Aksesibilitas Pejalan Kaki di Tanah Abang Kian Terbatas
Oleh
Irene Sarwindaningrum
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Penutupan satu sisi trotoar di Jalan Jati Baru Raya, Tanah Abang, Jakarta Pusat, mengakibatkan aksesibilitas pejalan kaki di kawasan itu kian terbatas. Penutupan ini dinilai tidak sejalan dengan kebijakan mengutamakan kepentingan pejalan kaki.
Penutupan satu sisi trotoar di Jalan Jati Baru Raya, yaitu di samping Stasiun Tanah Abang, sudah diberlakukan selama sekitar sepekan terakhir. Sejumlah personel Dinas Perhubungan DKI Jakarta berjaga di trotoar yang ditutup untuk mencegah orang berjalan kaki di sana, Selasa (5/2/2019).
Sementara itu, sepanjang sisi trotoar dan median jalan dipagari. Beberapa pejalan kaki tetap nekat berjalan di pinggir jalan di sisi luar pagar.
Untuk menyeberang ke trotoar di sisi lain, pejalan kaki harus naik ke jembatan penghubung, melalui jembatan penyeberangan multiguna (JPM) Tanah Abang. Terdapat tujuh pintu di beberapa titik untuk masuk dari trotoar ke jembatan penghubung itu.
Namun, pintu dan jembatan sangat sempit, hanya selebar sekitar 1,5 meter. Lebar ini hanya memungkinkan dua orang untuk berpapasan sehingga pejalan kaki harus berjalan satu baris di kedua arah.
Pintu dari Jalan Jati Baru Bengkel sangat padat karena banyaknya pengunjung pada Selasa siang. Akses ini akan semakin padat saat ada pengunjung yang membawa banyak barang belanjaan.
Akses masuk yang sempit ini juga akan menyulitkan kaum rentan dan difabel, seperti orang lanjut usia, anak-anak, perempuan hamil, dan kaum difabel. ”Akses pejalan kaki itu minimal lebarnya 2 meter. Ini untuk mengakomodasi kursi roda berpapasan,” kata Deddy Herlambang, peneliti transportasi di Institut Studi Transportasi (Instrans).
Beberapa pejalan kaki menilai kondisi yang lebih nyaman karena adanya atap, tetapi mengeluhkan jarak yang semakin jauh untuk berjalan kaki di seputaran Tanah Abang. ”Ini jadi semakin memutar, ya, jadi jauh sekali mau ke seberang saja,” kata Cayadewi (25), warga Cibinong yang datang ke Tanah Abang untuk berbelanja.
Seperti diberitakan sebelumnya, mulai 7 Februari 2019 satu sisi trotoar di Jalan Jati Baru Raya, tepatnya di bawah JPM Tanah Abang, tidak diperbolehkan dilewati pejalan kaki. Trotoar itu sudah digunakan untuk halte Transjakarta dan Jak Lingko sehingga langsung tersambung dengan kereta komuter.
Sementara jalan di bawah JPM itu hanya diperuntukkan bagi kendaraan bermotor. Uji coba dan sosialisasi sudah dilakukan selama sepekan terakhir.
Wali Kota Jakarta Pusat Bayu Meghantara mengatakan, kebijakan terkait JPM ini merupakan bagian untuk mewujudkan kawasan itu menjadi transit oriented development (TOD) atau pengembangan kawasan berorientasi transit. Kebijakan ini akan berlaku permanen. ”Ini terkait dengan sistem integrasi angkutan sebenarnya,” katanya.
Bayu mengatakan, pintu akses sudah dibuat memadai karena arus pejalan kaki sudah terbagi, yaitu orang yang akan menggunakan Jak Lingko ataupun Transjakarta dapat langsung menuju ke bawah, sedangkan orang yang akan melanjutkan ke Pasar Tanah Abang bisa langsung melalui JPM Tanah Abang.
Menurut rencana, semua lahan yang ada di Jalan Jati Baru Raya akan dibebaskan untuk pembangunan pertokoan dan hunian berkonsep tata guna campuran.
Disesalkan
Koordinator Koalisi Pejalan Kaki Alfred Sitorus menyesalkan kebijakan penutupan trotoar ini. Sebab, menurut dia, kebijakan ini merenggut sebagian hak pejalan kaki. Padahal, trotoar ini merupakan hak dasar bagi pejalan kaki.
Menurut Alfred, kebijakan integrasi angkutan umum massal pun seharusnya tak lalu menutup akses pejalan kaki. ”Kami sangat mendukung untuk pengembangan moda transportasi umum massal. Namun, jangan lalu hak dasar dihilangkan karena tidak semua pejalan kaki di Tanah Abang mau menuju stasiun atau ke pasar saja. Lalu, mereka ini harus lewat mana. Ini sesat pikir,” tuturnya.
Menurut Alfred, JPM tak bisa menggantikan trotoar. Sebab, tujuan awal pembuatan JPM ini adalah untuk mewadahi pedagang kaki lima yang awalnya mengokupasi trotoar lalu ditempatkan di jalan raya.
Kebijakan ini juga memperlihatkan tidak adanya perencanaan yang matang terhadap penataan Tanah Abang karena terus berubahnya konsep penataan di sana. Trotoar di Jalan Jati Baru baru saja dibangun, tetapi baru beberapa tahun sudah dilakukan pelarangan.
Peneliti transportasi, Deddy Herlambang, mengatakan, pelarangan pejalan kaki berjalan di trotoar kontradiktif dengan konsep kota bersistem transportasi cerdas, yaitu mengutamakan kepentingan pejalan kaki.
Akses pejalan kaki seharusnya dirancang nyaman, mudah, dan setara. Artinya, akses pejalan kaki seharusnya memudahkan kaum difabel. ”Ini jelas mempersulit pejalan kaki, bukan mempermudah. Seharusnya pejalan kaki justru tidak dipersulit,” katanya.
Menurut Deddy, penutupan trotoar bagi pejalan kaki secara permanen ini melanggar Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Sebab, trotoar merupakan satu kesatuan dengan jalan sehingga tak boleh ditutup secara permanen.