Kurangi Kadar Air Pada Bokar Untuk Dongkrak Harga Karet
Petani diminta untuk memperbaiki kualitas bahan olah karet yang mereka hasilkan, termasuk meningkatkan kadar kering karet (K3) dengan menggunakan bahan pembeku yang tepat. Cara ini dinilai ampuh untuk meningkatkan harga karet, yang dalam empat tahun terakhir selalu anjlok.
Oleh
Rhama Purna Jati
·3 menit baca
PALEMBANG, KOMPAS—Petani diminta untuk memperbaiki kualitas bahan olah karet yang mereka hasilkan, termasuk meningkatkan kadar kering karet (K3) dengan menggunakan bahan pembeku yang tepat. Cara ini dinilai ampuh untuk meningkatkan harga karet, yang dalam empat tahun terakhir selalu anjlok.
Hal ini mengemuka setelah Gubernur Sumatera Selatan Herman Deru mempertemukan sejumlah pemangku kepentingan di Palembang, Jumat (1/2/2019). Hadir dalam pertemuan tersebut Gabungan Perusahaan Keret Indonesia (Gapkindo) Sumsel, Unit Pengolahan dan Pemasaran Bokar Nasional, dan Balai Riset dan Standarisasi Industri Palembang. Hadir juga perwakilan petani karet dari sejumlah daerah.
Herman menyatakan, untuk memperbaiki harga karet, petani diminta untuk mengolah karet dengan bahan yang tepat, terutama dalam membekukan bahan olahan karet rakyat (bokar). Selama ini, petani masih menggunakan tawas dan cuka parah untuk membekukan getah karet. Padahal cara ini membuat kadar air di dalam karet meningkat. “Seharusnya petani menggunakan asam semut atau asap cair untuk membekukan karet,” kata dia.
Namun, dalam pelaksanaannya petani terkendala dengan keterbatasan peralatan, yakni alat ukur kadar air di dalam bokar. Selama ini, dalam proses transaksi jual beli karet terkadang tidak melakukan pengukuran kadar air secara benar sehingga petani kerap kali dirugikan. Mereka hanya berdasarkan pandangan mata.
Herman telah menginstruksikan Balai Riset dan Standarisasi Industri (Baristand) Palembang untuk menyelesaikan salah satu hasil penelitian mereka yakni alat ukur kadar air yang lebih murah dibanding alat ukur kadar air yang ada di pabrikan. “Kalau alat pengukur kadar air di pabrikan bisa mencapai miliaran, sedangkan alat buatan baristand hanya seharaga Rp 6 juta per unit,” ucapnya.
Ketua Gapkindo Sumsel Alex K Eddy mengatakan, selama ini petani memproduksi karet dengan K3 berkisar 40-45 persen. Padahal, apabila mereka melakukan pembekuan secara benar, K3 yang bisa dihasilkan mencapai 55 persen.
Alex mencontohkan untuk harga karet di atas kapal (FOB) saat ini sekitar 1,3 dolar AS per kg. Apabila K3 berkisar 40-45 persen maka petani hanya mendapatkan pendapatan sekitar Rp 6.200 per kg. Namun, apabila petani bisa menghasilkan 55 persen K3, petani bisa mendapatkan hasil sekitar Rp 8.500 per kg.
Rencananya, Gapkindo Sumsel akan memberikan bantuan kepada petani berupa asap cair setiap kilogram karet yang mereka buat. “Dengan ini diharapkan ongkos produksi bisa lebih ringan,” katanya. Namun, pihaknya masih menunggu keputusan dari Kementerian Pertanian yang juga berencana memberikan bantuan yang sama.
Kepala Bidang Pengolahan dan Pemasaran Hasil Dinas Perkebunan Sumatera Selatan Rudi Arpian mengatakan, sebelumnya pertemuan dengan semua pemangku kepentingan sudah diadakan di markas Polda Sumsel. Dalam pertemuan itu disepakati adanya pemberian bantuan bahan pembeku dari Gapkindo kepada petani. “Agar bantuan sampai pada petani, pengantarannya akan dikawal oleh pihak kepolisian,” ucapnya.
Kepala Baristand Palembang Syamdian mengatakan, pihaknya sedang menguji sebuah alat sederhana untuk memeriksa kadar air yang ada di dalam bahan olah karet. Mesin tersebut merupakan gabungan dari mesin press untuk berguna mengurangi kadar air, oven sebagai pengering dan timbangan.
"Saat ini, kami sedang mencoba produk ini ke laboratorium untuk diverifikasi dengan SNI, guna menguji apakah alat tersebut sudah sesuai standar atau belum. Kami diberi waktu 10 hari untuk menyelesaikan alat ini,” ungkapnya. Dengan adanya alat ini, diharapkan proses transaksi karet bisa lebih transparan.
Untuk langkah awal,ujar Syamdian, pihaknya akan membuat 10 unit yang akan diuji coba langsung ke petani. “Nantinya, kami yang memberi teknologinya, pihak bengkel yang akan membuat produknya,” ucap Syamdian. Kalau produk ini berhasil maka Sumsel adalah yang pertama menerapkan teknologi ini.
Untuk memastikan semua prosesnya lancar, lanjut Herman, akan diterbitkan peraturan gubernur yang akan mengatur tata niaga karet termasuk standarisasi kualitas karet yang dihasilkan petani. “Dalam waktu satu minggu, pergub akan terbit,” tegas Herman.