Kalimalang Terjerat Limbah Domestik
Beberapa remaja asik mencuci pakaian, sementara kaum ibu memandikan anak-anaknya. Di tempat yang sama, sebagian lelaki paruh baya larut dalam aktivitas sama. Pemandangan itu dengan mudah ditemui di sepanjang tepian Kalimalang, dari Cikarang hingga Karawang, Jawa Barat.
"Wah, saya sudah seumur-umur mandi di Kalimalang," ucap Samsobi (50), warga Desa Wadas, Kabupaten Karawang, Jawa Barat, pada akhir Desember 2018 lalu.
Aktivitas warga memanfaatkan aliran Kalimalang atau Saluran Tarum Barat ini telah berlangsung bertahun-tahun. Demikian pula air sebanyak 20.200 liter per detik yang mengalir di saluran itu sangat diandalkan oleh Perusahaan Air Minum Jaya (PAM Jaya) sebagai bahan baku untuk menghasilkan air bersih bagi warga Ibu Kota.
Menelusuri aliran Kalimalang sepanjang 71 kilometer, dari hilirnya di Cawang, Jakarta Timur, hingga hulunya di Waduk Jatiluhur, Purwakarta, Jawa Barat, ditemukan saluran air itu belum bersih dari aktivitas warga.
Bilik-bilik semi permanen sebagai tempat buang hajat yang berdiri di sepanjang saluran itu cukup menggambarkan bagaimana limbah domestik mencemari aliran Kalimalang, sumber air baku untuk air minum bagi warga Ibu Kota.
Samsobi dengan suka cita mengungkapkan pengalamannya mandi dan mencuci di Kalimalang. Bahkan di bantaran Kalimalang pula dia menjalankan usahanya sebagai penyedia jasa montir, memperbaiki sepeda motor. Dia merasa itu sudah menjadi bagian dari kehidupannya sehari-hari. Namun diakui pula itu dia lakukan karena keterbatasan.
Menurutnya, dia dan warga desa lainnya sangat mengandalkan Kalimalang karena tidak semua warga memiliki kakus. Bantuan tempat mandi cuci kakus (MCK) komunal untuk warga pun tak pernah mampir di desanya.
Bahkan, lanjutnya, Jalan Raya Peruri yang bersandingan dengan aliran Kalimalang, sudah lama mengalami kerusakan dan tak pernah diperbaiki. Padahal jalan itu diandalkan oleh warga dalam beraktivitas sehari-hari.
“Sudah sejak lama minta MCK, perbaikan jalan, ke pemerintah, tetapi tidak pernah ada (realisasi). Minta ke caleg (calon legislatif yang sedang kampanye untuk Pemilu 2019), juga sudah kami sampaikan. Tetapi belum ada (tanggapan),” tuturnya.
Sudah sejak lama minta MCK, perbaikan jalan, ke pemerintah, tetapi tidak pernah ada (realisasi).
Hasil pengujian Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta yang dilakukan secara berkala, ditemukan bahwa konsentrasi koli tinja di air Kali Malang itu cukup tinggi. Selama 2012-2017, konsentrasi koli tinja pada air Kalimalang itu paling rendah 5.750 jml/100 ml air, dan selebihnya mulai dari 150.000 jml/100 ml sampai 340.000 jml/100 ml. Saat Dinas LH DKI kembali mengambil sampel air Kalimalang pada 2018, ditemukan konsentrasi koli tinja mencapai 1 juta jml/100ml.
Seperti diatur dalam Pasal 8, Peraturan Pemerintah Nomor 82 Tahun 2001, tentang klasifikasi dan kriteria mutu air, ditetapkan bahwa baku mutu terhadap air baku untuk air minum masuk dalam Kelas 1. Dalam klasifikasi Kelas 1 itu diatur bahwa konsentrasi koli tinja pada air untuk air minum tak boleh lebih dari 1.000 jml/100 ml.
Sementara berdasarkan data kualitas air baku yang dipublikasikan PAM Jaya, konsentrasi koli tinja pada air Kalimalang berkisar antara 2.000 sampai 7.000 jml/100 ml.
Sementara dari hasil pengujian terhadap sampel air Kalimalang yang dilakukan Kompas, ditemukan konsentrasi koli tinja di air Kalimalang sebesar 3.000 jml/100 ml.
Saat Dinas LH DKI kembali mengambil sampel air Kalimalang pada 2018, ditemukan konsentrasi koli tinja mencapai 1 juta jml/100ml.
Menurut Samsobi, dia dan warga di desanya hingga saat ini memang sangat mengandalkan air Kalimalang untuk mandi, mencuci pakaian, hingga buang hajat. Selain sudah menjadi kebiasaan, umumnya warga di desanya juga tak mampu membiayai pengeboran pompa untuk menyedot air tanah.
Seperti halnya Samsobi yang bekerja di sektor informal sebagai montir, warga Desa Wadas pada umumnya juga bekerja sebagai buruh atau pedagang. "Kami tidak sanggup kalau harus bayar biaya pengeboran untuk memasang pompa air. Biayanya sekitar Rp 6 juta. Makanya, kami mengandalkan air Kalimalang untuk mencuci dan mandi,” ucapnya.
