JAKARTA, KOMPAS – Pemerintah belum memiliki aturan tenis jelas terkait pembentukan Unit Kegiatan Mahasiswa Pengawal Ideologi Bangsa. Tanpa ada indikator capaian dan pola pengawasan yang jelas, efektivitas kerja UKM Pengawal Ideologi Bangsa akan terus dipertanyakan.
Profesor Riset Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Siti Zuhro, mendorong pemerintah segera menentukan standar operasional Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Pengawal Ideologi Bangsa (PIB). “Kalau tidak ada komitmen yang kuat, hal ini hanya akan menjadi kosa kata kosong,” kata Siti, di Jakarta, Selasa (5/1/2019).
Berdasarkan Peraturan Menteri (Permenristek dan Dikti) Nomor 55 Tahun 2018 tentang Pembinaan Ideologi Pancasila dalam Kegiatan Kemahasiswaan di Perguruan Tinggi, pembentukan UKM PIB merupakan bentuk tanggung jawab perguruan tinggi dalam melaksanakan pembinaan ideologi Pancasila. Tujuannya agar segala kegiatan mahasiswa tidak melenceng dari semangat Pancasila.
Ketua Pengurus Pusat Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI), Juventus Prima, mengatakan, belum mendapat ajakan dari Kementerian Riset dan Pendidikan Tinggi (Kemristekdikti) untuk membahas rencana pembentukan UKM PIB secara lebih mendetil.
Permenristek dan Dikti Nomor 55 Tahun 2018 itu awalnya diciptakan berdasarkan pertemuan Menristekdikti dengan sejumlah organisasi kemasyarakatan pemuda (OKP), seperti PMKRI, Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) dan Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI).
Waktu itu yang dibahas adalah temuan survei The Wahid Foundation pada 2017. Dari 1.800 responden mahasiswa di 25 perguruan tinggi terungkap, 29,5 persen responden tidak mendukung pemimpin non-Muslim, 19,8 persen mahasiswa menyetujui peraturan daerah syariah, dan 23 persen mahasiswa setuju berdirinya negara Islam.
Sesuai Rencana, UKM PIB akan menampung perwakilan anggota OKP yang nantinya bertugas menyosialisasikan ideologi Pancasila untuk mencegah penyebaran radikalisme di kampus masing-masing. “Kami sangat menunggu pembahasan dengan Menristekdikti yang mendetil agar rancangan UKM PIB dapat segera direalisasikan,” kata Juve.
Menanggapi hal itu, Siti menilai, kajian lebih mendalam soal penyebaran radikalisme dibutuhkan untuk menentukan dari mana pemerintah harus mulai bergerak melawan. Menurut dia, tidak tepat jika mahasiswa dijadikan satu-satunya sasaran tembak upaya menangkal radikalisme.
“Tidak ada jaminan pembentukan UKM PIB akan membuat mahasiswa mendadak cinta Pancasila,” ujar Siti. Menurut Siti, fenomena radikalisme sebenarnya tidak terlepas dari kondisi sosial ekonomi masyarakat di Indonesia yang timpang.
Masyarakat yang hidup di lingkungan yang kesenjangan ekonominya tinggi biasanya akan menunjukkan karakter yang mudah tersulut konflik. Oleh karena itu, Siti mendorong pemerintah untuk juga memberdayakan sumber daya manusia sebagai salah satu usaha jangka panjang dalam mencegah penyebaran radikalisme.
Tidak ada jaminan pembentukan UKM PIB akan membuat mahasiswa mendadak cinta Pancasila.
Sementara itu, Menristekdikti Mohamad Nasir meyakini langkah yang diambil pemerintah saat ini sudah tepat. Ia mengatakan, berbagai strategi mencegah penyebaran radikalisme yang mengedepankan empat unsur konsensus kebangsaan sudah melalui proses perancangan matang.
“Radikalisme muncul dari pemahaman yang salah, maka untuk melawannya harus melalui pikiran yang benar,” kata Nasir. Menurut dia, pembentukan UKM PIB efektif menyosialisasikan empat unsur konsensus dasar berbangsa yaitu, Pancasila, UUD 1945, NKRI, dan Bhinneka Tunggal Ika.
Lima pasal
Permenristek dan Dikti Nomor 55 tahun 2018 ditetapkan pada 22 Oktober 2018 dan disosialisasikan pada 29 Oktober 2018. Aturan ini memuat lima pasal yang dibuat untuk menekan paham radikal dan intoleran bagi mahasiswa di perguruan tinggi. Peraturan itu partama-tama menggarisbawahi tanggung jawab perguruan tinggi dalam melaksanakan pembinaan ideologi Pancasila bagi mahasiswa dalam kegiatan kemahasiswaan.
Tanggung jawab perguruan tinggi terhadap pembinaan ideologi Pancasila tersebut diwujudkan dalam pembentukan organisasi kemahasiswaan pengawal ideologi. Menurut peraturan itu, organisasi kemahasiswaan yang dibentuk bertanggung jawab kepada pemimpin perguruan tinggi.
Pembentukan organisasi mahasiswa yang kemudian disebut Unit Kegiatan Kemahasiswaan Pengawal Ideologi Bangsa (UKM PIB) tersebut diharapkan dapat memperkaya sudut pandang mahasiswa. Mahasiswa yang memiliki semangat dan daya kritis dapat terwadahi dalam organisasi tersebut untuk berkontribusi bagi Indonesia.
Selain itu, organisasi kemahasiswaan dengan fungsi pembinaan ideologi Pancasila tersebut dapat bekerja sama dengan organisasi kemahasiswaan di luar kampus tanpa melakukan kegiatan politik praktis.