Warga Desa Penyangga TNGL Terlibat Perdagangan Satwa
Oleh
NIKSON SINAGA
·4 menit baca
Petugas menunjukkan kulit harimau sumatera yang disita dari pedagang illegal, di Medan, Kamis (31/1/2019) yang diduga merupakan harimau dari Taman Nasional Gunung Leuser (TNGL). Selain itu, kulit satu ekor macan dahan juga disita dari pedagang yang sama. Perburuan satwa masih terus terjadi di TNGL.MEDAN, KOMPAS – Warga desa penyangga Taman Nasional Gunung Leuser di Kabupaten Langkat, Sumatera Utara, ditangkap karena memperdagangkan kulit harimau sumatera dan macan dahan. Jaringan pemburu satwa masih terus memanfaatkan warga desa untuk berburu dan terlibat dalam rantai perdagangan satwa dilindungi agar bisa mengelabui petugas.
“Di tengah kondisi terancam punah, harimau sumatera (Panthera tigris sumatrae) dan macan dahan (Neofis diardi) masih terus diburu oleh jaringan pemburu satwa. Jaringan ini memanfaatkan warga desa untuk berburu ke hutan dan menjadi perantara dalam perdagangan,” kata Direktur Kriminal Khusus Polda Sumut Komisaris Besar Rony Samtana, di Medan, Kamis (31/1/2019).
Rony mengatakan, mereka menangkap seorang pedagang satwa dilindungi yakni Imam Suwito (63), warga Desa Bukit Mas, Kecamatan Besitang, Langkat. Sehari-hari Suwito bekerja sebagai petani.
Adapun dua pelaku berinisial H (50) dan R (30) masih dalam pengejaran polisi. H dan R diduga yang memerintahkan Suwito menjual kulit satwa itu. Mereka berdua diduga mengkoordinir warga lain untuk berburu di hutan.
Untuk menekan tindak pidana perburuan dan perdagangan satwa dilindungi, kata Rony, pihaknya bersama Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Sumut terus memantau aktivitas di desa-desa penyangga. Pihaknya beberapa kali melakukan penyamaran untuk mengungkap jaringan perburuan ilegal.
Kasus tersebut terungkap setelah petugas mendapat informasi bahwa Suwito mendapat kulit harimau dan hendak menjualnya. Polisi lalu menyamar sebagai pembeli.
Mereka bertemu dan melakukan negosiasi harga di Desa Bukit Mas. “Suwito sepakat menjual kulit harimau sumatera seharga Rp 17 juta. Ia meminta petugas yang menyamar untuk mengambilnya di belakang rumah Suwito,” kata Rony.
Petugas menunggu di kebun jeruk di belakang rumah Suwito. Suwito lalu muncul dari dalam rumah dengan memanggul sebuah sarung berisi satu buah kulit harimau utuh. “Kami pun langsung menangkapnya. Kami menggeledah rumahnya dan menemukan kulit seekor macan dahan,” kata Rony.
Kepala Seksi Perencanaan, Perlindungan dan Pengawetan Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BBKSDA) Sumut Amenson Girsang mengatakan, jaringan perdagangan satwa dilindungi sengaja memanfaatkan warga setempat untuk mengelabui petugas.
Lumba-lumba tersesat
Sementara itu, seekor induk dan seekor anak lumba-lumba tersesat sekitar 100 kilometer ke arah hulu Sungai Kualuh, Desa Kuala Beringin, Kecamatan Kualuh Hulu, Kabupaten Labuhan Batu Utara. Induk lumba-lumba yang diduga jenis lumba-lumba punggung bungkuk indo-pasifik (Sousa chinensis), telah ditemukan warga mati di dekat sungai, Rabu (30/1/2019). Pemerintah diminta segera mengevakuasi anak lumba-lumba yang masuk jenis yang langka tersebut.
Amenson mengatakan, kemunculan lumba-lumba itu pertama sekali dilihat warga pada Minggu (27/1). Warga lainnya awalnya tidak percaya karena desa itu jauh dari laut. Namun, besok harinya warga lain pun melihat dua ekor lumba-lumba melompat ke permukaan sungai.
Petugas BBKSDA Sumut pun memantau keberadaan lumba-lumba itu. “Namun, kami tidak bisa berbuat banyak karena kami tidak berpengalaman menggiring lumba-lumba ke laut. Di sungai itu juga banyak buaya muara sehingga berbahaya untuk penggiringan,” ujarnya.
Amenson mengatakan, mereka kini dibantu tim Jakarta Animal Aid Network (JAAN) tengah mencari cara mengembalikan anak lumba-lumba itu ke laut.
Pendiri JAAN, Femke den Haas, mengatakan, anak lumba-lumba yang tersisa harus segera diselamatkan. Ia hanya bisa bertahan beberapa hari karena diduga masih harus menyusu pada induknya yang telah mati. Haas memperkirakan, keluarga lumba-lumba itu masih menunggu di sekitar muara sungai.
Menurut Haas, lumba-lumba punggung bungkuk indo-pasifik termasuk jenis yang sangat langka. Lumba-lumba ini sering berburu ikan ke muara sungai yang masih termasuk air payau. Haas menduga, lumba-lumba itu berenang ke arah hulu saat malam hari.
Menjelang pagi, mesin penyedot pasir dan sejumlah kapal beroperasi di muara sungai. “Suara mesin-mesin itu merusak sistem sonar lumba-lumba sehingga sistem navigasinya terganggu. Ini membuat mereka berenang menjauhi sumber suara hingga tersesat ke hulu sungai,” katanya.
Satu-satunya cara mengembalikan lumba-lumba itu adalah dengan meminta mesin-mesin penyedot pasir dan kapal-kapal berhenti beroperasi. Ikan itu bisa digiring dengan suara bising dari arah hulu. Namun, hal itu sulit dilakukan karena menyangkut ekonomi warga.