintah mampu menekan lonjakan harga dua komoditas tersebut. Kenaikan harga gabah dan beras di Januari 2016 masing-masing sebesar 3,9 persen dan 4,9 persen.
Pada 2017 pemerintah tidak hanya menekan laju kenaikan harga, namun berhasil juga menurunkan harga gabah dan beras. Sebagai gambaran, harga GKG (Gabah Kering Giling) pada Januari 2016 sebesar Rp 5.689 per kg turun menjadi Rp 5.542 per kg pada Januari 2017.
Persentase penurunan harga tercatat 2,5 persen. Hal ini juga terjadi pada harga beras medium yang turun sebesar 6 persen menjadi Rp 9.010 per kg dari Rp 9.584 per kg di tahun sebelumnya.
Harga gabah dan beras sempat melonjak di 2018. Kenaikan harga beras medium pada Januari 2018 dari Rp 9.010 per kg menjadi Rp 10.177 per kg. Hal yang sama terjadi pada harga gabah kering panen dengan harga Rp 5.415 per kg dibandingkan harga di tahun sebelumnya yakni Rp 4.734 per kg.
Pada awal tahun ini, harga gabah dan beras kembali menurun. Dibanding awal tahun lalu, rata-rata harga gabah dan harga beras turun 2,4 persen.
Pada awal tahun ini, harga gabah dan beras kembali menurun. Dibanding awal tahun lalu, rata-rata harga gabah dan harga beras turun 2,4 persen.
BPS juga menyebutkan, inflasi juga berasal dari kelompok makanan jadi serta kelompok perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar. Inflasi dari kelompok makanan jadi sebesar 0,27 persen atau menyumbang 0,05 persen terhadap inflasi.
Adapun dari kelompok perumahan, air, listrik, gas, dan bahan bakar, inflasi sebesar 0,28 persen dan menyumbang 0,07 persen terhadap inflasi. ”Inflasi ini utamanya terjadi karena kenaikan tarif sewa rumah dan upah tukang atau buruh bangunan,” ujar Suhariyanto.
Tiket pesawat
Deflasi justru terjadi pada kelompok pengeluaran untuk transportasi, komunikasi, dan jasa keuangan, yaitu sebesar 0,16 persen. Kontribusinya terhadap inflasi sebesar 0,04 persen.
Komoditas yang memberikan sumbangan deflasi adalah bensin sebesar 0,04 persen sebab ada kenaikan harga Pertalite, Pertamax, dan Pertamax Turbo. Selain itu, penurunan harga tiket kereta api juga memberikan andil deflasi sebesar 0,02 persen.
”Yang tidak biasa justru tarif angkutan udara. Pada Januari 2019 tarif angkutan udara masih menyumbang inflasi sebesar 0,02 persen, padahal melihat pola tahunannya tarif angkutan udara turun setiap awal tahun. Namun, saat ini tarif angkutan udara sudah berangsur menurun kembali,” kata Suhariyanto.
Yang tidak biasa justru tarif angkutan udara. Pada Januari 2019 tarif angkutan udara masih menyumbang inflasi sebesar 0,02 persen, padahal melihat pola tahunannya tarif angkutan udara turun setiap awal tahun.
Secara umum, inflasi tahunan (Januari 2018 ke Januari 2019) tercatat sebesar 2,82 persen. Adapun inflasi inti sebesar 0,30 persen. Inflasi inti tersebut terutama berasal dari komponen harga yang mudah bergejolak, yaitu 0,97 persen, sedangkan dari komponen harga yang diatur pemerintah terjadi deflasi sebesar 0,12 persen.
Baca juga: Pembatalan Penerbangan Naik 100 Persen Lebih
Sebelumnya, Ketua Asosiasi Perusahaan Perjalanan Wisata Indonesia Sumsel Anton Wahyudi menilai, kebijakan bagasi berbayar yang diterapkan di sejumlah maskapai sejak Januari menjadi salah satu penyebab harga tiket pesawat melambung tinggi.
Anehnya, ada perbedaan tarif yang mencolok antara penerbangan domestik dan internasional. Anton mencontohkan, harga tiket Jakarta-Batam Rp 1,1 juta hingga Rp 1,7 juta. Sementara harga tiket Jakarta-Singapura Rp 500.000 sampai Rp 1,2 juta (Kompas.id, 25 Januari 2019). (SHARON PATRICIA).