Hemas Minta Saran Mahfud MD soal Sengketa Kepemimpinan DPD
SLEMAN, KOMPAS — Mahkamah Konstitusi diharapkan tidak membuang badan dalam menyelesaikan kasus sengketa kewenangan lembaga negara yang diajukan Gusti Kanjeng Ratu Hemas atas kursi kepemimpinan Dewan Perwakilan Daerah. Ada kekosongan hukum yang harus diisi karena, sebelumnya, Mahkamah Agung menyatakan tidak berwenang mengadili kasus tersebut.
Hal itu disampaikan Mahfud MD, pakar hukum tata negara dan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) periode 2008-2013, seusai ditemui GKR Hemas dan kuasa hukumnya, Irmanputra Sidin, di Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, Sabtu (2/2/2019) malam.
”Belum ada hukumnya karena MA tidak menerima kasus itu. Berarti harus ada lembaga lain yang mengadili karena negara ini adalah negara hukum. Menurut saya, MK jangan membuang badan,” kata Mahfud.
Mahfud berharap MK bisa menyelesaikan kasus ini sebaik-baiknya. Hukum harus ditegakkan agar tidak terjadi kekacauan. Semua sengketa harus diputuskan permasalahannya lewat pengadilan.
”Semua masalah di negara ini harus diselesaikan secara hukum. Ternyata masalah ini kedudukan hukumnya nol karena putusan pengadilan sebelumnya sudah dikoreksi MA, dan dinyatakan seluruh kasus ini bukan wewenang MA. Berarti, kan, sekarang tidak boleh ada suatu kasus lalu tidak ada hukumnya,” kata Mahfud.
Sengketa kepemimpinan DPD sudah berlangsung hampir 2 tahun. Awal mula persoalan ini dikeluarkannya Peraturan DPD Nomor 1 Tahun 2016 dan Nomor 1 Tahun 2017 yang salah satu isinya mengatur jabatan jajaran pimpinan DPD dari 5 tahun menjadi 2,5 tahun. Peraturan itu pun sebenarnya sudah dibatalkan putusan Mahkamah Agung pada 30 Maret 2017. Namun, sebagian anggota DPD tetap menjalankan pemilihan pimpinan DPD yang berujung pada terpilihnya Oesman Sapta Odang, Nono Sampono, dan Darmayanti Lubis, menggantikan M Saleh, GKR Hemas, dan Farouk Muhammad (Kompas, 27/1/2019).
Mahfud menyatakan, dalam pengajuan sengketa kepada MK, GKR Hemas mempunyai kedudukan hukum karena ia mengantongi Surat Keputusan Presiden mengenai pengangkatannya sebagai pimpinan DPD untuk periode 2014-2019. ”Itu masih belum dicabut karena MA menyatakan bukan wewenangnya,” katanya.
Dapat tanggapan MK
Kompas tanggal 9 Januari 2019 mewartakan, MK segera memeriksa permohonan sengketa kewenangan lembaga negara yang diajukan Gusti Kanjeng Ratu Hemas. Pemeriksaan itu terkait apakah GKR Hemas memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan sengketa atau tidak.
Juru Bicara MK, Fajar Laksono Soeroso, Selasa (8/1/2019) di Jakarta, mengatakan, selain memeriksa legal standing GKR Hemas sebagai pemohon sengketa, MK juga memeriksa apakah yang disengketakan merupakan obyek perkara sengketa kewenangan lembaga negara (SKLN).
”Perkara itu nanti akan diperiksa di dalam sidang pendahuluan dan akan ada nasihat dari hakim panel yang memeriksa. Setelah ada perbaikan, baru dilaporkan dan dibahas dalam sidang rapat permusyawaratan hakim,” ujarnya.
GKR Hemas yang diberhentikan sementara dari keanggotaannya di DPD mengajukan permohonan SKLN kepada MK terhadap DPD pimpinan Oesman Sapta Odang (OSO). Permohonan sengketa dilakukan karena Hemas merasa kewenangannya sebagai pimpinan DPD telah diambil tanpa melalui jalan yang sah oleh Oesman.
SKLN itu didaftarkan di kepaniteraan MK, Selasa, oleh kuasa hukum Hemas, Irmanputra Sidin. Disebutkan dalam permohonan, konflik di tubuh DPD belum selesai setelah keluarnya putusan kasasi Mahkamah Agung Nomor 481 K/TUN/2018, November 2018.
