Risiko Bencana Harus Menjadi Acuan Pembangunan
Indonesia adalah negara yang rawan bencana, baik bencana geologi maupun hidrometeorologi. Harus ada perubahan arah pembangunan yang selama ini justru mengabaikan risiko bencana,
SURABAYA, KOMPAS – Presiden Joko Widodo menyampaikan enam arahan terkait pengurangan risiko dan penanggulangan bencana. Pengurangan risiko bencana menjadi bagian penting pembangunan, selain juga penyiapan masyarakat menghadapi bencana.
Arahan yang disampaikan Presiden saat membuka Rapat Koordinasi Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dan Badan Penanggulangan Bencana Derah (BPBD) se-Indonesia, di Surabaya, Jawa Timur, Sabtu (2/2/2019), tersebut didasari bahwa Indonesia berada di zona cincin api sehingga rawan terjadi gempa bumi dan tsunami. Perubahan tata guna lahan juga meningkatkan risiko bencana hidrometeorologi seperti banjir dan longsor di tengah kondisi cuaca yang cenderung semakin ekstrem ini.
"Pertama yang lama tidak kita singgung padahal penting, perencanaan pembangunan di daerah, yang berkaitan dengan bupati, gubernur dan bappeda, harus sudah sadar bahwa negara kita berada di zona cincin api. Sehingga, setiap pembangunan ke depan, harus dilandaskan pada aspek-aspek pengurangan risiko bencana," kata Presiden dihadapan sekitar 4.000 peserta dari BPBD se-Indonesia dan perwakilan dari kementerian, lembaga, gubernur, bupati dan walikota, TNI, Polri, akademisi, dan lainnya.
Baca juga: Rakornas BNPB Diharapkan Jadi Ajang Konsolidasi
Pada kesempatan tersebut, Presiden bertanya kepada peserta dari daerah bencana. Kepada Tuti Indrayani dari Bappeda Lhokseumawe, Aceh, misalnya, Presiden mempertanyakan tentang penerapan tata ruang setelah tsunami 2004. Menurut Presiden, zona sempadan pantai harus diterapkan.
Presiden mempertanyakan tentang penerapan tata ruang setelah tsunami 2004. Menurut Presiden, zona sempadan pantai harus diterapkan.
"Bappenas dan Bappeda harus mulai merencanakan betul daerah yang rawan bencana. Harus berani berkata tidak pada rakyat daripada saat bencana kembali menelan korban banyak. Kita harus tegas, enggak bisa seperti dulu-dulu karena sekarang kita sadar kita berada di negara yang rawan bencana," kata Presiden.
Gempa Mentawai
Potensi gempa, bahkan tsunami, di Indonesia termasuk tinggi. Kemarin, gempa beruntun terjadi di zona subduksi Mentawai. Meski tidak memicu tsunami, namun gempa kali ini perlu diwaspadai karena terjadi di pinggiran zona megathrust yang masih menyimpan energi gempa besar.
Gempa terbesar berkekuatan M 6,1 terjadi pada pukul 16.27 WIB. Gempa berlokasi di laut pada jarak 105 kilometer (km) arah tenggara Kota Tua Pejat, Kabupaten Kepulauan Mentawai pada kedalaman 26 km. Guncangan gempa terasa hingga Kota Padang.
Sekitar 24 menit sebelumnya, di lokasi yang berdekatan terjadi gempa dengan kekuatan M 5,3. Berikutnya pada pukul 17.59 WIB kembali terjadi gempa berkekuatan M 6. “Sampai jam 19.30 WIB gempa susulan sudah 42 kali,” kata Kepala Bidang Informasi Gempa Bumi dan peringatan dini Tsunami Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Daryono.
“Ada 5 aktivitas gempa yang guncangannya dirasakan oleh masyarakat, yaitu megnitudo M 5,3, M 6,1, M 5,3, M 5,9, dan M 5,” lanjutnya.
