SEMARANG, KOMPAS - Kepolisian Resor Kota Besar Semarang belum dapat menyimpulkan motif pelaku teror yang membakar sejumlah kendaraan bermotor, dalam sebulan terakhir. Namun, rentetan 17 kejadian pembakaran itu diyakini telah terkonsep.
Kapolrestabes Semarang, Komisaris Besar Abiyoso Seno Aji, pada Rapat Koordinasi Antisipasi dan Deteksi Dini lewat Pengamanan Swakarsa Masyarakat, di Kota Semarang, Senin (4/2/2019) sore, mengatakan, aksi teror yang terjadi belakangan ini sengaja dan ada unsur pidana di dalamnya.
"Dilihat dari banyaknya TKP (tempat kejadian peristiwa) di wilayah Kota Semarang, saya dapat menarik kesimpulan sementara, bahwa ini sudah terkonsep sedemikian rapi. Kalau saya boleh katakan, ini dilakukan oknum-oknum yang tak senang melihat Semarang aman," ujar Abiyoso.
Berdasarkan data Polrestabes Semarang, telah terjadi 17 kejadian pembakaraan kendaran bermotor, satu di antaranya percobaan, di Kota Semarang. Wilayah Kecamatan Ngaliyan menjadi daerah dengan peristiwa terbanyak, yakni lima kejadian.
Terkait motivasi pelaku teror, Abiyoso belum bisa menyimpulkan karena pelaku belum tertangkap. "Yang jelas, aksi ini mau mengganggu situasi keamanan dan ketertiban masyarakat yang selama ini berhasil kami jaga," ucap Abiyoso.
Wali Kota Semarang Hendrar Prihadi menuturkan, pihaknya prihatin karena rentetan 17 kejadian pembakaran kendaraan seakan ingin meneror warga. Padahal, selama ini, Semarang dikenal sebagai kota yang kondusif. Untuk itu, koordinasi lebih rapi dan matang diperlukan.
Menurut dia, kata kunci mengatasi permasalahan tersebut ialah kebersamaan. "Apabila seluruh warga Semarang kompak dan bersatu, semua dapat tertangani. Kami di Forkompimda terus melakukan rapat secara intens agar kejadian serupa bisa diantisipasi," ucap Hendrar.
Siskamling
Salah satu evaluasi, lanjut Hendrar, ialah masih banyak pos-pos siskamling yang tidak dijaga atau diisi kegiatan siskamling. Selain itu, sejumlah daerah justru membuka akses masuk sebanyak-banyaknya. Padahal untuk meminimalisasi kejahatan, cukup ada satu pintu gerbang untuk masuk ke suatu kawasan permukiman.
Kepala Polda Jateng Inspektur Jenderal Condro Kirono, mengemukakan, sejumlah kejadian pembakaran kendaraan bermotor di Semarang tak bermotif ekonomi, juga bukan dendam pribadi. Menurutnya, aksi-aksi itu upaya untuk menciptakan suasana keresahan di masyarakat.
"Tujuan mereka (pelaku teror) ialah menimbulkan rasa takut yang bisa memunculkan anggapan bahwa sekarang situasi tak aman. Namun, kalau kita bersama, pasti bisa aman." (Panglima Kodam IV/Diponegoro, Mayor Jenderal TNI Mochamad Effendi)
Menurut Condro, rentetan kejadian itu harus direspons, tetapi bukan dengan kekhawatiran atau keresahan. "Dengan introspeksi diri mengapa di wilayah tersebut bisa seperti itu. Mari jadikan ini sebagai momentum kebersamaan. TNI-Polri, bersama-sama dengan masyarakat ikut menjaga ketertiban," ujarnya.
Panglima Kodam IV/Diponegoro, Mayor Jenderal TNI Mochamad Effendi, mengingatkan bahwa dalam Pasal 30 Undang-Undang Dasar 1945, disebutkan, tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam usaha pertahanan dan keamanan. TNI Polri sebagai kekuatan utama dan rakyat sebagai kekuatan pendukung.
Ia menambahkan, masyarakat tak perlu takut, selama mengedepankan kebersamaan. "Tujuan mereka (pelaku teror) ialah menimbulkan rasa takut yang bisa memunculkan anggapan bahwa sekarang situasi tak aman. Namun, kalau kita bersama, pasti bisa aman," ujarnya.
Pada Minggu (3/2), di Kelurahan Rejosari, Semarang Timur, Kota Semarang, sekitar pukul 22.00, terjadi upaya pembakaran mobil pikap yang terparkir di sisi jalan. Kecurigaan muncul setelah warga mencium bau bensin dari sekitar kaca depan mobil. Terdapat plastik berisi bensin.
Margareta, pemilik mobil, mengatakan, baru mengetahui kejadian itu setelah ada ramai-ramai di sekitar mobilnya. "Tidak ada yang melihat orang yang melempar plastik tersebut. Namun, ada CCTV. Polisi pun langsung memeriksa dan memberi garis polisi di mobil saya," katanya.