BANDUNG, KOMPAS — Riset mengenai kecerdasan buatan penting untuk dilakukan sejak dini, seperti perguruan tinggi. Sebab, cepatnya perkembangan teknologi menuntut inovasi dan pembelajaran terus-menerus.
Hal itu terungkap dalam Peresmian Bukalapak-Institut Teknologi Bandung Artificial Intelligence and Cloud Computing Innovation Center di Bandung, Jawa Barat, Jumat (1/2/2019). Peresmian itu dilakukan Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi Mohamad Nasir bersama Founder dan CEO Bukalapak Achmad Zaky dan Rektor ITB Kadarsah Suryadi.
Menurut Zaky, banyak ilmu mengenai kecerdasan buatan yang belum dikuasai, bahkan oleh perusahaan unicorn di Indonesia. Sebab, talenta teknologi dari dalam negeri di bidang kecerdasan buatan masih terbatas. Akibatnya, talenta atau tenaga untuk pengembangannya didatangkan dari luar negeri, seperti India dan China.
”Bukan soal biayanya saja, tetapi ini soal masa depan Indonesia. Kita jangan sampai hanya jadi penonton, tetapi harus jadi pemain dan benar-benar expert di bidang itu,” ucap Zaky.
Kecerdasan buatan sangat terkait dan berperan penting dalam Revolusi Industri 4.0. Zaky mencontohkan, kecerdasan buatan akan berperan penting dalam personalisasi seperti dalam mesin pencarian. Bagi Bukalapak, kecerdasan buatan juga membantu dalam hal personalisasi produk kepada pengguna, juga membantu mengenali karakteristik pengguna. Dengan demikian, pengguna Bukalapak tidak perlu menghabiskan banyak waktu untuk mencari barang yang dibutuhkan.
Kecerdasan buatan sangat terkait dan berperan penting dalam Revolusi Industri 4.0.
Melalui Bukalapak-ITB Artificial Intelligence and Cloud Computing Innovation Center, Bukalapak menyediakan fasilitas seperti perlengkapan komputer, termasuk peladen (server).
Selain itu, Bukalapak juga memberikan 1 persen dari big data yang dimiliki Bukalapak. Data tersebut telah diacak dan bukan merupakan data konsumen, melainkan menggambarkan kondisi sebenarnya.
”Data itu bisa diulik atau diolah seperti apa, baik oleh mahasiswa atau sivitas akademika. Gagal adalah hal biasa dan itu bagian dari riset,” ujar Zaky.
Jika hasil riset dipandang menarik bagi Bukalapak, bukan tidak mungkin Bukalapak akan membiayainya lebih lanjut. Zaky pun membuka kemungkinan lulusan ITB untuk bergabung dengan Bukalapak meski hal itu bukan keharusan.
Menurut Nasir, perkembangan teknologi yang cepat menuntut dunia pendidikan, terutama perguruan tinggi, untuk turut menyesuaikan diri dengan cepat. Perguruan tinggi pun diharapkan bisa memberikan wawasan yang lebih riil dengan mengundang praktisi yang memang berkompeten di bidangnya. Dengan demikian, mahasiswa mendapat wawasan berdasarkan pengalaman konkret.
Terlebih, lanjut Nasir, dengan peran otomasi yang semakin besar di dunia, pemanfaatan kecerdasan buatan juga menjadi semakin luas. Sementara pengguna internet di Indonesia semakin bertambah banyak. Data terakhir menunjukkan, 54,68 persen dari populasi Indonesia atau 143,2 juta jiwa merupakan pengguna internet. Akses internet per hari selama 9 jam dari berbagai perangkat digital atau 4 jam dari telepon pintar.
”Ke depan, bagaimana digital ini dikembangkan untuk mendorong orang muda untuk berinovasi,” ucapnya.
Menurut Kadarsah, ekonomi digital memberikan banyak pengaruh, seperti terjadinya demokratisasi akses terhadap informasi serta semakin berkembangnya teknologi informasi untuk jasa dan manufaktur.
Selain itu, lanjutnya, industri dan perguruan tinggi semakin terintegrasi karena teknologi. Meski di sisi lain dikhawatirkan banyak pekerjaan terancam hilang, perkembangan teknologi juga memunculkan lapangan kerja baru.
Dalam kesempatan itu, Bukalapak juga mengenalkan layanan peminjaman sepeda di aplikasi, yakni BukaBike. BukaBike berbasis pada kode QR tanpa menggunakan sistem docking.
Saat ini, Bukalapak menyediakan 50 sepeda di Kampus ITB. Ke depan, menurut Zaky, pihaknya akan menyediakan 1.000 sepeda untuk diletakkan di perguruan tinggi lain.