Jika tidak ada perundingan terkait senjata nuklir, terutama perseteruan AS-Rusia dan belum diakomodasinya China dalam pakta itu, hal ini tentu saja amat mengkhawatirkan kita semua karena berpotensi menyeret dunia ke ambang perlombaan senjata nuklir.
Oleh
Pascal S Bin Saju
·3 menit baca
Moskwa telah menangguhkan Pakta Senjata Nuklir Jarak Menengah atau Intermediate-Range Nuclear Forces (INF) Treaty, Sabtu (2/2/2019), sehari setelah Washington mengumumkan rencana penarikan diri Amerika Serikat dari kesepakatan. Washington, seperti diumumkan Menlu AS Mike Pompeo, memulai proses keluar dari INF dalam enam bulan sejak Sabtu pekan lalu.
Berita soal konflik pakta nuklir itu terus bergulir hingga Minggu kemarin. ”Mitra kita Amerika sudah mengumumkan untuk menangguhkan keikutsertaan mereka dalam kesepakatan itu. Kita juga menangguhkannya,” kata Presiden Rusia Vladimir Putin, seperti dikutip kantor berita AFP.
Sebelum AS mengumumkan secara resmi, Putin telah menegaskan, Rusia akan mulai membuat rudal-rudal baru, antara lain rudal hipersonik. Pada Desember 2018, Putin mengancam, jika AS keluar dari pakta nuklir, Rusia akan mulai mengembangkan rudal nuklir jarak menengah.
Menurut Putin, setiap negara Barat di mana AS menempatkan rudal jarak menengah, seperti di Polandia atau Romania, akan menjadi target pertama jika terjadi konflik (New York Times, 5/12/2018). AS menempatkan rudalnya di dua negara itu setelah Rusia menganeksasi Crimea dari Ukraina, Maret 2014.
Rusia kini memiliki rudal Novator 9M729. Rudal itu dipamerkan untuk pertama kali, 23 Januari 2019, kepada para atase militer dan media asing di Moskwa. Militer Rusia mengklaim, pemeran rudal itu untuk menunjukkan transparansi dan kepatuhan Rusia pada perjanjian INF. (New York Times, 24/1/2019).
Namun, Washington meradang dan menuding pameran rudal, yang disebut SSC-X-8 oleh Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO), itu melanggar kesepakatan INF pada 1987. Menurut kesepakatan ini, AS dan Rusia dilarang menggunakan rudal jarak pendek dan menengah.
Menurut Washington, rudal Novator 9M729 memiliki kemampuan serangan nuklir. Rudal itu disebut sebagai versi jarak jauh dari sistem rudal berbasis darat Iskander-M 9M729 yang memungkinkan Rusia untuk meluncurkan serangan nuklir di negara-negara NATO dalam waktu sangat singkat.
Jika tidak ada perundingan terkait senjata nuklir, hal ini tentu saja amat mengkhawatirkan kita semua karena berpotensi menyeret dunia ke ambang perlombaan senjata nuklir.
Dalam kesepakatan INF yang diteken Presiden AS Ronald Reagan dan pemimpin Soviet Mikhail Gorbachev, lebih dari 31 tahun silam atau pada 1987, AS dan Uni Soviet dilarang memiliki dan mengembangkan rudal balistik dan jelajah berbasis darat dengan kisaran 500-5.500 kilometer.
Situs berita Global Security menyebutkan, pakta INF mendefinisikan rudal jarak menengah sebagai rudal balistik. Rudal ini diluncurkan di darat, ground-launched ballistic missile (GLBM) atau ground-launched cruise missile (GLCM), dengan daya jangkau tidak lebih dari 5.500 kilometer.
Sementara itu, rudal Novator 9M729 diperkirakan memiliki kemampuan serang pada jarak antara 300 mil dan 3.400 mil laut atau lebih dari 5.500 kilometer. Jika itu benar, berarti rudal tersebut berada di dalam perjanjian INF yang melarang seluruh rudal jarak menengah. Namun, Moskwa menolak tudingan.
Kita tentu masih ingat, Januari lalu, Washington menyatakan, AS tengah mengembangkan sistem pertahanan peluru kendali baru berbasis antariksa, termasuk deteksi rudal hipersonik. Sistem itu dikembangkan karena ada ancaman serius dari China, Korea Utara, Rusia, dan Iran. (Kompas.id, 18/1/2019)
Rusia dan Iran telah bersekutu, setidaknya dalam perang di Suriah. Mungkin juga dua negara itu berkolaborasi mengembangkan senjata nuklir. Sedangkan Korut jangan dipandang berdiri sendiri. Ada China di baliknya. Kita sudah menyaksikan peran besar China di negara paria itu.
Rusia dan China dilaporkan telah mulai menerapkan teknologi hipersonik dalam sistem persenjataannya, tetapi China berada di luar pakta INF. Seperti Rusia, peluru kendali hipersonik China juga sulit dilacak dan dideteksi. Dengan dalil itu pula, AS mengembangkan sistem pertahanan hipersonik di luar angkasa.
Jika tidak ada perundingan terkait senjata nuklir, terutama perseteruan AS-Rusia dan belum diakomodasinya China dalam pakta itu, hal ini tentu saja amat mengkhawatirkan kita semua karena berpotensi menyeret dunia ke ambang perlombaan senjata nuklir. Kita mendorong perundingan yang damai.