Sistem sosialis demokratik yang dibawa Presiden Hugo Chavez kini banyak digugat dan dianggap gagal membawa keadilan dan kemakmuran di Venezuela.
Oleh
RETNO BINTARTI
·3 menit baca
Belakangan ini kisah penderitaan rakyat Venezuela seperti tak ada habisnya. Leyda Brito (60), seorang pensiunan misalnya, mengaku sangat frustrasi dengan uang pensiun yang hanya sekitar 10 dollar AS per bulan. Dia menyalahkan Presiden Nicolas Maduro. Karena itu, dia pun ikut turun ke jalan pada Rabu (30/1/2019). "Kami perlu sebuah pemerintahan transisi dan kami perlu pemilu bebas,” kata Brito.
Perempuan lainnya dalam aksi yang sama membawa segebok mata uang bolivar. Akibat hiperinflasi, setumpuk uang yang dimilikinya itu sudah tidak ada harganya. Dari pemandangan yang kini kerap dijumpai di Venezuela, banyak rakyat terpaksa mengais sampah atau mengantre panjang untuk mendapatkan kebutuhan sehari-hari dan belum tentu bisa mendapatkan bahan yang diinginkan.
Sementara rakyat terus menjerit, di tingkat kekuasaan, persaingan semakin sengit. Presiden Nicolas Maduro, yang naik takhta sejak tahun 2013, sedang menghadapi perlawanan kuat dari tokoh muda, Juan Guaido (35), yang sudah mendeklarasikan diri sebagai pejabat presiden. Posisi Guaido harus diperhitungkan karena dia didukung Amerika Serikat, negara-negara besar di Uni Eropa, serta sejumlah negara lain. Bahkan, klaimnya sepihak sebagai presiden mendapat pengakuan.
Adu kekuatan pendukung akan terus berlangsung, dan kedua pihak sama-sama berharap kepada dukungan massa dan berebut pengaruh militer. Dengan kondisi ekonomi yang sangat terpuruk, sulit bagi Maduro untuk menenteramkan hati rakyatnya agar terus bersabar menunggu adanya perbaikan keadaan.
Tak banyak yang bisa dilakukan Maduro yang mewarisi kekuasaan dari tokoh karismatik Hugo Chavez setelah Chavez meninggal karena sakit tahun 2013. Sistem sosialis demokratik yang dibawa Chavez kini banyak digugat dan dianggap gagal membawa keadilan dan kemakmuran.
Bagi rakyat Venezuela yang pernah mengalami masa kejayaan, kondisi saat ini seperti mimpi buruk.
Warisan Chavez
Bagi rakyat Venezuela yang pernah mengalami masa kejayaan, kondisi saat ini seperti mimpi buruk. Sejak beberapa tahun belakangan, inflasi meroket. Tahun lalu (2018) terjadi hiperinflasi sampai 80.000 persen. Mereka yang dulu masuk kelompok kelas menengah, kini tergolong kelas bawah. Keperluan dasar, seperti pangan dan obat-obatan, tidak bisa dipenuhi.
Padahal, Venezuela yang kaya minyak pernah menjadi negara makmur. Di bawah kepemimpinan Presiden Hugo Chavez yang cukup lama memerintah (1999-2013), rakyat miskin terbantu oleh program-program pemerintah yang pro-rakyat. Chavez dengan semboyannya yang terkenal, "harapan dan perubahan", menjanjikan sebuah "surga sosialis". Dia melakukan nasionalisasi aset negara untuk kepentingan rakyat. Mereka yang tak mampu diberi subsidi pangan, pendidikan, dan perawatan kesehatan cuma-cuma.
Chavez menjadi pemimpin yang populer, terutama di kalangan rakyat miskin. Ketika dia meninggal akibat kanker, rakyat menangisinya.
Maduro banyak belajar dari Chavez dan pernah memegang sejumlah jabatan di pemerintahan. Maduro—pernah bekerja sebagai pengemudi bus sebelum menjadi pemimpin serikat buruh—mendapat kepercayaan besar dari Chavez sampai dijadikan menteri luar negeri.
Dalam keadaan ekonomi dan politik yang kini kacau, Maduro menyalahkan pihak luar yang disebutnya ingin menguasai Venezuela. Di pihak lain, dia bergantung pada bantuan negara luar karena hampir tidak ada industri di negaranya. Rusia dan China menjadi andalan utama.
Kemakmuran yang pernah dengan mudah diperoleh, hilang seiring dengan anjloknya harga minyak. Ketika hal ini terjadi, pemerintah gagal menyesuaikan diri. (AFP/AP)