Baca juga: Waspadai Gempa Beruntun di Zona Subduksi Mentawai
Pantauan Kompas di kawasan Andalas, Padang Timur, hingga pukul 18.00 WIB, gempa masih terasa. Terakhir, pukul 17.59 guncangan cukup terasa di kawasan itu. Hal itu membuat warga yang tengah berada di dalam rumah berhamburan keluar. Hingga berita ini diturunkan, tidak ada laporan kerusakan bangunan maupun korban jiwa.
Peneliti Pusat Studi Gempa Nasional Rahma Hanifa mengatakan, gempa kali perlu menjadi peringatan untuk kesiapsiagaan masyarakat di Mentawai, terutama terhadap potensi tsunami. Mengingat sumber gempanya yang relatif dekat, potensi tsunami di Kepulauan Mentawai hanya sekitar 5 menit setelah gempa.
Menyiapkan masyarakat
Dalam Rakornas BNPB dan BPBD tersebut, Presiden menegaskan pentingnya pendidikan kebencanaan untuk menyiapkan masyarakat mengantisipasi dan menghadapi bencana. "Tahun ini harus dimulai. Baik di masyarakat dengan menggunakan pemuka agama maupun di sekolah, terutama di daerah rawan bencana. Papan peringatan dan rute evakuasi itu harus ada, jangan nanti kalau ada bencana masyarakat bingung," kata Presiden.
Arahan Presiden ini menuntut perubahan arah pembangunan yang selama ini praktiknya justru mengabaikan risiko bencana, bahkan meningkatkan risiko. Akibatnya, bencana alam telah menjadi persoalan besar bangsa ini dengan jumlah korban jiwa dan kerugian ekonomi yang sangat besar tiap tahun.
Laporan terbaru Perserikatan Bangsa Bangsa untuk Pengurangan Risiko Bencana (UNISDR) berdasarkan data International Disaster Database menempatkan Indonesia sebagai negara dengan jumlah korban jiwa akibat bencana alam yang tertinggi di dunia sepanjang 2018. Dari total 10.373 korban jiwa di seluruh dunia, sebanyak 4.535 orang di antaranya dari Indonesia.
Baru-baru ini, banjir dan longsor di sejumlah kabupaten/kota di Sulawesi Selatan dan di Kota Manado, Sulawesi Utara juga menimbulkan korban jiwa. Selain korban jiwa, banjir dan longsor juga menimbulkan kerugian meteriil. Lima kali banjir bandang yang terjadi di Kabupaten Aceh Tenggara pada periode November 2018 hingga Januari 2019, misalnya, telah menimbulkan kerugian sebesar Rp 105 miliar.
Baca juga: Empat Bulan, Aceh Tenggara Rugi Rp 105 Miliar
Konsolidasi
Kepala BNPB Doni Monardo mengatakan, arahan Presiden ini merupakan perintah yang harus dilakukan dan dibutuhkan konsolidasi antar lembaga dan kementerian serta dukungan dari pemerintah daerah. "Jelas pesan Presiden, pembangunan ke depan harus memperhatikan risiko bencana. Peristiwa alam akan terjadi terus," kata dia.
Doni mengatakan, tiap daerah risikonya berbeda-beda dan saat ini sebagian besar sudah dipetakan. "Rata-rata yang terdampak banjir dan longsor daerahnya sudah dipetakan. Selain karena kondisi alamnya, bencana juga karena aktivitas manusia. Misalnya longsor, terjadi juga karena hutannya dirusak. Terakhir di Cisolok, Jawa barat, lereng-lereng terjal ditanami padi," kata dia.
Ketua Komisi VIII DPR M Ali Taher yang menjadi pembicara dalam forum ini mengatakan, akan mendukung pemerintah dalam hal penanggulangan bencana, terutama untuk pencegahan yang selama ini belum mendapat prioritas. Selain memperkuat regulasi, juga anggaran.
"Anggaran BNPB yang beberapa tahun terakhir menurun, akan dinaikkan lagi. Minimal tahun ini anggarannya naik Rp 15 triliun dana siap pakai," kata dia.
(ZULKARNAINI MASRY / FRANSISKUS PATI HERIN / JEAN RIZAL LAYUCK / ISMAIL ZAKARIA)