AS Pertimbangkan Intervensi Militer, Rusia Dorong Solusi Damai
Oleh
Ayu Pratiwi
·3 menit baca
CARACAS, SENIN — Presiden Amerika Serikat Donald Trump, Minggu (3/2/2019) di Washington DC, AS, mempertimbangkan opsi keterlibatan militer dalam rangka mendorong Presiden Venezuela Nicolas Maduro untuk mundur dari jabatannya.
Di sisi lain, negara-negara pendukung Maduro, termasuk Rusia, menganggap opsi itu hanya akan memperparah keadaan. Bagi Rusia dan sekutu Maduro lainnya, negara-negara lain seharusnya membawa solusi yang mendamaikan suasana di Venezuela.
Sejak tokoh oposisi Juan Guaido mendeklarasikan diri sebagai penjabat Presiden Venezuela pada akhir Januari 2019, dalam demonstrasi besar-besaran di Caracas, ibu kota negara itu, penduduk setempat melaporkan adanya warga yang dieksekusi mati tanpa alasan hukum yang jelas dari pemerintah Venezuela. Sejak 24 Januari 2019, polisi menyerbu dan menembak warga di kampung kumuh Jose Felix Ribas di Caracas. Penduduk di sana merupakan sebagian dari peserta demonstrasi yang dipimpin Guaido.
Dalam sesi wawancara yang disiarkan CBS, Minggu (3/2) waktu di Washington DC, Trump mengungkapkan, intervensi militer di Venezuela merupakan salah satu opsi yang sedang dipertimbangkan AS dalam rangka menaklukkan Maduro. AS merupakan salah satu dari puluhan negara lain yang mendukung kepemimpinan Guaido dan menganggap bahwa Maduro bukan presiden yang sah lagi.
Pekan lalu, pemerintah AS memberikan sanksi kepada perusahaan minyak milik negara Venezuela, PDVSA. Hal itu dalam rangka memblokade akses Maduro kepada salah satu sumber pendapatan terbesar Venezuela.
Menanggapi kemungkinan AS terlibat secara militer di Venezuela, Maduro memperingatkan Trump, keterlibatan itu dapat mengulang peristiwa teror yang pernah terjadi seperti dalam Perang Vietnam.
”Stop. Stop di sana Trump. Kesalahan ini hanya akan mengotori tangan Anda dengan darah. Mari kita saling menghormati atau Anda ingin mengulangi peristiwa perang Vietnam di Amerika Latin?" ucap Maduro dalam sesi wawancara dengan televisi lokal, Minggu, seperti dikutip BBC.
Maduro masih kuat
Hingga sekarang, Maduro masih punya dukungan kuat dari aparat kepolisian dan militer. Ada pula Rusia, China, dan Turki yang mendukung kepemimpinan Maduro.
Rusia mendesak negara lain untuk menahan diri dalam mengatasi krisis di Venezuela. ”Tujuan komunitas internasional adalah untuk membantu Venezuela tanpa campur tangan yang malahan dapat menghancurkan negara itu,” ujar Alexander Shchetinin, Kepala Departemen Amerika Latin pada Kementerian Luar Negeri Rusia.
Menteri Luar Negeri Turki Mevlut Cavusoglu mengingatkan, pengakuan negara lain atas kepemimpinan Guaido hanya akan mempersulit keadaan.
”Seharusnya mereka (negara-negara yang mengakui Guaido) berkontribusi pada penyelesaian masalah melalui dialog. Ternyata apa? Mereka malah memanasi dari luar. Warga Venezuela sedang dihukum dengan cara itu,” kata Cavusoglu (Kompas, 4/2).
Maduro tidak tunduk
Pada Minggu, Perancis dan Austria mendesak Maduro untuk segera menggelar pemilihan presiden. Sejumlah negara Eropa menetapkan, apabila Maduro tidak mengumumkan pelaksanaan pemilu hingga Minggu malam, mereka akan mengakui Guaido sebagai pemimpin yang sah.
Maduro menolak tunduk pada ultimatum itu. ”Saya menolak pelaksanaan pemilu sekarang. Akan ada pemilu lagi pada 2024. Kami tidak peduli apa yang dikatakan Eropa,” ujarnya.
Meskipun demikian, Maduro mendukung rencana pertemuan antara negara Amerika Latin dan Eropa yamg dijadwalkan pada Kamis pekan ini. Ia juga pernah mengundang Guaido untuk berdiskusi secara tatap muka, tetapi ditolak.
Guaido sementara itu berupaya menerima bantuan kemanusiaan yang disumbangkan oleh komunitas internasional. Ia mendesak pasukan militer mengizinkan bantuan itu masuk. Maduro menolak bantuan itu dan mengklaim bantuan itu akan dilanjutkan menjadi intervensi militer dari AS. Menurut rencana, Guaido akan menggelar demonstrasi lagi pada 12 Februari 2019. (REUTERS, AFP)