Polisi Serbu Perkampungan Kumuh, Tembak Mati Penduduknya
Oleh
Ayu Pratiwi
·4 menit baca
Penduduk di kampung Jose Felix Ribas di ibu kota Caracas, Venezuela, dihantui rasa takut akibat penembakan polisi dalam sebuah operasi di kampung kumuh tersebut. Sejak ada unjuk rasa besar-besaran yang menentang kepemimpinan Presiden Venezuela Nicolas Maduro, akhir Januari 2019, laporan saksi mengungkapkan adanya warga yang dieksekusi mati tanpa alasan hukum yang jelas dari Pemerintah Venezuela.
Operasi yang membawa kematian itu berlangsung mulai 24 Januari 2019, sehari setelah demonstrasi masif yang dipimpin tokoh oposisi Juan Guaido digelar di Caracas. Demonstrasi dihadiri ribuan penduduk wilayah kumuh. Mereka menyalahkan Maduro atas krisis ekonomi yang menimpa negara itu.
Pada hari itu Yohendry Fernandez (27) ditangkap oleh personel kepolisian yang mengenakan topeng dan seragam hitam. Mereka adalah pasukan elite bernama FAES dari Kepolisian Nasional Venezuela, yang bertugas melawan terorisme dan kejahatan yang terorganisasi.
Fernandez kemudian diseret ke sebuah gang tidak jauh dari tempat tinggalnya. Di sana ia dibunuh dengan ditembak dua kali di dadanya, seperti disampaikan oleh keluarga korban dan seorang saksi mata.
Laporan saksi menyebutkan, puluhan pasukan FAES menyerbu kampung kumuh Jose Felix Ribas, tempat tinggal mereka, dengan kendaraan lapis baja dan sepeda motor. Beberapa di antaranya menembak penduduk yang melarikan diri. Ada pula penembak jitu atau sniper yang bersiaga di atap.
Menjelang pagi esok harinya, 10 orang dilaporkan tewas oleh masyarakat setempat. Suasana teror itu berlangsung hingga tiga hari kemudian.
Kisah ibu korban
Isabel Pino, ibu Fernandez, merupakan salah satu saksi yang menceritakan kisah teror itu. Pada sore hari itu, Pino dikabari salah satu anggota keluarganya bahwa anaknya tersebut telah ditangkap.
Pino kemudian langsung bergegas menuju lokasi yang ditunjukkan dan memohon kepada salah satu anggota pasukan elite polisi tersebut untuk melepaskan anaknya. ”Tolong, jangan sakiti dia,” kata ibu itu.
Namun, pasukan tersebut mengabaikan permohonan itu dan memerintahkan Pino untuk kembali ke tempat tinggalnya. Tidak lama kemudian, Pino mendengar dua kali letusan tembakan. Ia hanya bisa melihat sudah tidak bernyawa ketika jasad anaknya dibawa ke rumah sakit, dengan satu luka tembakan di jantung dan satu lagi di tulang dada.
Pino tidak menerima penjelasan resmi dari Otoritas Venezuela mengenai kematian anaknya. Selain itu, semua barang pribadi Fernandez telah disita. Pasukan FAES kembali ke kampungnya beberapa hari setelah kejadian dan bertanya apabila keluarga Fernandez terlibat dalam dugaan tindakan kriminal. Pino menyangkal dugaan itu.
”Mendengar nama FAES saja membuatku ketakutan. Saya diberi tahu, mereka kembali lagi ke sini. Saya bisa merasakan sakit di perut saya,” ujar Pino dengan suara bergetar.
Puluhan tewas dan ratusan ditahan
Organisasi pemantau kekerasan di Venezuela mencatat, 43 korban meninggal dieksekusi oleh pasukan keamanan sejak ada protes besar-besaran pada akhir Januari 2019. Jumlah itu diperkirakan bertambah karena masih ada laporan lain yang belum selesai diproses.
Sejumlah kelompok hak asasi manusia juga menuduh Pemerintah Venezuela menyalahgunakan pasukan dari FAES untuk menggerebek rumah peserta demonstrasi. Diperkirakan ada 900 demonstran telah ditangkap.
Selain Fernandez, laporan dari warga setempat mengungkapkan kisah korban lain yang juga berakhir tragis. Seorang ibu, yang merupakan saudara dari seorang pemimpin geng yang dituduhkan, misalnya, diseret keluar dari rumahnya dan ditembak mati di kepalanya.
Laporan dari sejumlah warga menyatakan, pada 22 Januari 2019 sebuah truk sempat melewati area kumuh Petare, area perkotaan ibu kota Caracas, dan menyampaikan peringatan untuk tidak ikut serta dalam aksi protes. ”Jika Anda protes besok, akan ada konsekuensinya,” ucapnya melalui pengeras suara.
Paula Navas, seorang aktivis politik, mengatakan, otoritas sedang berupaya membungkam komunitasnya. ”Mereka membuat anak-anak trauma,” ujarnya.
Kementerian Informasi Venezuela belum memberi keterangan ketika ditanya wartawan yang hendak mengonfirmasi ada teror dari aparat kepolisian itu. FAES sementara itu menyatakan, melalui akun Instagram-nya, laporan teror itu adalah ”kabar bohong” yang diciptakan pihak oposisi kanan.
”Perjuangan kami adalah melawan semua kriminal yang merusak komunitas kami. Jika Anda takut dengan FAES, itu karena Anda adalah kriminal,” tulisnya.
Perang politik
Saat ini Maduro dan Guaido masih terus berebutan dukungan dari dalam dan luar negeri. Amerika Serikat dan sebagian Eropa serta Amerika Latin mendukung Guaido. Rusia, China, dan Turki mendukung Maduro. Venezuela diketahui memiliki utang ratusan miliar dollar AS kepada Rusia dan China.
Pada Minggu (3/2/2019), Perancis mendesak Maduro segera menggelar pemilihan presiden. Apabila tidak ada pengumuman hingga Minggu malam, Perancis akan mengakui Guaido sebagai pemimpin sah Venezuela hingga pemilu terselenggara (Kompas, 4/2/2019)
Turki sementara itu terus mendukung Maduro dan menganggap pengakuan negara lain atas kepemimpinan Guaido hanya akan ”memanasi” masalah di Venezuela. Selain Turki dan negara kelompok kiri lainnya, kepemimpinan Maduro masih punya dukungan kuat dari aparat kepolisian dan militer. (REUTERS)