Helena F Nababan/Pingkan Elita Dundu/M Paschalia Judith
·4 menit baca
Pengoperasian kereta ringan atau LRT Jakarta, Bogor, Depok, dan Bekasi dipastikan mundur hampir 2 tahun karena terganjal pembebasan lahan. Proyek MRT fase 2 mundur karena menunggu rekomendasi Kemensesneg.
JAKARTA, KOMPAS — Pengoperasian jaringan jalur kereta ringan (LRT) lintasan Jakarta, Bogor, Depok, dan Bekasi mundur 22 bulan. Hal ini terjadi karena pengembangan angkutan publik ini terganjal pembebasan lahan di Bekasi Timur untuk depo. Karena itu, pemerintah menargetkan pembebasan lahan rampung 100 persen pada Maret 2019.
Pengembangan jaringan LRT Jakarta, Bogor, Depok, dan Bekasi (Jabodebek) dibahas dalam rapat koordinasi di Kementerian Koordinator Kemaritiman, Jakarta, Kamis (31/1/2019). Menteri Koordinator Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan, Menteri Perhubungan Budi Karya Sumadi, dan Direktur Utama PT Adhi Karya (Persero) Tbk Budi Harto hadir dalam rapat itu.
Budi Karya menyatakan, forum rapat secara khusus menyoroti lambannya pembebasan lahan LRT Jabodebek. ”Agak terlambat karena pembebasan lahan untuk depo,” ucap Luhut seusai rapat.
Pembangunan depo krusial karena menjadi satu-satunya tempat parkir rangkaian kereta LRT dengan rute jaringan operasional Bekasi-Cawang, Cibubur-Cawang, dan Cawang-Dukuh Atas dengan lintasan sekitar 44 kilometer.
Budi Harto mengatakan, pembangunan depo membutuhkan waktu 20 bulan. ”Operasionalisasi terlambat 22 bulan dari yang ditargetkan. Oleh karena itu, pembebasan lahan ditargetkan rampung pada Maret 2019,” ujarnya.
Operasionalisasi LRT untuk ketiga rute ini, menurut Budi Harto, harus menunggu rampungnya depo guna menjamin keselamatan dan keamanan pengoperasian secara menyeluruh. Sistem pengoperasian kereta dirancang untuk keberangkatan antarkereta dengan waktu tiga menit sekali.
Groundbreaking MRT
Agenda groundbreaking atau peletakan batu pertama tanda dimulainya pembangunan fase II moda raya terpadu (MRT) juga kembali mundur. Itu karena belum ada rekomendasi tertulis dari Kementerian Sekretariat Negara terkait penggunaan lahan di kawasan Medan Merdeka di sekitar Taman Monumen Nasional (Monas).
”Akhirnya, kami bersurat kepada Mensesneg. Kami memastikan MRT memberikan jaminan keamanan di area Monumen Nasional,” kata Anies Baswedan, Gubernur DKI Jakarta, kemarin.
Menurut Anies, surat dari DKI dikirimkan pekan lalu. Sekarang DKI menunggu rekomendasi Kemensesneg.
Dalam studi kelayakan yang sudah dilakukan, satu stasiun MRT dan gardu distribusi listrik direncanakan dibangun di kawasan Medan Merdeka. Sesuai Keputusan Presiden Nomor 25 Tahun 1995, Mensesneg adalah Ketua Komisi Pengarah Pembangunan Kawasan Medan Merdeka. Kawasan itu terdiri dari Taman Medan Merdeka, Zona Penyangga Taman Medan Merdeka, dan Zona Pelindung Taman Medan Merdeka.
Ini adalah kejadian kedua mundurnya groundbreaking fase 2 MRT. Sebelumnya dijadwalkan Desember 2018, lalu akhir Januari 2019 ini.
Menurut William P Sabandar, Direktur Utama PT MRT Jakarta, meski groundbreaking mundur, belum ada dampak finansial bagi pihaknya. ”Kesepakatan kontrak dihitung setelah groundbreaking,” kata William.
Meski demikian, MRT Jakarta berharap pembebasan lahan tetap berjalan.
Stasiun baru Cisauk
Di tengah kabar yang tak begitu baik dari proyek angkutan umum massal di Ibu Kota dan sekitarnya, pintu utama gedung baru Stasiun Cisauk di Kecamatan Cisauk, Kabupaten Tangerang, Banten, dipastikan resmi beroperasi, Jumat ini.
Sebelumnya, pintu utama stasiun yang sudah dimodernisasi tersebut berada di sisi utara, tetapi kini dipindahkan ke sisi selatan.
Selain pintu keluar masuk dari sisi selatan, pengguna kereta api bisa keluar melalui jembatan penyeberangan hingga Pasar Modern di BSD City. Di lokasi yang sama juga ada terminal bus. Fasilitas bus BSD Link akan membawa warga ke sejumlah lokasi di kawasan BSD City.
”Mulai besok (1 Februari), pintu utama utara sudah ditutup. Semua akses melalui pintu utama selatan,” kata Manajer Fasilitas Pelayanan PT Kereta Commuter Indonesia (KCI) Hidayat.
Rencana induk
Proyek transportasi massal butuh dikelola dengan baik dan wajib ditopang integrasi antarmoda. Hal ini agar masyarakat mau berpindah menggunakan angkutan umum. Kemacetan dan dampak lain bisa direduksi.
Untuk itu, Benni Agus Chandra, Kepala Dinas Cipta Karya, Tata Ruang, dan Pertanahan DKI Jakarta, mengatakan, DKI memastikan revisi peraturan daerah tentang rencana tata ruang wilayah atau RTRW 2030 mengakomodasi pengembangan transportasi umum di Jakarta. Revisi dilakukan dengan mengadopsi program yang termuat dalam Rencana Induk Transportasi Jabodetabek (RITJ) dari pemerintah pusat.
Namun, Yoga Adiwinarto, Direktur Institute for Transportation and Development Policy Indonesia, melihat RITJ yang harus menyesuaikan dengan rencana pengembangan wilayah oleh pemerintah provinsi atau kota/kabupaten di Jabodetabek. Bukan sebaliknya. (KRISTIAN OKA PRASETYADI)