Surabaya Kembali Keluarkan Surat Edaran Demam Berdarah
Oleh
IQBAL BASYARI
·3 menit baca
SURABAYA, KOMPAS – Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini kembali menerbitkan surat edaran penanggulangan demam berdarah. Surat edaran menjadi pengingat kepada masyarakat untuk meningkatkan kewaspadaan terhadap ancaman demam berdarah.
Surat edaran yang dikeluarkan pada Rabu (23/1/2019) ini merupakan yang surat edaran kedua dalam tiga bulan terakhir. Sebelumnya pada Oktober 2018 atau jelang musim penghujan, Pemkot Surabaya sudah menerbitkan surat edaran serupa.
“Surat edaran kembali diterbitkan karena saat pertengahan Januari ada peningkatan kasus deman berdarah di Jawa Timur,” kata Risma usai apel Gebyar Pemberantasan Sarang Nyamuk di Lapangan Thor, Surabaya, Jumat (1/2/2019).
Surat edaran sudah disebarkan di kecamatan, kelurahan, hingga RT dan RW. Dalam surat edaran itu disebutkan himbauan terkait cara yang harus dilakukan untuk mencegah demam berdarah, di antaranya menggalakkan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) dan 3M (menguras, menutup, dan mengubur).
Warga juga diminta segera membawa warga yang mengalami gejala demam berdarah ke fasilitas kesehatan terdekat. ”Ketika ada warga yang mengalami panas tinggi, harus segera memeriksakan kondisi kesehatan di puskesmas agar tidak terlambat mendapatkan penanganan,” kata Risma.
Untuk diketahui, kasus demam berdarah di Jatim merupakan tertinggi di Indonesia. Data Dinas Kesehatan Jatim hingga 29 Januari 2019 menyebutkan bahwa 2.657 orang yang terjangkit demam berdarah dan 47 di antaranya meninggal.
Sedangkan di Surabaya selama Januari 2019 tercatat ada 23 kasus demam berdarah dan belum ada korban meninggal. Kasus ini turun dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebanyak 43 kasus.
Adapun kasus demam berdarah di kota berpenduduk 3,3 juta jiwa ini terus menurun. Pada 2017, ada 325 kasus demam berdarah yang menyebabkan dua orang di antaranya meninggal. Tahun selanjutnya, 2018, kasus demam berdarah turun menjadi 321 kasus dengan satu di antaranya meninggal.
“Keberhasilan penurunan kasus demam berdarah berada di PSN. Oleh sebab itu, kader harus bekerja maksimal agar tidak ada kasus demam berdarah di lingkungannya,” kata Risma.
Pada kesempatan yang sama, Risma juga meminta kader ibu pemantau jentik (bumantik), guru pemantau jentik (rumantik), dan siswa pemantau jentik (wamantik) untuk meningkatkan PSN. Sebab pada puncak musim penghujan seperti saat ini, genangan air biasanya bertambah karena hampir tiap hari hujan. Jangan sampai ada genangan air yang tidak terpantau sehingga menjadi tempat berkembang nyamuk Aedes aegypti.
Kepala Dinas Kesehatan Kota Surabaya Febria Rachmanita mengatakan, ada sekitar 23.000 kader pemantau jentik yang tersebar di 31 kecamatan. Mereka memantau rumah-rumah tetangga sekitarnya rutin tiap satu minggu sekali. “Pemkot Surabaya menambah anggaran uang trasnportasi dari Rp 28.000 per bulan menjadi Rp 28.000 per minggu,” ujarnya.
Kader bumantik dari Putat Jaya, Kecamatan Sawahan, Weti (52), mengatakan, hingga saat ini belum ada warga di daerahnya yang terkena demam berdarah. Pada umumnya warga membuka rumahnya untuk diperiksa bumantik setiap minggu. Hampir tidak ada penolakan dari pemilik rumah karena dia sudah dikenal tetangga-tetangganya.