Tanggap Darurat Berakhir, Warga Diminta Tetap Waspada
Oleh
Fransiskus Pati Herin
·3 menit baca
GOWA, KOMPAS - Masa tanggap darurat bencana banjir dan longsor di Provinsi Sulawesi Selatan akan berakhir pada Selasa (5/2/2019), besok. Warga yang tinggal di lokasi rawan banjir dan longsor diminta selalu waspada mengingat curah hujan di daerah itu masih tinggi. Longsor susulan berpeluang terjadi lagi.
Kapten (Arm) Mahyidin, Perwira Seksi Operasi Komando Distrik Militer 1409/Gowa, Senin (4/2/2019), mengatakan, pasukan gabungan TNI, Polri, dan Basarnas sebanyak 800 personel yang bertugas di lokasi pencarian ditarik pada Senin sore. Proses pencarian korban sejak 14 hari lalu itu dihentikan.
Di Kabupaten Gowa, total ada enam korban yang belum ditemukan setelah terjadi longsor secara serentak di sejumlah titik pada 22 Januari lalu. Enam korban itu terdiri dari dua warga Desa Pattallikang, Kecamatan Manuju serta satu warga Desa Mangempang dan tiga warga Desa Sapaya, Kecamatan Bungaya."Keluarga korban sudah mengikhlaskan," ujar Mahyidin.
Pembukaan akses agar kegiatan ekonomi masyarakat bisa bergerak kembali.
Menurut Mahyidin, setelah penarikan pasukan dari lokasi pencarian, sebagian kecil personel akan dikerahkan untuk membantu pembukaan akses Jalan Poros Bungaya yang tertutup longsor di sekitar 20 titik.
Hingga kini, jalur tersebut hanya bisa dilalui menggunakan sepeda motor trail. "Pembukaan akses agar kegiatan ekonomi masyarakat bisa bergerak kembali," katanya.
Kegiatan rekonstruksi dan rehabilitasi hingga relokasi sepenuhnya di bawah kendali pemerintah daerah. Muncul wacana sebagian permukiman warga di Pattallikang, Mangempang, dan Sapaya akan direlokasi ke tempat yang lebih aman. Permukiman warga itu kebanyakan berada di bukit yang rawan longsor.
Pernah longsor
Pengalaman longsor pada 22 Januari yang menimbun 21 orang di Dusun Pattiro, Desa Pattallikang, seharusnya menjadi pembelajaran berharga bagi warga yang menetap di sepanjang jalur itu. Apalagi, daerah itu juga memiliki riwayat bencana longsor.
"Pernah ada longsor. Batu terguling menghantam rumah warga pada tahun 2005 dan tahun 2007. Saat itu tidak ada korban," tutur M Aliboco, Sekretaris Desa Pattallikang.
Setelah kejadian itu, pemerintah desa sudah mengimbau warga agar segera pindah, tetapi tidak dilakukan. Warga memilih bertahan dengan berbagai alasan, salah satunya terkait sulitnya mendapat lahan baru untuk membangun rumah. Warga juga tidak mau tinggal jauh dari lahan persawahan yang berada di sekitar permukiman saat ini.
Berdasarkan temuan sejumlah anggota TNI yang diminta melakukan survei di perbukitan sekitar pemukiman warga, terdapat banyak pergeseran tanah. Jika hujan dalam waktu lama, retakan yang di atasnya ditumbuhi pohon besar dan berdiri batu-batu lepas itu akan meluncur menuju permukiman penduduk.
Oleh karena itu, menurut Aliboco, relokasi merupakan satu-satunya solusi. Demi keselamatan, warga harus direlokasi ke tempat yang lebih aman. Dia berjanji akan melakukan pendekatan kepada warga agar mau dipindahkan. Kini, banyak warga sudah menyampaikan keinginannya kepada pemerintah untuk direlokasi.
Segera dibahas
Sekretaris Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Gowa M Arfah, saat dihubungi secara terpisah, mengatakan, relokasi akan dibahas setelah masa tanggap darurat berakhir. Pembahasan itu terkait mekanisme, penentuan tempat, dan pembiayaan.
Relokasi akan melibatkan pemerintah kabupaten, provinsi, dan Badan Nasional Penanggulangan Bencana. Arfah mengaku dirinya hadir dalam Rapat Kordinasi Penanggulangan Bencana 2019 di JX International Surabaya, Jawa Timur, pada Sabtu (2/2), yang dibuka oleh Presiden Joko Widodo.
Bencana di Sulsel menjadi perhatian pemerintah pusat. "Yang paling penting adalah mitigasi bencana. Masyarakat akan terus disadarkan mengenai bahaya bencana di sekitar lingkunganya," kata Arfah.