JAKARTA, KOMPAS - Pada dekade 1970-an seni pernah diagung-agungkan bak dewa, sebagai sebuah eksplorasi inovasi yang luar biasa. Sehingga, anggapan tersebut kadang setengah merendahkan para seniman perajin. Namun, pada era berikutnya muncul pragmatisme bahwa yang bergunalah yang dibutuhkan.
"Lalu, apakah ada pertemuan antara seni dan kerajinan?" demikian Rektor Institut Kesenian Jakarta (IKJ) Seno Gumira Ajidarma menyuguhkan pertanyaan saat membuka pameran kriya seni bertajuk “Surprise #12 Kriya Berkelanjutan” yang diikuti para mahasiswa jurusan kriya seni dari sembilan perguruan tinggi, Kamis (31/1/2019), di Bentara Budaya Jakarta.
“Nama-nama itu sebenarnya tidak perlu karena proses di dalamnya tetap sama, yaitu kreativitas, baik dalam membuat karya seni, kerajinan, maupun karya-karya lainnya,” kata Seno.
Aneka macam hasil kreativitas inilah yang dipamerkan para mahasiswa dari sembilan perguruan tinggi, meliputi Institut Seni Indonesia (ISI) Yogyakarta, ISI Surakarta, Universitas Negeri Yogyakarta, Institut Kesenian Jakarta, Institut Teknologi Bandung, ISI Padangpanjang, Universitas Negeri Sebelas Maret Surakarta, ISI Denpasar, ISBI Aceh, dan Universitas Negeri Malang. Mereka menampilkan 39 karya dalam pameran di BBJ yang digelar pada 1-9 Februari 2019.
Sejumlah kriya bernilai seni tampil dalam perhelatan Surprise #12, mulai dari karya berbahan tekstil, tanah liat, kulit, hingga kayu. Ainun Maghfiroh, mahasiswa Universitas Negeri Malang misalnya membuat kain batik “Tunggak Semi” yang diciptakan dengan teknik pewarnaan colet dan celup. Ada pula sepasang sepatu kulit “Rangda Brown Boot” karya Muhammad Irfan Nurazzag yang bagian sisinya ditatah membentuk gambar Ragda, atau ratu dari para leak dalam mitologi Bali.
Karya unik lain dibuat secara berkelompok oleh himpunan mahasiswa kriya tekstil dan keramik (Terikat) ITB yang membuat sebuah instalasi seni berjudul “Fasad Semu”. Karya ini berupa semacam instalasi kehidupan bawah laut yang disusun dari patung hewan-hewan bawah laut dengan terumbu-terumbu karang buatan dari tanah liat jenis stoneware. Agar kelihatan hidup, ikan-ikan digantung menggunakan tali-tali transparan.
Bernilai seni dan fungsional
Dekan Fakultas Seni Rupa IKJ Indah Tjahaja Wulan mengatakan, tantangan ke depan bagi para mahasiswa jurusan kriya seni adalah bagaimana menciptakan produk-produk yang bernilai seni dan fungsional. Karena itulah, pameran ini tidak sekedar menjadi wahana menampilkan karya tetapi juga ajang dialog antar mahasiswa dan dosen dalam upaya-upaya pengembangan kriya seni.
Leonhard Bartolomeus, kurator dari pameran #SURPRISE 12 menambahkan, pameran ini disebut konsep kriya berkelanjutan untuk menyikapi fenomena budaya visual yang berkembang di berbagai kawasan Indonesia, di mana pertautan antara seni-seni kriya dengan kenyataan keberlanjutan ekologi kian dipertanyakan. Menurut Leonhard, sangat penting untuk mulai menanamkan kesadaran seni yang bukan hanya berlandaskan pada pencapaian estetik saja, tetapi juga kepekaan dalam menyikapi permasalahan-permasalahan yang terjadi di sekitarnya.
“Isu-isu penggunaan teknologi ramah lingkungan dan daur ulang limbah misalnya, walaupun belum memberikan pengaruh yang signifikan terhadap keilmuan kriya seni di perguruan tinggi, tapi akan berguna bagi para mahasiswa kriya seni jika sudah memasuki dunia professional,“ ujarnya.