Sengketa bermula dari gugatan Hemas dan Farouk Muhammad atas penetapan terpilihnya Oesman, Nono Sampono, dan Darmayanti Lubis ke PTUN Jakarta. PTUN menyatakan Oesman, Nono, dan Darmayanti sebagai pimpinan yang sah. Putusan PTUN Jakarta ini kemudian diajukan kasasi kepada MA. Setelah keluar putusan kasasi MA, akhir November 2018, Hemas diberhentikan sementara oleh Badan Kehormatan DPD pada 21 Desember 2018.
”Konflik DPD ini belum selesai. Putusan MA menyatakan ini wilayah ketatanegaraan, bukan kewenangan MA, sehingga status kepemimpinan Oso (Oesman Sapta) juga tidak disahkan MA. Posisi yang sah saat ini masih kepemimpinan GKR Hemas. Soal ini, kami juga telah bertemu Presiden Joko Widodo. Kami menyampaikan kepada Presiden bahwa kami sekarang mengambil jalan untuk membawa sengketa ini ke MK,” kata Irman.
Baca juga: MK Periksa Sengketa yang Diajukan GKR Hemas
Sementara itu, Hemas mengharapkan agar sengketa itu segera bisa diselesaikan. Hingga saat ini, ia masih tidak mengakui kepemimpinan DPD di bawah Oesman Sapta, Nono Sampono, dan Darmayanti Lubis.
”Ini saya harapkan memang segera ada jalan keluarnya. Selama ini, saya menganggap bahwa sebetulnya pimpinan yang sekarang tidak sah,” kata Hemas.
Namun, Mahfud menyatakan, pihaknya tetap menyerahkan segala persoalan itu kepada MK. Ia membiarkan lembaga tersebut menguji tentang legalitas dari para pemimpin DPD saat ini. Dalam hal itu, MK diharapkan menunjukkan kreativitasnya dalam menyelesaikan kasus ini karena sepengetahuannya kasus serupa belum pernah terjadi sebelumnya.
GKR Hemas mempunyai kedudukan hukum karena ia mengantongi Surat Keputusan Presiden mengenai pengangkatannya sebagai pimpinan DPD untuk periode 2014-2019.
Pada Sabtu Hemas bersama Imran tiba di kediaman Mahfud sekitar pukul 19.20. Pertemuan dilakukan secara tertutup dan berlangsung selama lebih kurang 30 menit. Hemas dan Imran meninggalkan rumah Mahfud sekitar pukul 20.30.
Irman mengungkapkan, kedatangannya bersama Hemas memang sengaja meminta saran terkait proses hukum yang sedang mereka jalani. Mereka menginginkan proses hukum itu bisa berjalan lancar dan menemukan keadilan terkait keabsahan jabatan pimpinan DPD.
”Kami datang untuk berdiskusi, memohon petunjuk, dan nasihat mengenai proses hukum ini untuk mencari kepastian konstitusional terhadap sengketa yang sudah berjalan hampir 2 tahun di DPD,” kata Irman.
Badan Kehormatan
Di sisi lain, Badan Kehormatan DPD menyatakan, nasib Gusti Kanjeng Ratu Hemas sebagai anggota DPD berada di tangan senator asal DI Yogyakarta itu sendiri. Keanggotaan Hemas akan diaktifkan kembali apabila permohonan maaf disampaikan di depan Sidang Paripurna. Melalui kuasa hukumnya, GKR Hemas bersikukuh tidak akan hadir dan mengakui kepemimpinan DPD saat ini.
Ketua Badan Kehormatan DPD (BK-DPD) Mervin Sadipun Komber pada Senin (21/1/2019) mengatakan, pihaknya mengimbau GKR Hemas agar segera melakukan permintaan BK-DPD untuk menyampaikan permohonan maaf di depan Sidang Paripurna dan melalui surat kabar lokal dan nasional.
Mervin mengatakan, pihaknya menunggu GKR Hemas menyampaikan kesediaan meminta maaf sebelum Rabu (23/1/2019) ketika BK-DPD menyelenggarakan rapat pleno. Ia mengatakan, apabila GKR Hemas bersedia, permintaan maaf GKR Hemas dapat disampaikan di Sidang Paripurna tanggal 14 Februari 2019 mendatang.
”Tetapi, kalau sampai tanggal itu Bu Hemas masih tetap pada pendiriannya, ya tidak bisa (tetap menjadi anggota DPD),” kata Mervin saat ditemui di kantornya di kompleks Parlemen di Jakarta.