Pemerintah berpeluang memenuhi target 20 juta kunjungan wisatawan mancanegara pada 2019. Untuk mencapainya, sejumlah hal perlu diperhatikan, seperti ketersediaan infrastruktur dan amenitas secara menyeluruh.
Oleh
A Ponco Anggoro
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah berpeluang memenuhi target 20 juta kunjungan wisatawan mancanegara pada 2019. Namun, untuk mencapainya, sejumlah hal perlu diperhatikan, seperti ketersediaan infrastruktur dan amenitas secara menyeluruh.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, jumlah kunjungan wisatawan mancanegara ke Indonesia sepanjang 2018 adalah 15,81 juta orang. Angka ini naik 12,58 persen dibandingkan dengan kunjungan wisatawan mancanegara tahun lalu. Pada 2017, total kunjungan wisatawan mancanegara adalah 14,04 juta orang.
Walaupun naik, jumlah kunjungan wisatawan mancanegara ke Indonesia tidak memenuhi target, yakni 17 juta kunjungan. Sebelumnya, Menteri Pariwisata Arief Yahya mengatakan, banyak wisatawan mancanegara membatalkan kunjungannya ke Indonesia karena rangkaian bencana alam. (Kompas, 28/11/2018)
Direktur Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Enny Sri Hartati mengatakan, target sektor pariwisata pada 2019 berpeluang tercapai, tidak seperti tahun 2018. Namun, untuk itu, diperlukan kerja sama antarsektor agar kesiapan infrastruktur dan amenitas bisa terpenuhi, khususnya di sepuluh destinasi prioritas.
”Wisatawan datang untuk membeli kenyamanan atau leisure. Tidak cukup hanya dengan membuat destinasi wisata. Jika transportasi dan ketersediaan makanan masih sulit, wisatawan akan malas datang. Pekerjaan ini harus melibatkan semua pihak secara komprehensif,” kata Enny saat dihubungi dari Jakarta, Senin (4/2/2019).
Ada sepuluh destinasi prioritas yang ditetapkan pemerintah atau disebut ”Bali Baru”, yaitu Danau Toba (Sumatera Utara), Tanjung Kelayang (Belitung), Tanjung Lesung (Banten), Kepulauan Seribu (DKI Jakarta), Candi Borobudur (Jawa Tengah), Gunung Bromo-Tengger-Semeru (Jawa Timur), Mandalika (Nusa Tenggara Barat), Labuan Bajo (Nusa Tenggara Timur), Wakatobi (Sulawesi Tenggara), dan Morotai (Maluku Utara).
Enny mengatakan, pengembangan pariwisata harus dipikirkan secara menyeluruh, tidak hanya dari segi pemasaran. Kemudahan dan efisiensi biaya serta waktu bagi para wisatawan mancanegara perlu dipertimbangkan. Menurut dia, akses transportasi, jaringan komunikasi, dan hingga ketersediaan toilet belum sepenuhnya memadai.
”Yang harus diperbaiki adalah rantai pariwisata. Dari keluar hingga kembali ke penginapan, wisatawan mancanegara harus dipikirkan (kemudahan dan kenyamanannya). Jika berhasil dilakukan, ini akan jadi instrumen promosi yang konkret,” kata Enny.
Ketua Tim Percepatan Pembangunan Destinasi Pariwisata Prioritas Hiramsyah S Thaib mengatakan, pembangunan infrastruktur di sepuluh ”Bali Baru” sedang dikebut. Sejumlah bandara di destinasi wisata juga telah diresmikan, antara lain Bandara Silangit di Sumatera Utara pada Februari 2016.
Bandara HAS Hanandjoeddin di Bangka Belitung juga telah berstatus bandara internasional sejak Oktober lalu. Hiramsyah mengatakan, kini penerbangan langsung dari Singapura ke Belitung sudah tersedia. Hal itu untuk menunjang ketersediaan akses bagi wisatawan mancanegara ke destinasi wisata prioritas tersebut.
”Okupansi penerbangan langsung dari Singapura ke Belitung rata-rata 50 persen. Okupansinya sempat menurun sedikit pada Desember 2018. Namun, itu wajar mengingat ini adalah rute penerbangan baru,” kata Hiramsyah.
Ia menambahkan, pihaknya juga bekerja sama dengan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat untuk menyediakan akses jalan yang memadai. Pengerjaan jalan yang jadi prioritas antara lain akses dari bandara, hotel, hingga ke destinasi wisata.
Selain itu, ketersediaan amenitas berupa hotel juga tengah dikerjakan. Menurut Hiramsyah, sejumlah hotel berbintang baru telah diresmikan, antara lain Hotel Sheraton, Hotel JW Marriott, dan Hotel Santika.
”Ketersediaan Wi-Fi dan komunikasi juga tidak ada masalah. Kami bekerja sama dengan Telkomsel untuk menyediakan jaringan 4G di sepuluh ’Bali Baru’ itu. Kita terus kebut pembangunan pariwisata di Indonesia. Sebab, kita sudah ketinggalan jauh dengan negara-negara lain,” kata Hiramsyah.
Industri pariwisata seperti diketahui berperan besar dalam menciptakan lapangan pekerjaan, mendorong ekspor, dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Di Indonesia, industri pariwisata mampu menyerap 12 juta tenaga kerja pada 2017. Penyerapan tenaga kerja di sektor ini meningkat jika dibandingkan tahun 2015 yang tercatat mampu menyerap 10,4 juta tenaga kerja. Lapangan usaha yang diciptakan dalam sektor ini meliputi usaha perdagangan, angkutan, penyediaan akomodasi, industri hiburan, dan sejumlah usaha jasa lainnya.
Bagi Indonesia, peningkatan jumlah kunjungan wisatawan asing berpengaruh secara langsung terhadap pendapatan alias devisa negara. Kementerian Pariwisata mencatat penerimaan devisa dari wisatawan mancanegara pada 2017 sebesar Rp 205,04 triliun. Capaian tersebut melampaui target yang ditetapkan, yaitu Rp 182 triliun. Pariwisata berada di urutan ketiga terbesar sebagai penyumbang devisa bagi Indonesia setelah komoditas ekspor minyak kelapa sawit dan batubara.
Pengeluaran wisatawan mancanegara saat berkunjung ke Indonesia menjadi faktor yang paling berpengaruh dalam peningkatan jumlah devisa yang diterima negara. Pengeluaran harian rata-rata wisatawan mancanegara sebesar 131,7 dollar AS dengan rata-rata tinggal 8,5 hari. Dengan demikian, per kunjungan satu wisatawan mancanegara membelanjakan uangnya di Indonesia sebesar 1.208,8 dollar AS. (SEKAR GANDHAWANGI/SUWARDIMAN)