Sentimen Positif Berpadu di RI
JAKARTA, KOMPAS
Langkah Bank Sentral Amerika Serikat, the Fed, yang menahan kenaikan suku bunga acuan, menjadi sentimen positif dari sisi eksternal. Pengaruh eksternal yang berpadu dengan sentimen dari dalam negeri, antara lain langkah Bank Indonesia yang akan memperbaiki transaksi berjalan, menghasilkan dampak positif bagi rupiah.
Peningkatan cadangan devisa dari 117,212 miliar dollar AS pada November 2018 menjadi 120,654 miliar dollar AS pada Desember 2018, juga menambah sentimen positif domestik.
Rupiah menguat 40 poin dalam sehari, dari Rp 14.112 per dollar AS pada Rabu (30/1/2019) menjadi Rp 14.072 per dollar AS pada Kamis (31/1), berdasarkan kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor).
Meski demikian, penguatan kemarin belum melampaui nilai tukar pada 8 Januari 2019 yang sebesar Rp 14.031 per dollar AS. Sejak awal 2019, rupiah menguat 2,7 persen.
”Sinyal dovish dari The Fed paling dominan, tetapi ada sentimen positif lain dari dalam negeri,” kata Kepala Ekonom dan Riset PT Bank UOB Indonesia, Enrico Tanuwidjaja yang dihubungi di Jakarta, Kamis (31/1).
Istilah dovish dan hawkish kerap digunakan dalam pasar keuangan. Dovish dimaknai propasar, sedangkan hawkish diartikan berlawanan dengan keinginan pelaku pasar.
Selain menahan tingkat suku bunga acuan pada 2,25-2,5 persen, Kepala Bank Sentral AS Jerome Powell menyatakan, peningkatan suku bunga acuan pada 2019 tidak terlalu agresif dan akan mempertimbangkan kondisi perekonomian global.
Bank Dunia memperkirakan perekonomian dunia tumbuh 2,9 persen tahun ini. Adapun Dana Moneter Internasional memproyeksikan 3,7 persen.
Membaca sinyal The Fed, UOB di Singapura merevisi proyeksi nilai tukar rupiah terhadap dollar AS tahun ini, dari Rp 14.800 menjadi Rp 14.400 per dollar AS.
Enrico menambahkan, sentimen positif domestik yang mendorong penguatan rupiah antara lain target BI memperbaiki defisit transaksi berjalan menjadi 2,5 persen produk domestik bruto (PDB). Pada triwulan III-2018, transaksi berjalan defisit 8,846 miliar dollar AS atau 3,37 persen PDB.
Dalam jumpa pers seusai pertemuan rutin Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK), Selasa (29/1), Gubernur BI Perry Warjiyo menyampaikan, pergerakan nilai tukar rupiah tahun ini akan stabil dan cenderung menguat. Kondisi ini dipengaruhi keputusan The Fed dan kepercayaan global terhadap perekonomian Indonesia.
Sementara, menurut Direktur Utama Bursa Efek Indonesia, Inarno Djayadi, keputusan The Fed menahan suku bunga acuan berdampak positif bagi ekosistem pasar modal.
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) kembali menembus level 6.500-an, posisi yang terakhir kali dicapai pada Maret 2018. Kemarin, IHSG ditutup pada 6.532,969 atau menguat 1,064 persen.
Investasi
Enrico menambahkan, likuiditas global akan melonggar seiring keputusan The Fed kemarin. Hal ini berdampak pada arus modal yang akan masuk negara berkembang dengan imbal hasil yang menarik, termasuk Indonesia. Modal asing yang masuk akan mendorong surplus neraca pembayaran.
Neraca Pembayaran Indonesia triwulan III-2018 defisit 4,4 miliar dollar AS. Defisit terjadi karena surplus transaksi modal dan finansial tidak dapat menutup defisit transaksi berjalan. Transaksi modal triwulan III-2018 surplus 9 juta dollar AS dan transaksi finansial surplus 4,16 miliar dollar AS.
Namun, investasi langsung tak serta-merta berbalik membaik, seperti halnya investasi portofolio. Berdasarkan data Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM), realisasi penanaman modal asing pada 2018 sebesar Rp 392,7 triliun. Angka ini lebih rendah 8,8 persen dari realisasi 2017 yang mencapai Rp 430,5 triliun.
“Meski demikian, pertumbuhan investasi bukan berarti tidak naik. Investasi domestik langsung masih bisa menjadi andalan,” ujar Enrico.
Kepala Ekonom Bank Mandiri Anton Gunawan mengatakan, salah satu hambatan PMA masuk ke Indonesia adalah pesangon karyawan yang cukup tinggi. Upaya mengatasi persoalan itu, antara lain, melalui kerja sama dengan BPJS Ketenagakerjaan.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam DBS Asian Insights Conference 2019 di Jakarta, Kamis, menegaskan, pemerintah berupaya menarik investasi agar industrialisasi meningkat. Saat ini, pemerintah sedang mengkaji pemberian insentif pajak berupa pengurangan ganda bagi sektor usaha yang menyediakan fasilitas praktik kerja dan pemagangan serta melakukan riset dan pengembangan.
Menurut catatan Kemenkeu, program pengurangan pajak telah diberikan kepada 132 wajib pajak dengan realisasi investasi Rp 63,5 triliun.
Managing Director dan Group Chief Economist DBS Bank Ltd Taimur Baig menambahkan, Indonesia dapat memanfaatkan momentum arus modal asing untuk menarik PMA. Indonesia cukup menarik di mata investor global karena kondisi perekonomian membaik, yang didukung keputusan The Fed dan harga minyak dunia yang stabil.
Sementara, Lead Advisor Kementerian Perdagangan Lili Yan In di Jakarta, Kamis malam, mengatakan, upaya menarik investasi asing dapat ditempuh dengan mengoptimalkan manfaat berbagai perjanjian internasional. Pasar Indonesia yang cukup besar menjadi daya tarik bagi investor.
"Momentum memanfaatkan relokasi investasi dari China akibat perang dagang dengan AS masih terbuka," ujarnya.
Menurut Guru Besar bidang Ekonomi di Lee Kuan Yew School of Public Policy, Danny Quah, globalisasi perdagangan ibarat ilusi yang diciptakan negara-negara barat. Sebab, negara berkembang dibuat tergantung dengan sistem perdagangan itu. Namun, ketika negara-negara barat tidak lagi membutuhkan, maka sistem itu ditinggalkan. (KRN/LSA/E18)