Harga ikan di Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur, melonjak dalam dua bulan terakhir karena pasokan terbatas. Cuaca buruk sejak awal Desember 2018-Januari 2019 menyebabkan sebagian besar nelayan tidak melaut.
Oleh
Kornelis Kewa Ama
·3 menit baca
KUPANG, KOMPAS- Harga ikan di Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur, melonjak dalam dua bulan terakhir karena pasokan terbatas. Cuaca buruk sejak awal Desember 2018-Januari 2019 menyebabkan sebagian besar nelayan tidak melaut.
Pengamatan di Tempat Pendaratan Ikan (TPI) di Pasar Oeba, Kota Kupang, Minggu (3/2/2019), harga ikan dijual dengan Rp 60.000 per kg – Rp 80.000 per kg. Harga itu naik dibanding hari-hari biasa, saat tidak musim cuaca buruk. Ironisnya, kondisi beberapa jenis ikan sudah tampak layu. Bagian perut ikan sudah membusuk dan dihinggapi lalat hijau.
Ikan-ikan itu antara lain, kakap putih, kakap merah, ekor kuning, ikan tuna, cakalang, dan karapu. Ikan-ikan ini ditangkap di laut relatif dalam, yakni memiliki kedalaman 20-40 meter, dengan cara memancing atau mamasang pukat. Nelayan harus pandai membaca cuaca gelombang laut, kemudian berusaha menangkap ikan tengah gempuran gelombang tinggi dan angin kencang.
Solahudin Wahid (34) nelayan asal Pulau Kera, Kota Kupang, mengatakan, melaut saat ini ibarat berjuang antara hidup dan mati. Nelayan butuh persiapan ekstra, tidak hanya selama di laut tetapi juga menyiapkan istri dan anak-anak, jika terjadi kecelakaan di laut.
“Sebelum berangkat ke laut, saya serahkan kartu ATM, salinan KTP, f, nomor telepon seluler, dan buku tabungan ke istri atau anak. Nomor-nomor telepon nelayan lain yang perlu mereka hubungi jika saat sulit dihubungi. Semua ini saya lakukan karena cuaca di laut selalu berubah mendadak. Saat ini tampak cerah, dua jam kemudian bisa mendadak berubah menjadi hujan deras, angin kencang, dan gelombang tinggi,” kata Solahudin.
Terkadang, di saat nelayan sedang menemukan gerombolan ikan yang hanya bisa ditangkap dengan alat pancing, cuaca mendadak memburuk. Nelayan terpaksa bertahan di laut, dengan berbagai cara, sambil memancing untuk mendapatkan ikan.
Ia mengaku, selama lima jam di laut, mendapatkan 27 ekor ikan. Ikan-ikan itu dijual dengan harga Rp 30.000 – Rp 50.000 per kg kepada pengumpul.
Pedagang ikan di Oesapa Kota Kupang Ny Halima Umar mengatakan, setiap pekan membeli ikan sekitar 30 ekor atau sekitar 120 kg dari TPI Oeba. Ikan –ikan ini habis terjual selama dua pekan. Ia menyimpan ikan –ikan itu di dalam kotak pendingin sehingga tidak mudah membusuk.
Kepala Seksi Informasi dan Komunikasi Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia NTT, Sidin Wahab mengatakan, dari 350 nelayan yang ada di Kota Kupang, yang nekat berlayar mencari ikan sekitar 120 orang. Sebagian besar nelayan memilih tidak melaut, tetapi beralih melakukan pekerjaan lain seperti bertani, tukang, memperbaiki alat tangkap, menjadi buruh bangunan, dan tukang ojek.
Nelayan yang selama ini bekerja pada majikan, pengusaha, terpaksa meminjam uang dari majikan untuk mengidupi keluarga. Utang itu dilunasi setelah mereka melaut. Hasil tangkapan nelayan dijual kepada majikan.
Ny Mariche Talo (43) warga Kota Kupang yang tinggal di sekitar pasar mengatakan, ikan tidak cepat dibeli konsumen karena harga mahal. Sebelum musim hujan, yakni Oktober 2018, harga ikan Rp 20.000 – Rp 50.000 per kg, saat ini harga ikan Rp 60.000- Rp 80.000 per kg.
“Stok ikan di pasar pun terbatas. Sementara peminat banyak. Ikan tidak layak konsumsi pun tetap dibeli, tetapi peminat terbatas. Ada pula pegang ikan yang sengaja mencampur ikan itu dengan bahan pengawet seperti formalin dan boraks sehingga ikan tampak tetap segar,” kata Talo.
Talo mengaku, lebih memilih jenis lauk yang jauh lebih sehat sepertu tahu, tempe, daging ayam, sapi, babi, dan kambing dibanding ikan. Baginya, mengkonsumsi ikan memang menyehatkan, tetapi tidak untuk saat ini.