JAKARTA, KOMPAS - Rentetan aksi penyerangan terhadap pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi kembali terulang. Kali ini, dua pegawai KPK dianiaya saat sedang menjalankan penyelidikan di Hotel Borobudur, Jakarta, Sabtu (2/2/2019).
Juru Bicara KPK Febri Diansyah, saat dikonfirmasi, Minggu (3/2/2019) malam, mengatakan, penganiayaan terjadi saat kedua pegawai KPK tengah mengecek informasi terkait adanya indikasi korupsi di Hotel Borobudur.
"Sebelum dua pegawai dianiaya, di lokasi tersebut dilakukan rapat pembahasan hasil review Kementerian Dalam Negeri terhadap Rancangan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah Papua tahun 2019 antara pihak pemerintah provinsi dan DPRD," ujarnya.
Febri yang enggan menjelaskan siapa pelaku penganiayaan itu menyampaikan, kedua pegawai tetap dianiaya meski sudah memperlihatkan kartu identitas KPK. Adapun keduanya kini dirawat di rumah sakit karena mengalami kerusakan pada hidung dan wajah
Febri mengatakan, pihaknya telah melaporkan kasus tersebut ke Polda Metro Jaya dan akan ditangani oleh Unit Kejahatan dan Kekerasan (Jatanras) Polda Metro. Tim pelapor juga menyampaikan beberapa informasi visual untuk kebutuhan investigasi lebih lanjut.
Menghalangi
Febri menyatakan, penganiayaan dan perampasan barang terhadap dua pegawai KPK ini merupakan tindakan menghalangi penegakan hukum. Oleh karena itu, Febri berharap, laporan tersebut segera diproses agar hal serupa tidak terjadi.
Ketua Pusat Kajian Antikorupsi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, Oce Madril, mengatakan, selain melakukan penganiayaan secara umum, kejadian itu juga melanggar Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi karena telah mengalang-halangi proses penyelidikan.
"Karena, para penyelidik KPK ke sana (Hotel Borobudur) dalam konteks melakukan upaya proses penegakan hukum. Jadi, kalau ada yang melakukan tindakan tersebut, hal itu merupakan bagian dari menghalang-halangi proses hukum," ujarnya saat dihubungi.
Oce mengatakan, tindakan menghalangi penyelidikan penegak hukum merupakan kejahatan serius. KPK pun pernah menjerat beberapa pelaku yang mencoba menghalangi proses penegakan hukum, salah satunya dokter Rumah Sakit Medika Permata Hijau, Bimanesh Sutarjo, karena merintangi penyelidikan kasus korupsi Setya Novanto.
Pelemahan
Oce menilai, kasus kekerasan tersebut dapat diindikasikan sebagai upaya pelemahan institusi ini dalam memberantas korupsi. Sebab, kasus kekerasan terhadap pegawai KPK ini bukanlah kasus pertama yang dialami para pegawai ataupun pemimpin lembaga antirasuah tersebut.
Pada April 2017, penyidik senior KPK, Novel Baswedan, disiram air keras pada wajahnya oleh orang tak dikenal yang mengendarai sepeda motor. Tak ada saksi yang menyaksikan peristiwa tersebut (Kompas, 14/1/2019).
Sementara pada Januari 2019, rumah pimpinan KPK, Agus Rahardjo dan Laode M syarif, dilempar bom molotov. Adapun teror itu merupakan teror kesembilan terhadap KPK, tetapi belum satu kasus pun terungkap hingga saat ini.
Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW), Adnan Topan Husodo, menilai, aksi kekerasan tersebut dipicu karena belum terungkapnya kasus-kasus kekerasan yang menimpa para pegawai ataupun pemimpin KPK.
"Ini adalah bentuk kekerasan beruntun yang dihadapi pegawai KPK. Kekerasan sebelumnya telah menyulut kekerasan baru karena kasus terdahulu tidak pernah jelas dan gamblang siapa pelakunya," kata Adnan.
Berkaca dari kejadian ini, kata Adnan, KPK sudah saatnya membangun sistem keamanan untuk melindungi para pegawainya saat bertugas. Ini mengingat banyaknya kasus kekerasan ataupun teror terhadap para pegawai KPK. (DIONISIO DAMARA)