Republik Motor
Beberapa waktu lalu, sebuah video yang memperlihatkan seorang ibu bersepeda motor melaju di Tol Pasteur sempat viral. Si ibu itu dengan tak acuh mengendarai motornya di bahu tol tanpa mempedulikan arus kendaraan beroda empat yang umumnya ngebut di jalan bebas hambatan.
Kejadian yang menarik perhatian masyarakat itu bukan pertama kali terjadi. Beberapa waktu sebelumnya, beredar video seorang perempuan melaju di tol yang sama. Pernah juga seorang perempuan mengendarai motor di tol dari Tangerang menuju Merak. Aksi perempuan bermotor tak berhelm itu berhenti di tangan polisi.
Di masyarakat, lama beredar istilah “ibu-ibu metik” untuk perempuan yang mengendarai motor secara serampangan. Menyalakan lampu sein ke kanan, eh ternyata beloknya ke kiri. Diingatkan jika dia melawan arah dan membahayakan pengguna jalan lain, malah nyolot.
Sebenarnya, kelakukan tersebut tidaklah melulu dilakukan oleh kalangan perempuan pengemudi sepeda motor semata. Kaum pria pemotor pun banyak yang seenak udelnya mengendarai sepeda motor. Mereka bisa menyemut di depan plang kereta api saat kereta api lewat. Tidak jarang nyelonong dan menjadi korban.
Jalur khusus bus (busway) pun bisa saja mampet karena penuh oleh sepeda motor yang dengan sadar melanggar larangan lalu lintas. Kalau ada razia polisi untuk menilang para pelanggar itu, walaupun dengan susah payah bukan halangan untuk mengangkat atau menggotong sepeda motor melewati pembatas jalan busway dan mencoba balik ke “jalan yang benar”.
Pekan lalu, seorang turis dari Tokyo, Jepang, diajak berkeliling Jakarta oleh rekannya. Sang turis terkaget-kaget dan tertawa menyaksikan aksi para pengendara motor di ibu kota hari itu.
Puluhan, ratusan, mungkin pula ribuan kendaraan bermotor menyemut di jalanan mana saja. Mereka menyelip di antara kendaraan roda empat. Tidak jarang motor-motor itu dimodifikasi untuk berbagai keperluan, untuk berdagang atau mengantar barang. Bukan hanya ditambahi rangka besi untuk mengangkut galon air minum, seringkali sepeda motor itu lebih mirip warung yang berpindah-pindah dengan berbagai ragam dagangan: minuman, makanan kecil, celana dalam, atau apa saja. Belakangan juga seringkali terlihat motor-motor itu dipergunakan kurir untuk mengangkut televisi, mesin cuci, hingga kulkas yang diantar dari toko elektronik ke pelanggannya.
Merajalelanya sepeda motor di Ibu Kota (baca: Indonesia) itu bukan melulu karena produksi dan pemasaran alat transportasi itu yang masif, tetapi juga oleh banyak faktor. Buruk dan mahalnya sistem angkutan umum sampai kemacetan yang semakin ruwet, menjadikan sepeda motor alat transportasi sehari-hari yang murah dan gampil.
Apalagi untuk mendapatkan sepeda motor tersebut semakin gampang dengan kredit yang relatif ringan., Trend penjualan sepeda motor di Tanah Air terus meningkat dan tahun lalu saja tercatat sebanyak 6,3 juta unit terjual.
Penjualan sepeda motor yang disebutkan mencapai 6 kali lipat dibandingkan penjualan kendaraan roda empat itu menempatkan Indonesia sebagai pasar sepeda motor ketiga di dunia.
Berkembangnya pelayanan ojek berbasis aplikasi alias ojek daring juga menyebabkan masyarakat semakin tergantung dengan kehadirannya. Ojek daring bukan hanya menjadi alternatif transportasi yang murah, cepat dan murah tetapi juga memudahkan banyak hal.
Masyarakat Indonesia yang terkenal sangat malas bergerak, menyebabkan untuk keperluan apa saja mereka sekarang menggunakan layanan ojek daring tersebut. Berangkat ke kantor, ke mal, hingga sekadar membeli cemilan atau secangkir kopi pun sekarang menggunakan layanan dari mereka.
Bahwa, keberadaan ojek-ojek yang digunakan angkutan umum itu belum berpayung hukum atau melanggar undang-undang, itu soal lain. Kompromi atau pengecualian terhadap itu dihadapkan pada dilema atau pilihan: menegakan hukum atau urusan perut yang tak bisa menunggu.
Sementara di lapangan, keberadaan para pengendara ojek daring menjadi fenomena kota tersendiri. Para pemburu pesanan ojek via aplikasi itu menggerombol di berbagai tempat keramaian, di pinggir jalan atau ngiuh di trotoar sekitar stasiun, mal, terminal bus atau perkantoran. Berbagai upaya penertiban dilakukan, berlalu dalam hitungan waktu saja dan kembali seperti semula.
Sepertinya, sepeda motor ke depannya akan semakin “merajai” jalanan Ibu Kota. Menyangkut sepeda motor, baru-baru ini Ketua DPR RI Bambang Soesatyo mengusulkan kepada pemerintah agar kendaraan roda dua atau sepeda motor diperbolehkan masuk jalan tol.
Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Basuki Hadimulijono mengatakan, pihaknya sudah membahas wacana yang diusulkan Ketua DPR tersebut.
Di luar negeri, sepeda motor masuk tol memang bukan pemandangan aneh. Namun itu pun sepertinya tidak banyak karena populasi sepeda motor di negeri maju tidak menyemut di negeri kita. Belum lagi menyangkut ketaatan hukum dan tabiat berkendara orang kita yang masih memprihatinkan.
Jika dilihat hobi dan kesukaan Ketua DPR sebagai penggemar motor gede serta kolektor mobil mewah, usulan sepeda motor masuk jalan tol tersebut kemungkinan dimaksudkan untuk sepeda motor cc besar seperti yang sering dikendarainya.
Untuk hal itu, masyarakat pengguna jalan tol sudah berulang kali memergoki rombongan sepeda motor gede tersebut konvoi—istilah mereka riding-di jalan tol dan dibiarkan pihak kepolisian. Demikianlah keadaan di Republik Motor.