BERGAMO, RABU – Absennya para pemain kunci di lini belakang membuat Juventus kehilangan keseimbangan. “Si Nyonya Besar” pun gugup saat menghadapi Atalanta pada laga perempat final Piala Italia di Stadion Atleti Azzurri d’Italia, Kamis (31/1/2019) dini hari WIB. Mereka pulang dan melupakan mimpi meraih tiga gelar juara pada musim ini.
Atalanta merupakan lawan yang berat bagi Juventus yang musim ini belum pernah kalah di Liga Italia. Akhir Desember 2018, kedua tim sudah bertemu di kandang Juventus dan laga berakhir imbang 2-2. Itu merupakan hasil imbang kedua yang didapat Juventus di Liga Italia musim ini.
Kesalahan Si Nyonya Besar pada laga perempat final Piala Italia kemarin adalah datang ke kandang Atalanta dengan lni belakang yang pincang. Bek kunci seperti Andrea Barzagli dan Leonardo Bonucci sedang menjalani pemulihan cedera dan tinggal bek gaek Giorgio Chiellini yang menjadi motor.
Juventus masih baik-baik saja hingga Chiellini mengalami cedera dan harus diganti pada menit ke-27. Petaka mulai terjadi ketika gelandang Atalanta Timothy Castagne bisa mendapat ruang untuk menembak dan mencetak gol pertama pada menit ke-37.
Dua menit kemudian, Duvan Zapata juga memanfaatkan kebingungan lini belakang Juventus untuk menambah keunggulan menjadi 2-0. Pemain asal Kolombia itu pun lantas menjadi pahlawan di Bergamo karena juga mencetak gol ketiga bagi Atalanta pada menit ke-86.
“Bahkan, seorang pendukung Atalanta yang paling optimistis pun tidak menyangka kemenangan seperti ini akan terjadi,” kata pelatih Atalanta Gian Piero Gasperini. Kini Atalanta tinggal dua langkah lagi untuk merebut trofi Piala Italia yang terakhir kali mereka raih pada tahun 1963. Pada babak semifinal, mereka akan bertemu Fiorentina yang secara mengejutkan bisa melibas AS Roma 7-1 pada laga perempat final lainnya.
Ketajaman hilang
Rapuhnya lini belakang Juventus turut mempengaruhi permainan tim secara keseluruhan. Lini belakang seharusnya menjadi fondasi tim untuk membangun serangan. Akibatnya, lini serang Juventus yang diperkuat trio Cristiano Ronaldo, Paulo Dybala, dan Federico Bernardeschi ikut kehilangan ketajamannya malam itu.
Juventus pun mencatat rekor buruk musim ini, yaitu untuk pertama kalinya tidak bisa mencetak gol pada laga kompetitif. Untuk pertama kalinya pula sejak dikalahkan Napoli 0-1 pada April 2018, Juventus kembali kalah dari tim Italia lainnya.
“Pemain juga manusia biasa yang tidak bisa selalu berada di atas (selalu menang). Malam ini semuanya menjadi kacau,” kata Pelatih Juventus Massimiliano Allegri. Permainan buruk Juventus juga membuat Allegri tidak bisa menahan emosinya di pinggir lapangan. Ia diusir wasit karena melempar jaketnya ke tanah saat melampiaskan kekesalannya.
Allegri dan Juventus pun gagal meraih trofi Piala Italia beruntun untuk kelima kali. Mereka kini tinggal fokus menatap dua target tersisa, yaitu juara Liga Italia dan Liga Champions. “Sekarang lupakan kekalahan ini dan fokus untuk menghadapi Parma (pada laga Liga Italia berikutnya),” kata Allegri.
Wakil Italia tumbang
Kekalahan Juventus dan Roma menunjukkan sinyal bahaya bagi Italia. Kedua tim itu merupakan wakil Italia yang tersisa pada babak 16 besar Liga Champions yang akan berlangsung pertengahan Februari 2019. Penampilan mereka justru sedang menurun ketika kompetisi bergengsi seperti Liga Champions akan bergulir.
Kekhawatiran lebih besar terjadi di kubu Roma. Kebobolan tujuh gol dan hanya bisa mencetak satu gol saat melawan Fiorentina membuktikan masalah besar di tim. Mereka harus segera berbenah sebelum menghadapi FC Porto di Liga Champions.
“Saya akan mengevaluasi tim dengan kepala dingin. Jujur suasana hati saya saat ini sedang buruk,” kata Pelatih AS Roma Eusebio Di Francesco, dikutip laman Football-Italia.
Setelah kekalahan memalukan AS Roma itu, kabar mengenai pemecatan Di Francesco beredar. Namun, ia diperkirakan masih bertahan dan memimpin Roma menghadapi AC Milan pada laga Liga Italia pekan depan. (AFP/REUTERS)