Sebagai saluran terbuka, bantaran Kalimalang ini juga menjadi tempat favorit bagi lapak-lapak barang bekas, sekaligus tempat membuang cairan kimia dari drum bekas. Pita garis polisi pun melingkar di salah satu bagian bantara Kalimalang, tak jauh dari tempat Samsobi memperbaiki sepeda motor. Di garis polisi itu ditemukan timbunan barang bekas, dan bau kimia masih menyengat.
"Saya tidak tahu limbah apa yang dibuang, tapi pelakunya menuangkan cairan limbah dari drum-drum bekas. Warga di sini pun sempat mengeluh karena bau dari cairan yang dibuang itu menyengat sekali. Ini udah ditangani kepolisian. Gudang dan lapak tempat pembuangan limbahnya juga sudah dipasang garis polisi," tutur Samsobi.
Bagi kaum ibu di Kampung Pintu Air, Kecamatan Teluk Jambe Timur, Karawang, kebiasaan mencuci pakain pun masih sulit dipisahkan dari Kalimalang. Deterjen yang digunakan untuk mencuci baju mengalir dan menyatu dengan aliran air Kalimalang. “Lebih cepat kalau (mencuci baju) di kali,” ucap Encih (35).
Encih mengaku tak setiap saat mencuci di Kalimalang, karena ada kalanya dia memilih mencuci pakaian di rumah. Jika mencuci di rumah, dia masih menggunakan air Kalimalang dengan cara menyedot air di saluran itu dengan pompa. Air itu juga dia gunakan untuk mandi.
Hingga 2005 lalu, Encih mengaku masih mandi di Kalimalang. Namun sejak menyedot air Kalimalang ke rumahnya, dia lebih memilih mandi di rumah.
Hanya, menurutnya, sekarang air Kalimalang kurang begitu enak digunakan untuk mandi karena membuat kulitnya kering. “Kalau untuk mencuci pakaian, air Kalimalang masih bisa digunakan. Tetapi kalau untuk mandi, sudah kurang enak, bikin kulit busik, kering,” katanya.
Kalau untuk mencuci pakaian, air Kalimalang masih bisa digunakan. Tetapi kalau untuk mandi, sudah kurang enak, bikin kulit busik, kering.
Lain halnya dengan warga sekitar Kalimalang di Desa Pasir Tanjung, Kecamatan Cikarang, Kabupaten Bekasi, yang sudah mulai menggunakan air perpipaan sejak beberapa tahun lalu. Namun menurut Nurmawati (33), salah satu warga desa itu, ada kalanya dia tetap harus mencuci pakaian di Kalimalang lantaran air perpipaan di desanya tak mengalir.
"Airnya sering mati, sehingga warga yang tidak mendapat air terpaksa harus menggunakan air Kalimalang untuk mencuci pakaian," katanya.
Perum Jasa Tirta II selaku pengelola aliran air Saluran Tarum Barat yang menyediakan air baku bagi DKI ini tak menampik jika air baku yang dialirkan lewat Kalimalang itu masih rawan tercemar bakteri koli tinja.
Manajer Penelitian dan Pengembangan Perum Jasa Tirta II, Hendra Rachtono pun mengungkapkan, sudah mengidentifikasi bahwa ada 14 titik drainase rumah warga yang menembus dinding turap Kalimalang di kawasan perbatasan Bekasi dan Jakarta Timur. Diduga saluran itu bisa menembus turap Kalimalang saat pembangunan Tol Becakayu berjalan.
Menjaga kualitas air baku bukan hanya kewajiban pemerintah, melainkan juga tanggung jawab masyarakat.
“Kami memang ada rencana untuk membuat drainase gendong. Setelah pendataan terkait saluran warga yang masuk ke Kalimalang ini selesai, akan kami lanjutkan dengan pihak pelaksana Tol Becakayu,” jelasnya.
Namun untuk memperbaiki kondisi agar tak ada lagi warga yang menggunakan Kalimalang untuk mandi hingga buang hajat, menurut Hendra, itu dibutuhkan kerjasama lintas sektor.
“Kami tidak punya kewenangan untuk membongkarnya karena itu kewenangan pemerintah daerah dan Satuan Polisi Pamong Praja setempat. Dulu, beberapa kali kami melakukan penertiban jamban di sana juga bekerja sama dengan Satpol PP setempat,” jelasnya.
Dosen Teknik Lingkungan Institut Teknologi Bandung, Rofiq Iqbal menekankan, menjaga kualitas air baku bukan hanya kewajiban pemerintah, melainkan juga tanggung jawab masyarakat. Agar hal itu bisa tercapai, pemerintah harus bekerja sama dengan berbagai pihak untuk mengedukasi warga agar tidak membuang sampah ke sumber air baku.
“Orang kan sekarang masih melihatnya (aliran air baku) sebagai tempat sampah. Paradigma itu harus diubah bahwa itu (aliran air baku) sebuah sumber daya dan kekayaan,” ujarnya. (DVD/HLN/MDN)